youngster.id - Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI menyelenggarakan kegiatan seminar gizi internasional Nutrition Expo 6. Salah satu yang dibahas dalam seminar yang digelar, baru-baru ini di Rumpun Ilmu Kesehatan (RIK) UI Depok adalah bagaimana perilaku diet dan pola makan memengaruhi keadaan dunia.
Satrio Wicaksono, Ph.D. dari World Resources Institute Indonesia, memperkenalkan kepada peserta apa yang disebut dengan fenomena “Food Gap”. “Pola makan seluruh dunia saat ini mengarah kebarat-baratan dan bergeser ke arah pola makan urban yang cenderung sarat kalori dan animal-based foods,” ujar Satrio.
Ia menjelaskan, data dari Bank Dunia menyebutkan bahwa tahun 2050 ketika penduduk dunia mencapai 9 miliar orang, dunia membutuhkan pangan 70% lebih banyak dari sekarang. Masalahnya adalah, produksi pangan dunia saat ini justru cenderung turun 25% karena berbagai faktor seperti seperti penurunan kesuburan tanah, pembukaan lahan, penurunan kualitas air dan kerusakan sumber daya alam lainnya.
Jurang kebutuhan pangan dengan produksi yang dihasilkan inilah yang disebut dengan fenomena “Food Gap”. Ini sesuai dengan teori Thomas Robert Malthus (1766””1834) yang mengatakan bahwa laju pertambahan penduduk meningkat berdasarkan deret ukur, sedangkan produksi pangan berdasar deret hitung.
Apa yang terjadi ketika pola makan menjadi cenderung ke arah urban? Terjadi pembukaan lahan besar-besaran untuk peternakan, yang pada akhirnya menyebabkan efek rumah kaca, penurunan kesuburan tanah, penggunaan air yang mubazir, dan perubahan iklim.
Hal ini jugalah yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi pangan, terutama buah-buahan dan sayur-sayuran yang semakin tidak diminati masyarakat, namun dibutuhkan.
“Ternyata pola makan kita bukan hanya tentang diri kita sendiri, tapi juga tentang orang lain. Ini yang harus kita sadari,” tambahnya.
Menurut Satrio, manusia harus mengubah pola makan dengan lebih mengedepankan makanan-makanan nabati seperti buah dan sayuran. Serta tidak mengkonsumsi makanan berbasis hewan dengan berlebihan.
Selain itu, ia juga menyarankan pemerintah membuat semacam food hall murah di setiap daerah untuk menjual produk-produk pangan lokal.
Selain mencegah mafia pangan, hal ini juga berguna untuk meningkatkan penyerapan produksi pangan lokal, agar tidak mubazir dan menghasilkan keuntungan yang lebih bagi petani.
FAHRUL ANWAR