youngster.id - Sebagai bentuk dukungan dan wadah dalam pengembangan bisnis sosial dan kewirausahaan, Sekolah Bisnis Manajemen (SBM), Sekolah Teknik Elektro Informatika (STEI) ITB, dan Lembaga Riset Telematika Sharing Vision mendirikan Bandung Initiative Movement (BIM) dan Bandung Initiative Technopreneur (BIT), akhir pekan lalu.
Bahkan, khusus BIT akan diproyeksikan sebagai sayap sosial sekaligus medium para technopreneur di kota Bandung.
“BIT diharapkan menjadi wadah technopreneur di Bandung dengan beberapa program utama. Yakni initiative coaching, business matching, freemium co-working space, experience sharing, collaborative researches, dan co-branding,” kata Nur Javad Islami, Co-CEO & Co-Founder BIM, di Bandung, Selasa (13/12/2016).
Initiative coaching berfungsi mendukung para embrio enterpreneur dalam menuntaskan hambatan, sehingga bisnisnya bisa menjadi kenyataan. Business matching adalah proses menyesuaikan ide bisnis bisa sesuai iklim perekonomian.
Freemium co-working space akan diadakan di tiap simpul BIM sehingga bisa digunakan gratis oleh jejaring BIT. Berikutnya, experience sharing adalah kegiatan diskusi sharing dari technopreneur/startup sukses sementara co-branding adalah upaya membantu meningkatkan atensi publik terhadap startup yang mulai berkembang di BIT.
Menurut Nur Javad, selain SBM-STEI ITB dan Sharing Vision, BIM juga disokong oleh: Kembangin.Social, AsepDev, HIPMI, Kadin, Bekraf, Kibar, Pemkot Bandung, AsoMba (Asosiasi Mahasiswa MBA), Kemenkominfo, Kementerian Pariwisata, dan Butik Dukomsel.
Dalam peresmiannya kemarin, hadir sejumlah technopreneur Bandung, seperti Akhmad Syaiful (CMO Astrajingga), Adi Panuntun (Founder Sembilan Matahari), Indra Gunawan (CEO & Founder Minimall), Yanuar Pratama Firdaus (Founder Keuken & Asepdev), dan Adyesa Kevindra (Founder Kembangin.Social).
Turut hadir pula Donald Crestofel Lantu (Direktur CIEL SBM-ITB), Gatot Tjahyono (Anggota DPRD JABAR), Lusi Lesminingwati (Bagian pengembangan Ekonomi Kota Bandung), Jodi Janitra (Ketum HIPMI), Agung Suryamal (Ketua Kadin Jabar), dan Budi Rahardjo (Pakar TIK/Technopreneur STEI ITB).
Menurut Budi Rahardjo, Bandung layak menyemat status kota disruptive sehingga wajar banyak orangtua rela menjual apapun agar bisa menyekolahkan anaknya ke kota tersebut.
Pusat riset teknologi terbaik di Indonesia ada di kota tersebut, mulai dari Research Center ITB, Telkom, Eijkman, Balai Besar Logam dan Mesin, hingga LIPI. Kantor pusat BUMN teknologi juga terdapat di kota tersebut (PT KAI, PT DI, PT Telkom, PT INTI, PT Pindad, PT LEN, dan PT Biofarma).
Perguruan tinggi teknologi yang hebat-hebat hingga software house, studio animasi, dan elektronik pun komplit terdapat di Kota Kembang. Susah menemukan di tempat lain, inilah harta karunnya Bandung.
“Kota ini juga disruptive karena satelit penyiaran Indonesia itu dulu diciptakan di Bandung, yang buat ITB dan ditempatkan di atas Taman Hutan Raya Juanda. Eh, 15 tahun kemudian ada disruptive berupa penciptaaan pesawat terbang di Bandung. 15 tahun kemudian ada nanotechnology dan sekarang era industri kreatif,” katanya.
Menurut pakar keamanan teknologi tersebut, orang kreatif harus difasilitasi dan disatukan dalam satu wadah. Jika tidak, ide akan tumpul dan produktivitas menurun. Hal inilah yang disadari betul pemerintah Amerika Serikat, hingga eksis Silicon Valley hingga sekarang.
Bukan sekedar lokasi, sambung Budi, yang penting adalah jejaring keahlian dan kreativitas yang memungkinkan seseorang menjajal satu wahana teknologi ke yang lainnya.
“Jadi, mungkin suatu saat, kita lagi makan-makan. Kamu kerja dimana, Apple? Lagi ngga bagus, ah saya coba pindah pindah kerja ke Pixar. Nanti coba ke Disney, Oracle, dan lain-lain. Iklim transfer ilmu ini yang harus dibangun,” sambungnya.
Tak kalah penting adalah ada inisiasi seperti BIM dan BIT guna menenguhkan ekosistem agar tak eksodus ke kota lebih besar. Ini mencontoh William Shockley (penemu transistor), yang tak langsung sukses tapi terus mencoba berbuat hingga akhirnya muncul puluhan perusahaan berbasis transistor yang hebat seperti Intel.
“Bandung ini beneran. In the right time, in the right place. Walikota mendukung. Ada yang sedang dibangun di Gedebage, Bandung Technopolis. Akan aneh kalau kita tidak bisa mewujudkan cita-cita kita dengan environment yang begitu kondusif,” sambungnya.
Akhmad Syaiful, CMO Astrajingga, yang awal November ini baru memenangkan Internatonal Awards Startups Hi-Stars di Inggris (dengan Aplikasi Monica dan Halal Local), menambahkan, startup Indonesia bisa bersaing secara internasional. Caranya antara lain meningkatkan brand dan mendapatkan pembiayaan, baik merupakan hadiah ataupun investasi.
“Aplikasi Halal Local ini sendiri merupakan salah satu yang diharapkan berkembang kedepan. Sebab, pariwisata halal sedang gencar-gencarnya dipromosikan Menteri Pariwisata Arief Yahya yang baru dapat belasan penghargaan pariwisata halal dunia,” pungkasnya.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post