youngster.id - Indonesia berpeluang punya startup skala Hectocorn, sebutan bagi perusahaan rintisan bervaluasi lebih dari US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.400 triliun. Saat ini status itu disandang oleh Alipay yang menurut data Hurun Research Institute, valuasi berkisar US$ 150 miliar.
Di Indonesia, baru Gojek yang berstatus decacorn atau valuasi melebihi US$ 10 miliar. Sedangkan yang berstatus unicorn atau valuasi lebih dari US$ 1 miliar ada empat yaitu Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan OVO.
“Kita punya potensi (mencetak hectocorn). Tetapi harus mulai dari perjalanan paling pendeknya seperti pembinaan. Kita harus punya cita-cita yang tinggi,” kata Fadjar Hutomo Deputi Akses Permodalan Kemenparekraf, Kamis (23/1/2020).
Selain itu, menurut dia pasar di Indonesia sangat potensial. Hal itu terlihat dari banyaknya persoalan di masyarakat yang perlu dibuat solusinya oleh startup.
“Banyak yang bisa di-addressed. Bicara Gojek misalnya, ruang pertumbuhannya bisa ke mana-mana (sektornya),’ kata dia. Ia mencontohkan, masyarakat masih menghadapi persoalan terkait pendidikan, kesehatan, dan energi. Dari ketiga bidang itu saja, potensinya sangat besar. “Sederhana saja. Kalau Indonesia tidak punya potensi sebesar itu, uang investor asing kan masuk ke sini,” katanya.
Berdasarkan riset Google, Temasek dan Bain, potensi ekonomi digital di Indonesia sekitar Rp 1.800triliun hingga 2025. “Saya pikir itu potensi yang sangat besar,” katanya.
Namun menurut Fadjar startup Tanah Air menghadapi beberapa tantangan. Pertama, sumber daya manusia (SDM) yang ahli digital minim. Kedua, pembinaan. Terakhir, permodalan. “Sukses rate startup hanya 10%. Ini ada kaitannya dengan akses permodalan,” ujarnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post