Layanan Telemedicine Alodokter Kini Punya 30 Juta Pengguna Aktif dan 70 Ribu Dokter

Alodokter

Presiden Direktur Alodokter Suci Arumsari. (Foto: istimewa/youngster.id)

youngster.id - Dengan banyaknya perubahan pola hidup di era digital, sektor kesehatan pun juga ikut berubah. Salah satunya adalah layanan telemedicine seperti  Alodokter. Platform ini telah melayani lebih dari 30 juta pengguna aktif setiap bulan serta lebih dari 70.000 dokter yang bergabung.

Layanan telemedicine ini mendorong para tenaga kesehatan untuk lebih meningkatkan kemampuan, terutama dalam menangani kasus sensitive. President Director dan Co-Founder Alodokter Suci Arumsari mengatakan, medical expert dari dokter spesialis di era digital semakin meningkat.

“Saat ini pemahaman medis seorang dokter serta pengalaman memahami arah kebijakan yang diambil, harus dilengkapi dengan kemampuan komunikasi yang mumpuni untuk sesi konsultasi yang mudah dan nyaman bagi pasien,” kata Suci dalam keterangannya, Rabu (24/8/2022).

Menurut dia, tantangan dari layanan telemedicine adalah pada konsultasi yang dilakukan tanpa tatap muka. “Dengan maraknya telemedicine di masa disrupsi digital seperti saat ini, menemukan dokter yang tepat bisa terasa cukup menantang karena banyak nya pilihan yang tersedia dari sekian banyak platform yang ada. Bahkan saat bertemu tatap mata, menemukan diagnosis yang tepat akan sulit jika pasien tidak terbuka dalam menjawab pertanyaan anamnesis dokter,” kata Suci lagi.

Untuk itu, Alodokter memberikan ruang review kepada para penggunanya melalui fitur chat Alodokter. “Dengan review excellent yang diberikan pasien kepada dokter kami berharap masyarakat bisa menemukan dokter spesialis yang tepat untuk mereka lewat fitur chat Alodokter,” ujar Suci.

Salah satu dokter anggota komunitas Alomedika yang mendapaktan review bintang 5 dari lebih dari 10 ribu pengguna Alodokter adalah dr Helena Sunarja SpOG.

Menurut dokter yang bergabung di Alodokter sejak 2019, penerapan konsultasi online dan offline itu sama saja, kuncinya ada di komunikasi antara dokter dan pasien. “Apa yang dikomunikasikan oleh dokter akan lebih mudah diterima dan dicerna oleh pasien jika dokter menggunakan empati dalam berkomunikasi,” ucap dr Helena.

Bahkan dengan adanya telemedicine, dia menemukan bahwa pasien lebih nyaman untuk menjawab pertanyaan sensitif daripada saat bertemu tatap mata. Topik sensitif yang biasanya membuat pasien tidak nyaman bukan lagi sebuah hambatan bagi dr. Helena dalam memberikan diagnosis atau masukan kepada pasiennya. Menurutnya, fitur anonimitas yang ada pada fitur chat dengan dokter berperan besar dalam perubahan perilaku pasien.

Telemedicine sangat membantu komunikasi antara kami [dokter] dengan pasien dengan pesat. Saat pasien ada keluhan, mereka sebatas tinggal kirim foto kepada kami, lalu kami analisa dan berikan diagnosis, terus sudah. Karena sama-sama anonim dan tidak tatap muka secara langsung, mereka jadi merasa lebih nyaman,” ujarnya.

Dengan memaksimalkan dan memilih pertanyaan yang tepat saat anamnesis pasien, hal ini sudah membantu dr. Helena dalam menganalisa penyakit dan diagnosis pasien sebanyak 80%. Walau ada beberapa faktor penting yang hanya tersedia dalam pemeriksaan secara langsung, telemedicine telah membuka jalur untuk dr. Helena bisa membantu para pasien yang sebelumnya tidak memiliki akses yang mudah kepada layanan kesehatan.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version