youngster.id - Dalam studi berjudul Global Food Losses and Food Waste, The Food and Agriculture Organization (FAO) menyebutkan sekitar sepertiga atau sekitar 1,3 miliar ton per tahun dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia secara global terbuang. Hal ini juga berarti banyak sumber daya yang digunakan untuk memproduksi pangan tersebut terbuang sia-sia termasuk emisi gas rumah kaca yang dihasilkan akibat dari produksi dan distribusi pangan.
Pangan terbuang terjadi di tiap rantai pasok mulai dari lahan pertanian, pabrik pengolahan, distribusi hingga ketika dikonsumsi oleh konsumen. Dalam proses pengolahan / pemrosesan makanan juga tidak kalah banyaknya makanan yang terbuang.
Digitalisasi menjadi solusi terbaik dalam mengatasi tantangan krisis pangan dan dampak lingkungan. Schneider Electric melalui solusi EcoStruxure for Food and Beverage mendukung proses digitalisasi industri mamin untuk membangun sektor pangan yang lebih berkualitas dan sustainable.
Roberto Rossi, Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste, mengatakan, makanan terbuang sia-sia di sepanjang rantai pasok sangat lah meresahkan, tidak hanya ketika memikirkan jumlah makanan yang terbuang, tetapi juga bagaimana dengan 1 miliar lebih orang yang kelaparan. Sementara itu permintaan akan makanan ke depannya akan tumbuh lebih besar lagi karena populasi dunia telah melewati angka 7 Miliar dan perkiraan mencapai 9 Miliar pada tahun 2050.
“Untuk mengatasi tantangan ini, kita tidak hanya perlu untuk memproduksi bahan pangan lebih banyak lagi, namun juga memastikan rantai pasokan industri Makanan & Minuman (Mamin) dapat lebih efisien dan andal sehingga makanan dapat diproses, disimpan dan didistribusikan dengan aman dan sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Digitalisasi rantai pasok pangan dengan pemanfaatan internet of things, artificial intelligence, machine learning dan digital twin adalah solusi terbaik untuk mencapai tujuan tersebut,” papar Roberto dalam siaran pers, Jumat (15/10/2021).
Dia menjelaskan, penggunaan teknologi digital di industri mamin terutama di pabrik pengolahan bukan lah hal baru. Namun, pemanfaatan teknologi digital ini belum menyeluruh dan terintegrasi di seluruh rantai pasok mulai dari sistem pertanian, sistem produksi pangan, sistem logistik, hingga sistem distribusi retail. Dengan digitalisasi rantai pasok pangan yang menyeluruh, industri mamin dapat memperoleh visibilitas dan kontrol yang lebih baik mulai dari sebelum bahan pangan diangkut ke pabrik, kondisi dan suhu penyimpanan pangan, pengiriman, dan detil informasi yang tercantum di dalam produk.
“Pemanfataan AI dalam pengelolaan lahan pertanian membantu petani mengetahui informasi cuaca, kondisi tanah dan sistem irigasi dan mengambil tindakan yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi,” jelasnya.
Pendekatan baru dalam pelabelan dan manajemen informasi produk (PIM) berbasis digital meningkatkan transparansi yang memungkinkan konsumen untuk lebih banyak mengetahui informasi terkait produk makanan yang dikonsumsi serta membantu produsen untuk melakukan kontrol yang lebih baik terhadap kualitas produk dan mengambil tindakan cepat bila terdapat produk yang tidak sesuai standar, bahkan sebelum mereka mencapai rak etalase.
“Dengan digitalisasi dan integrasi rantai pasokan, industri mamin akan memperoleh transparansi dan visibilitas yang dapat membantu pengambilan keputusan yang tepat berbasis data untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, mengoptimalkan setiap lini rantai pasok, mengurangi jejak karbon, meminimalkan kerugian dan pemborosan sampah makanan akibat gagal produksi,” tutup Roberto.
STEVY WIDIA