youngster.id - Pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% pada 2030. Karena itu Kementerian Perindustrian (Kemperin) fokus mendorong pelaku industri otomotif agar berinovasi termasuk upaya pengembangan teknologi kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan.
“Teknologi kendaraan masa depan mengarah kepada advance diesel atau petrol engine, bahan bakar alternatif (biofuel), bahan bakar gas, hybrid, kendaraan listrik, dual fuel (gasoline-gas), dan fuelcell (hydrogen),” kata Airlangga Hartarto Menteri Perindustrian Senin (24/7/2017) di Jakarta.
Airlangga menegaskan, pihaknya tengah menyelesaikan skema insentif untuk program kendaraan emisi rendah (low carbon emission vehicle/LCEV). Program ini merupakan lanjutan dari yang sudah bergulir yakni Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar dan Harga Terjangkau (KBH2) atau low cost and green car (LCGC). “Kebijakan ini dapat terlaksana apabila BBM Euro IV sudah tersedia pada 2019 atau lebih cepat,” ujarnya.
Menurut Menperin, mobil listrik bisa menjadi alternatif teknologi otomotif yang ramah lingkungan. Namun, penerapannya harus bertahap, tidak secara langsung. “Sebelum ke mobil listrik, kita sebaiknya masuk yang hybrid dulu,” ujarnya.
Mengenai penerapan standar emisi Euro IV, Airlangga menyatakan, pelaku industri sudah siap untuk menjalankan aturannya. “Jadi jadwalnya Euro IV mudah-mudahan sebelum Asian Games berlangsung, sehingga tinggal pelaksanannya bagaimana industri dan supliernya, tier 1, tier 2 untuk menyesuaikan,” tuturnya.
Menperin memastikan bahwa proyek mobil listrik sudah ada di dalam peta jalan Kementerian Perindustrian untuk pengembangan industri otomotif di Indonesia. Kemperin mencatat, hingga saat ini, populasi mobil listrik di dunia sekitar 4 juta unit dan diperkirakan pada tahun 2020 mencapai 10 juta unit.
Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemperin I Gusti Putu Suryawirawan menjelaskan pengembangan mobil listrik adalah untuk memfasilitasi dan mendorong agar industri kendaraan bermotor yang ada saat ini mampu menghasilkan kendaraan yang hemat energi dan ramah lingkungan. Ini berkaitan dengan keputusan standar emisi Euro IV yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Maret 2017.
“Jadi, bagaimana mendorong industri yang sudah ada mau masuk ke dalam produksi kendaraan listrik. Kan sudah ada industrinya. Kalau harus produksi mesin listrik, harus pakai mesin berbeda. Kami minta mereka (produsen) pelajari teknologinya, kira-kira butuh satu tahun” papar Putu.
Menurutnya, teknologi yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah mobil hybrid, kendaraan yang menggunakan dua jenis teknologi untuk sumber tenaganya, yakni mesin bensin dan baterai. “Dengan infrastruktur yang ada di Indonesia, teknologi hybrid lebih memungkinkan untuk diaplikasikan, dibandingkan mesin listrik secara tunggal. Saat ini produsen otomotif Jepang pendekatannya lebih pada pengembangan hybrid, bukan electric vehicle,” paparnya.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post