youngster.id - Putra putri terbaik Indonesia mendesain pesawat glider dengan kandungan lokal hingga 70%. Dalam pengembangannya pesawat tersebut dapat digunakan untuk kepentingan keamanan (pengintaian) dan kegiatan olahraga seperti terbang layang.
“Selama ini, cabor terbang layang kita banyak memakai pesawat glider buatan Eropa, seperti Jerman dan Swiss. Tapi ke depan, kita akan punya glider produksi dalam negeri hasil karya putra-putri bangsa,”kata Toto Indriyanto, Ketua Prodi Aeronatika dan Astronotika Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), belum lama ini.
Dia menuturkan, gagasan memproduksi pesawat glider nasional ini, bermula dari seorang mahasiswa yang membuat simulasi pesawat terbang layang, yang memanfaatkan kondisi termal sesuai dengan iklim Indonesia.
Simulasi tersebut, kemudian dijadikannya obyek riset S2 bersama dosennya, yang selanjutnya mendapat sambutan positif dari Kemenristek Dikti untuk dikembangkan.
“Nantinya, pesawat ini bisa dikembangkan menjadi pesawat surveilance, pengamatan atau pengintaian. Semacam pesawat mata-mata. Tapi ini masih jauh. Jangka pendeknya supaya bisa digunakan olahraga terbang layang pada PON mendatang,”paparnya.
Toto menyebut, di samping dapat menghemat biaya karena kandungan bahan lokalnya lebih banyak, produksi pesawat glider nasional juga bertujuan memajukan olahraga terbang layang, tanpa harus bergantung pada peralatan produksi luar negeri.
“Sehingga ditargetkan, pesawat glider produksi nasional ini bisa digunakan cabor terbang layang pada PON 2020 di Papua,”ujarnya.
Saat ini, jumlah pesawat glider yang digunakan untuk terbang layang di Indonesia sebanyak 40 unit dengan lima unit pesawat penarik, yang tersebar di 19 daerah.
Dosen Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Taufiq Mulyanto, menambahkan, dalam pengembangannya, pesawat glider nasional ini bakal didesain menjadi dua penumpang, agar bisa digunakan berdua.
“Dan tentu saja, sebagai pesawat buatan nasional, produksinya tidak hanya dikerjakan oleh putra-putri bangsa, tetapi kandungan bahannya lebih banyak menggunakan konten lokal, sekitar 75% berbahan dalam negeri. Sehingga, harganya bisa ditekan,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post