Pertumbuhan Bisnis Online Mulai Gerus Bisnis Offline

Mall di Dubai. (Foto : ilustrasi/Youngsters.id)

youngster.id - Perkembangan belanja online telah mempengaruhi pertumbuhan usaha ritel yang dijalankan secara offline. Tidak hanya pelaku usaha, kondisi tersebut juga berdampak pada menurunnya pertumbuhan bisnis penyewaan tempat perbelanjaan ritel offline seperti mall.

Demikian diungkapkan Ketua Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, belum lama ini di Jakarta,. Menurutnya, bisnis online saat ini masih di bawah 1% dan diprediksi akan tumbuh 3% dalam waktu dekat.

Namun sebelum itu terjadi, pelaku usaha pusat perbelanjaan perlu melakukan beragam inovasi untuk menciptakan experience agar orang lebih suka berbelanja secara offline.

Faktor lain yang membuat bisnis offline semakin tertekan adanya kebijakan wajib lapor bagi pemakai kartu kredit. Hal itu justru akan menurunkan orang dalam memakai kartu kredit karena tidak mau terdeteksi telah melakukan belanja apa saja.

Penasehat Hippindo, Handaka Santosa menambahkan, pertumbuhan bisnis penyewaan sejak tahun 2015 telah mengalami penurunan dari target yang diharapkan. Pada tahun tersebut sebelumnya pertumbuhan diprediksi mencapai 20%, tapi ternyata hanya tercapai single digit. Bahkan target tahun 2016 diperkirakan hanya akan tumbuh 8% saja.

“Kalau dilihat dari jumlah penyewa sebenarnya flat, tapi kalau dilihat dari inflasi seharusnya valunenya tumbuh, tapi ini ternyata turun,” ungkap Handaka.

Untuk keluar dari kondisi tersebut, dengan Hippindo akan menciptakan pusat perbelanjaan tidak hanya sekedar berjualan, tapi juga menciptakan eksperience bagi pembelinya, sehingga masih konsumen kembali retailer offline di pusat-pusat perbelanjaan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan.

“Dan yang mesti diingat, pentingnya retailer 60% pertumbuhan ekonomi didrive dari konsumsi domestik. Ekperience dalam berbelanja, para retailer bukan melulu berjualan, tapi juga menciptakan ekperience,” tegas Handaka.

Menurut Budiharjda, berdirinya Hippindo diharapkan menjadi solusi kepada para penyewa agar usahanya tetap ramai. Hippindo nanti akan mengumpulkan data kenapa orang mulai enggan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan.

Hippindo resmi berdiri pada 8 Juni 2016 dengan anggota lebih kurang 800.000 tenaga kerja. Asosiasi ini melibatkan beberapa pelaku ritel seperti, Hammer, Pojok Busana, Marco Group, Hero Group, Kawan Lama, Johnny Andrean, Boga Group, Delami Brands, MAP, Buccheri, Indahtex Group, Erafone, Yongki Komaladi, Ranch Market, Hoha Hoka Bento, Funworld, dan Sunny Side Up.

“Dengan melibatkan semua pihak terkait kita akan mendapatkan gambaran lengkap mengenai apa yang terjadi dan langkah-langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh masing-masing pihak tersebut untuk bisa memajukan usaha di pusat perbelanjaan,” urai Budihadjo.

STEVY WIDIA

Exit mobile version