youngster.id - Berdasarkan hasil penelitian baru konsultan real estate JLL, permintaan untuk kantor yang fleksibel, termasuk co-working dan serviced office, tumbuh lebih cepat di Asia Pasifik dibanding di tempat lainnya di dunia.
Hasi penelitian itu menyebutkan: persediaan ruang lantai fleksibel di kawasan itu tumbuh sebesar 35,7% per tahun dibandingkan dengan 25,7% di Amerika Serikat dan 21,6% di Eropa. Selain itu, laporan yang meneliti co-working dan serviced office operator utama di 12 pasar Asia Pasifik ini mengungkapkan bahwa jumlah operator ruang fleksibel besar telah berlipat ganda, sementara ruang lantai yang fleksibel telah meningkat 150% antara tahun 2014 dan 2017.
“Pada tahun 2030, ruang kerja fleksibel dapat meliputi 30 persen dari portofolio properti komersial perusahaan di seluruh dunia. Meskipun adopsi perusahaan masih dalam periode awal, ada faktor-faktor tertentu yang akan terus membuat daerah ini menjadi titik panas untuk pertumbuhan co-working,” kata Susan Sutherland, Kepala Riset Solusi Korporasi, JLL Asia Pasifik.
Menurut laporan ini, pendorong utamanya adalah karena pemerintah mendorong kewiraswastaan yang mengimbangi pertumbuhan lambat dalam industri tradisional seperti manufaktur, dan menawarkan sumber daya keuangan dan dukungan untuk perusahaan kecil, banyak di antaranya mencari di ruang bergaya co-working.
Misalnya, di Singapura, pemerintah telah mendukung pengembangan lokasi yang fleksibel seperti JTC LaunchPad, yang merupakan rumah bagi sejumlah perusahaan teknologi start-up. Demikian pula, pemerintah setempat di New South Wales mendukung pengembangan Sydney Startup Hub, sebuah zona teknologi seluas 17.000 meter persegi yang melayani para pengusaha yang bercita-cita tinggi. Sementara itu reformasi yang diperkenalkan oleh pemerintah Jepang untuk meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja dan produktivitas juga mendorong perusahaan domestik untuk mengeksplorasi cara kerja yang lebih fleksibel.
Laporan ini juga mengidentifikasi kesederhanaan plug-and-play sebagai faktor dalam pertumbuhan permintaan perusahaan, terutama untuk perusahaan besar. Kemampuan untuk keluar-masuk kantor dalam waktu singkat, dan menghindari negosiasi kontrak yang rumit dan pekerjaan yang tidak menarik adalah pilihan yang nyaman bagi banyak penghuni.
Pada saat yang sama, bisnis-bisnis mencari kolaborasi di antara karyawan dan menggunakan ruang kerja bersama sebagai cara untuk mendorong inovasi melalui paparan ide-ide baru dan cara kerja.
“Beberapa perusahaan bahkan telah memulai fasilitas kerja internal mereka sendiri, atau telah memasukkan fitur ruang yang fleksibel ke dalam kantor-kantor yang ada untuk membuat lingkungan kerja lebih menarik. Ini membantu membangun perasaan komunitas dan dapat menjadi pembeda dalam hal untuk menarik dan mempertahankan talenta muda,” ujar Sutherland.
Namun, masih ada beberapa hambatan untuk meluasnya penggunaan ruang yang fleksibel. Perusahaan besar menempatkan nilai tinggi dalam mempertahankan identitas dan budaya brand mereka serta kebutuhan untuk melindungi data dan mengamankan infrastruktur IT.
Kendati begitu, JLL mencatat bahwa pemilik aset tanah/properti akan terus membentuk usaha kerjasama dengan operator co-working, atau membuat penawaran ruang fleksibel untuk memenuhi kebutuhan penyewa. Sementara pengembang beradaptasi dengan apa yang bisa menjadi standar baru dalam pengembangan properti di mana ruang kerja yang fleksibel akan menjadi fasilitas yang penting dalam bangunan komersial seperti gerai makanan dan minuman atau ruang gym/fitness.
“Mengingat dinamika kompetitif dari sektor baru ini, kami sudah melihat konsolidasi bahkan di antara pemain terbesar. Ke depannya, tampak konvergensi untuk terus berkembang, dengan operator serviced office mulai menyediakan ruang co-working dan menargetkan para pengguna serviced office,” pungkas Sutherland.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post