youngster.id - Di masa Pandemi Covid-19, kegiatan berbelanja secara online terus meningkat jumlahnya. Terkait itu, Twitter berkesempatan mengamati apa yang sedang terjadi di dunia dan yang sedang dibicarakan saat ini. Mulai dari percakapan tentang teknologi, olahraga, resep masakan hingga percakapan tentang belanja terjadi di Twitter.
Data Twitter menunjukkan, bahwa percakapan tentang belanja meningkat sebanyak 60% sejak Maret 2020 jika dibandingkan dengan Maret tahun lalu. Dilihat dari volume Tweet, orang-orang cenderung berbelanja secara online selama periode #dirumahaja, sebanyak 89% orang yang menggunakan Twitter di Indonesia melakukan pembelian secara online pada kuartal 1 (satu) 2020 .
Dwi Adriansah, Country Industry Head, Twitter Indonesia mengungkapkan jumlah percakapan tentang topik belanja di Twitter justru lebih tinggi pada saat pandemi dibandingkan pada tanggal momen-momenbelanja.
“Banyak orang datang ke Twitter untuk menemukan dan mencari rekomendasi tentang brand tertentu, melakukan review produk melalui utas, serta mendiskusikan produk yang sedang populer atau ramai dibicarakan. Topik tentang belanja yang biasanya baru mulai terlihat pada pertengahan tahun, kini mulai ramai dibicarakan sejak Maret 2020. Hal ini sekaligus memperlihatkan adanya peningkatan animo konsumen terkait belanja. Dalam hal ini, Twitter menjadi tempat bagi konsumen untuk berbagi dan mencari informasi tentang belanja,” ungkap Dwi dalam jumpa pers online Kamis (8/10/2020).
Di Twitter, percakapan belanja online sangatlah beragam. Menurut data Brandwatch, 44% pengguna Twitter di Indonesia berbicara mengenai belanja pakaian atau aksesoris, makanan (40%), peralatan rumah serta elektronik (35%), perawatan diri (33%) dan tentang ponsel atau gawai (27%) . Selain itu, Twitter mencatat pertumbuhan kuat di Indonesia dengan volume Tweet sebesar 145.5% hingga Maret tahun ini dan dapat menjadi peluang bagi para brand untuk menerapkan strategi pemasaran jelang momen belanja tahun ini.
Hasil survei Twitter terhadap konsumen di enam negara di Asia Tenggara yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam memberikan insight bermanfaat yang dapat dijadikan referensi bagi brand untuk mempersiapkan kampanye dan pemanfaatan Twitter yang efektif jelang momen belanja.
Dwi menambahkan adanya perubahan pola belanja di Indonesia seiring dengan tuntutan untuk lebih banyak di rumah dan perkembangan layanan perbankan online, kampanye di media sosial, dan gebrakan kampanye dari platform e-Commerce.
“Penyesuaian terhadap fase pembatasan sosial di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, menyebabkan banyak perubahan dari cara kita berinteraksi satu sama lain. Kami melihat adanya perubahan perilaku konsumen yang lebih memilih belanja dan mendapatkan rekomendasi secara online. Dengan demikian, brand juga harus melakukan penyesuaian terhadap bagaimana mereka berkomunikasi dengan konsumen,” pungkas Dwi.
FAHRUL ANWAR