youngster.id - Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa tidak ada bisnis yang 100% tahan banting. Namun bisnis yang diperkuat oleh teknologi digital akan menjadi lebih tangguh dan lebih mampu bertransformasi ketika dihadapkan dengan perubahan struktural massal.
Ini adalah salah satu temuan dari studi Microsoft-IDC mengenai budaya inovasi, yang dirilis di sela-sela perhelatan Microsoft Cloud Innovation Summit (MCIS) 2020 yang digelar secara virtual dengan tema “Memberdayakan Indonesia di Tengah Pandemi Melalui Jalur Digital Menuju Ketahanan Bisnis Dengan Cloud Hybrid”.
Daniel-Zoe Jimenez, Associate Vice President (AVP), Head of Digital Transformation (DX), IDC Asia / Pacific mengatakan, organisasi di Indonesia telah menyadari betapa kemampuan mereka untuk berinovasi mendorong kinerja dan ketahanan bisnis mereka selama krisis. Sejak COVID-19, 61% organisasi di Indonesia, hampir sama dengan para pemimpin di Asia Pasifik (64%), menganggap inovasi menjadi lebih mudah.
“Ini menunjukkan bagaimana perusahaan di Indonesia merangkul budaya inovasi untuk menjadi lebih siap dan mempercepat transformasi mereka,” jelas Daniel-Zoe dalam perhelatan tersebut.
Temuan ini merupakan hasil dari survei terhadap 213 pengambil keputusan bisnis dan 234 pekerja di Indonesia dalam periode 6 bulan, sebelum dan sejak COVID-19. Studi di Indonesia merupakan bagian dari survei yang lebih luas di antara 3.312 pengambil keputusan bisnis dan 3.495 pekerja di 15 pasar di Asia Pasifik yang dilakukan dalam periode waktu yang sama.
Selain itu sebesar 74% organisasi di Indonesia telah mempercepat digitalisasi untuk beradaptasi dengan situasi normal yang baru. Mulai dari meluncurkan produk digital, memperkenalkan pembayaran online, hingga merangkul e-commerce dan melakukan otomatisasi. Ini lebih rendah di banding 87% pemimpin bisnis yang melakukan hal yang sama.
“Inovasi bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan. Kami telah melihat bagaimana krisis baru-baru ini mendorong transformasi di seluruh wilayah, dan organisasi harus mengintegrasikan kemampuan untuk berinovasi ke dalam inti mereka, untuk memulihkan diri, kata Haris Izmee, Presiden Direktur, Microsoft Indonesia.
Menurut dia, studi ini memperkenalkan framework budaya inovasi, yang mencatat pendekatan organisasi terhadap inovasi. Studi tersebut menemukan bahwa dalam kurun waktu enam bulan, 19% organisasi di Indonesia memiliki budaya inovasi yang matang, sebuah indikasi bahwa mereka telah meningkatkan kemampuannya dalam berinovasi. Sebagai perbandingan, organisasi di Asia Pasifik mengalami pertumbuhan 11% dalam kesiapan budaya inovasi.
Manusia dan teknologi dianggap sebagai dimensi terlemah dari kerangka budaya inovasi untuk organisasi di Indonesia. Ketika ditanya tentang prioritas mereka untuk 12 bulan ke depan, mereka menyatakan bahwa prioritas pada sumber daya manusia (22%) dan teknologi (45%) sebagai bagian yang paling penting untuk ketahanan dan pemulihan bisnis.
“Sangat menggembirakan melihat para pemimpin bisnis di Indonesia menyadari bahwa fokus pada sumber daya manusia dan budaya, selain teknologi, sangat penting untuk mendorong inovasi berkelanjutan dan mewujudkan ambisi transformasi digital,” kata Haris.
STEVY WIDIA