youngster.id - Data McKinsey menunjukkan bahwa selama pandemi COVID-19, rata-rata orang Indonesia menggunakan perangkat selama 6 jam sehari. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas di internet di masa pandemi, risiko terjadinya serangan siber juga harus tetap diwaspadai.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyatakan selama semester 1 di tahun 2020, terdeteksi sekitar 149.783.617 serangan siber ke Indonesia dan meningkat lima kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2019.
Untuk itu, Center for Digital Society (CfDS) di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Onno Center, lembaga think tank dari Indonesia untuk sektor teknologi dan komunikasi berencana meluncurkan whitepaper tentang keamanan siber di Indonesia.
“Perpindahan aktivitas ke ranah digital yang kemungkinan besar tetap terjadi setelah pandemi berakhir ini menuntut masyarakat untuk semakin meningkatkan literasi digitalnya, terutama dalam hal keamanan,” kata Anisa Pratita Kirana Mantovani, Research Manager, CfDS dalam keterangannya, Jumat (23/10/2020).
Menurut dia, penyusunan whitepaper (buku putih) turut dilandasi oleh tujuan untuk memberdayakan para pengguna dalam mencegah dan menghadapi serangan siber, dan bagaimana para pemangku kepentingan lainnya dapat mengambil perannya.
Sementara itu Onno W. Purbo, ahli teknologi informasi yang giat menyuarakan literasi digital sekaligus pendiri Onno Center, yakin atas rekomendasi yang diberikan di dalam whitepaper ini. “Serangan siber memiliki dampak yang sangat besar, baik untuk perusahaan maupun untuk pengguna, belum lagi jika urusan pemerintah terlibat. Di tengah pandemi yang mendorong kita untuk serba digital ini, kolaborasi antar pemangku kepentingan itu perlu terus disuarakan dan diwujudkan,” ujar Onno.
Whitepaper berjudul “Pentingnya Kemitraan untuk Memperkuat Keamanan Siber Indonesia” menyorot tren utama yang saat ini dan akan terjadi di dunia keamanan siber, serta sejumlah rekomendasi untuk memperkuat keamanan siber. Sejumlah rekomendasi yang diberikan diantaranya, Pemerintah melanjutkan kepemimpinan di dalam transformasi digital, menciptakan regulasi yang sejalan dengan industri.
Pentingnya transparansi di tingkat perusahaan tentang kebijakan dan praktik keamanan siber, agar dapat memberikan keyakinan kepada pemangku kepentingan. Peningkatan sumber daya melalui riset dan pengembangan, serta mempercepat literasi digital untuk memberdayakan pengguna dalam hal keamanan digital. Kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk bersama-sama melindungi dunia siber.
Penyusunan whitepaper ini mendapat dukungan dari TikTok. ” Kami berkomitmen untuk membangun lingkungan yang nyaman kepada para pengguna, selagi melindungi keamanan platform kami dari tantangan industri. Kami ingin pengguna mendapatkan pengalaman internet yang terbaik, yang berarti bisa berkreasi dengan aman. Karena itulah, keamanan pengguna menjadi prioritas kami,” kata Arjun Narayan, Director of Trust & Safety, TikTok APAC.
TikTok sekarang memasuki tahun ketiga di Indonesia dan menjadi rumah dari kreativitas bagi banyak masyarakat Indonesia. “Kami mendukung kerjasama antara CfDS dan Onno Center dan menyambut rekomendasi untuk berkolaborasi lebih jauh dengan para pemangku kepentingan. Hal ini tentunya untuk meningkatkan keamanan serta memberdayakan pengguna agar lebih aman di internet,” kata Donny Eryastha, Head of Public Policy, TikTok Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
STEVY WIDIA
Discussion about this post