youngster.id - Bisnis berbasis financial technology (fintech) tumbuh melesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2025, transaksi fintech diproyeksi mencapai lebih dari US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.400 triliun. Potensi ini butuh didukung dengan pembagunan infrastruktur digital.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, industri fintech di Indonesia akan tumbuh paling kencang di ASEAN dalam lima tahun ke depan.
Airlangga mengutip prediksi yang dibuat oleh Google, Temasek, dan Bain & Company untuk tahun 2019 hingga 2020. Dalam laporan tersebut, transaksi fintech mencapai US$ 40 miliar atau sekitar Rp 560 triliun, dengan rata-rata pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir mencapai 50% per tahun.
“Fintech merupakan sektor yang paling kompetitif dan kita tahu saat ini empat unicorn sudah dibangun di Indonesia dan satu decacorn yang nilainya lebih dari US$ 10 miliar,” kata Airlangga dalam keterangannya di Indonesia Fintech Summit 2020 baru-baru ini.
Airlangga menjelaskan, fintech yang mulai tumbuh sejak 2016 kini tak hanya berfokus pada sistem pembayaran dan pembiayaan. Tetapi juga model bisnis lainnya seperti asuransi digital, hingga penghimpunan modal. Untuk itu, pemerintah berharap fintech akan memainkan peran penting dalam meningkatkan inklusi keuangan yang baru mencapai 76% pada 2019.
“Kami berharap inklusi keuangan dapat mencapai 90% pada 2024 sesuai dengan arahan presiden,” ujar Menko Perekonomian.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai potensi ekonomi digital di Indonesia sangat luar biasa. Nilai transaksi digital di tanah air diramal melonjak lebih dari tiga kali lipat dalam lima tahun ke depan dari saat ini US$ 40 miliar menjadi US$ 133 miliar.
Data riset dari Google, Temasek, dan Bain & Company merinsi, nilai transaksi e-commerce ditaksir naik lebih dari empat kali lipat yaitu dari US$ 20 miliar menjadi US$ 82 miliar. Jasa perjalanan online dari US$ 10 miliar menjadi US$ 25 miliar. Sementara media online naik dari US$ 3,5 miliar menjadi US$ 9 miliar. Jasa kendaraan online dari US$ 5,7 miliar menjadi US$ 18 miliar.
“Potensi ini tidak bisa jadi sesuatu yang riil dan konkrit apabila tidak dibangun berbagai kebutuhan pendukungnya yaitu infrastruktur digital,” kata Sri Mulyani.
STEVY WIDIA
Discussion about this post