youngster.id - Merayakan Idul Fitri identik dengan silaturahmi dan makan enak. Biasanya masakan yang dihidangkan adalah khas dari masing-masing daerah. Menariknya, yang tidak bisa dihindari adalah penggunaan penyedap rasa alias micin pada masakan. Ternyata ada banyak hoax dari penggunaan micin ini.
Penggunaan penyedap rasa pada masakan telah menjadi topik yang kontroversial selama beberapa tahun terakhir. Ada yang menganggap bahwa penyedap rasa adalah bahan kimia berbahaya yang tidak sehat. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa penyedap rasa dapat meningkatkan rasa masakan dan memberikan sensasi yang lebih nikmat.
Secara umum, penyedap rasa adalah campuran bahan-bahan yang digunakan untuk memberikan rasa dan aroma pada makanan. Penyedap rasa bisa terbuat dari bahan alami, seperti garam, gula, atau bumbu-bumbu tertentu. Namun, sebagian besar penyedap rasa yang tersedia di pasaran mengandung bahan kimia seperti monosodium glutamat (MSG), natrium inosinat, natrium guanilat, asam sitrat, dan bahan-bahan lainnya.
Banyak yang mengatakan bahwa micin dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan. Tak heran ada istilah “generasi micin.”
Namun, apakah benar pernyataan tersebut? Bertujuan untuk memberikan informasi yang benar mengenai MSG dan bertepatan dengan momen Bulan Ramadhan, Persatuan Pabrik MSG dan GA Indonesia (P2MI) menggelar workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Micin, Why Not?”.
“Masih banyak tanggapan miring beredar di masyarakat mengenai micin ini. Peduli dengan hal tersebut, kami berinisiatif memberikan informasi yang benar mengenai amannya mengkonsumsi MSG,” kata Doddy Widodo Ketua P2MI dalam workshop yang digelar baru-baru ini di Jakarta.
Dia memaparkan bahwa MSG dikategorikan sebagai bahan tambahan pangan. Sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan dengan batasan pemakaian secukupnya. Bahkan lembaga internasional seperti Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO) juga telah memverifikasi keamanan MSG.
“Kami ingin mengungkapkan stigma negatif yang selama ini melekat pada micin adalah tidak benar. Bahkan nyatanya micin merupakan material yang juga bermanfaat. P2MI berharap, melalui kegiatan sore hari ini masyarakat dan terinformasikan mengenai amannya mengkonsumsi MSG dan tidak lagi khawatir dalam menambahkan micin pada masakan”, kata Satria Gentur Pinandita Ketua Bidang Komunikasi P2MI menambahkan.
P2MI yang beranggotakan PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia berharap, masyarakat tidak lagi khawatir dalam menambahkan micin pada masakan.
Pada kesempatan itu, Prof Dede Robiatul AdawiyahDosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor turut meluruskan tentang pro kontra dan hoaks micin yang bertebaran di masyarakat.
Soal kandungan pada MSG atau micin, Prof Dede mengurai MSG memiliki acuan nilai asupan harian (ADI) sebagai not specified atau tidak dinyatakan. Ini berarti MSG adalah bahan yang aman.
“Hoaks yang beredar di masyarakat mengenai micin adalah tidak benar. MSG mempunyai umami yang merupakan rasa dasar kelima, selain asin, asam, manis dan pahit, karena MSG memiliki reseptor sendiri pada permukaan lidah dan aman dikonsumsi,” ucapnya.
Menurut Prof Dede, kadar natrium (Na) pada MSG lebih sedikit ketimbang garam dapur. “MSG mengandung 12% Na, sedangkan garam dapur 39%. Artinya, kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi Natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur”, urainya.
Meskipun begitu, konsumsi berlebihan dari bahan kimia dalam penyedap rasa dapat menyebabkan efek samping yang merugikan kesehatan. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan penyedap rasa harus dibatasi dalam jumlah yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post