youngster.id - Twitter mengumumkan akan menandai iklan politik yang ditayangkan di platformnya. Bahkan pengguna juga bakal bisa melihat siapa yang membuat iklan dan berapa uang yang dihabiskan untuk beriklan.
“Dalam beberapa minggu ke depan kami akan meluncurkan pusat transparansi terdepan di industri yang akan memberikan kejelasan bagi siapa saja soal siapa yang beriklan di Twitter, detil yang ada dibalik iklan itu, dan alat untuk berbagi umpan balik dengan kami,” ungkap Bruce Falck General Manager for Revenue Product Twitter dilansir CNN baru-baru ini.
Umpan balik yang dimaksud adalah terkait reaksi pengguna apakah mereka menyukai iklan tersebut atau tidak untuk tiap iklan yang muncul di Twitter. Dengan demikian, Twitter bisa memberikan iklan yang lebih relevan.
Twitter juga akan menempatkan titik ungu pada iklan politik yang merujuk pada kandidat tertentu. Twitter juga akan menyertakan keterangan untuk mengidentifikasi akun mana yang melakukan cuitan berbayar itu.
Inisiatif untuk membuka data iklan sebenarnya tak hanya diterapkan untuk iklan politik saja, tapi berlaku untuk semua iklan yang tayang di Twitter. Tapi, hanya iklan politik saja yang akan diberi titik ungu.
Daftar semua iklan yang ada di Twitter, jumlah uang yang dikeluarkan, dan informasi mengenai organisasi atau individu yang membiayai iklan tersebut, akan bisa diakses pengguna pada Pusat Transparansi Twitter.
Falck juga menyebutkan kalau perusahannya akan memberikan ketentuan yang lebih ketat soal siapa yang bisa menggunakan iklan seperti ini dan membatasi pilihan target iklan.
Sebenarnya inisiatif ini sudah pernah diterapkan Twitter pada 2011. Twitter memberikan indikator ungu pada iklan politik. Saat mouse pengguna diarahkan ke indikator ini, mereka bisa melihat seluruh keterangan terkait iklan tersebut.
“Twitter adalah satu-satunya platform yang menyetel standar ini. Tapi tanpa dukungan pemerintah, perusahaan terpaksa menyerah pada arahan industri dan tuntutan pengiklan, untuk mengurangi transparansi,” jelas Adam Sharp, mantan Kepala Pemberitaan, Pemerintah, dan Pemilihan di Twitter.
Layanan ini baru tersedia di Amerika Serikat dan belum bisa diakses oleh pengguna di Indonesia.
STEVY WIDIA