youngster.id - Pemerintah sedang memformulasikan aturan untuk layanan Over-The-Top (OTT). Langkah ini untuk melindungi industri domestik agar tetap bisa tumbuh dan terjaga dengan baik, namun juga tidak menghilangkan hak-hak masyarakat untuk bisa mendapat layanan terbaik dari OTT.
“Jadi, pemerintah tidak absen di sini. Untuk kebijakan dan regulasi terkait dengan OTT, ada yang<em> rigid</em> ada pula yang fleksibel. Kita tidak perlu terlalu ke kiri dan tidak perlu terlalu ke kanan sebetulnya, kita akan cari yang paling proposional,” kata Ahmad Ramli Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang dilansir Antara, Rabu (7/10/2020).
Dia menerangkan sejumlah negara telah menepatkan aturan yang kaku. Bahkan ada negara yang melarang kehadiran OTT tertentu. Sementara ada negara yang menetapkan aturan yang fleksibel, memungkinkan OTT memberikan layanan apapun, mulai dari Services, Content and Messages, hingga Devices.
Penerapan kedua aturan tersebut, menurut Ramli, tergantung kepada ekosistem. Ketika ekosistem di suatu negara sudah terbentuk dan berada di rezim yang kaku maka seterusnya bisa dilakukan regulasi dengan mudah. Sebaliknya, jika ekosistem pada suatu negara telah terbentuk, dan masyarakat di dalamnya sudah terlanjur menikmati kemudahan yang ditawarkan OTT, termasuk layanan panggilan suara maupun video misalnya, sulit bagi negara itu untuk kemudian membuat regulasi yang mendekati negara yang rigid.
Ramli mengatakan, adalah aturan bersifat progresif dan aturan khusus untuk hal yang bersifat spesifik, atau integratif. Artinya akan ada Undang-Undang tersendiri yang mengatur tentang OTT, sedangkan integratif berarti UU tentang OTT akan dimasukkan dalam UU Telekomunikasi atau UU Penyiaran yang baru, atau UU lainnya.
Sementara, melihat disrupsi yang ditimbulkan oleh OTT berdampak pada seluruh industri — tidak hanya telekomunikasi dan broadcasting, namun juga transportasi hingga jasa kurir – Untuk itu, menurut Ramli perlu peraturan yang bersifat konvergen, sebab akan saling beririsan satu sama lain.
“Tidak mungkin satu aturan OTT yang ada di UU Tel tidak menyentuh dan tidak bersinggungan dengan broadcasting, itu pasti punya intersection. Oleh karena itu kita melihat perlu ada aturan yang sifatnya konvergen,” kata Ramli.
Pendekatan yang perlu dilakukan kepada OTT adalah mutualistic colaboration, kolaborasi saling menguntungkan yang meminimalisasi disrupsi yang sudah terjadi saat ini, dan mengantisipasi disrupsi yang lebih luas ke depannya. Oleh sebab itu diperlukan adanya inovasi dan penemuan-penemuan baru sehingga industri diharap memiliki pusat riset dan pengembangannya.
“Karena memang kita memasuki industri 4.0. Inilah yang memaksa kita semua memasuki sesuatu. Pilihannya adalah terdisrupsi atau bertransformasi,” pungkas Ramli.
STEVY WIDIA
Discussion about this post