youngster.id - Indonesia adalah salah satu pasar industri game terbesar di dunia. Berdasarkan laporan We Are Social, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain video game terbanyak ketiga di dunia. Laporan tersebut mencatat ada 94,5% pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia yang memainkan video game per Januari 2022.
Ternyata, bermain game kompetitif dapat membantu pelajar mengembangkan kepribadiannya. Riset yang dilakukan Tim Cognition, Affect, and Well-Being Laboratory (CAW Lab) Fakultas Psikologi UI bersama MABAR.com menunjukkan hal itu.
Dalam penelitian itu didapati dengan dukungan dan wadah yang baik, bermain game kompetitif atau esport, bisa jadi sarana aktualisasi diri, sekaligus membentuk identitas pelajar cerdas berkarakter, serta mendorongnya menjadi pelajar Pancasila.
“Setidaknya ada empat aspek kognitif dan psikologis utama dimana pelajar competitive gamer lebih unggul dibandingkan grup lainnya,” kata Dr. Dyah T. Indirasari, M.A, psikolog dan Ketua Tim Peneliti dari CAW Lab Fakultas Psikologi UI dalam keterangannya, Rabu (7/9/2022).
Dalam pemaparan hasil riset, Dyah mengungkapkan, aspek yang unggul pertama adalah kontrol respon yang membuat orang lebih fokus. Aspek kedua adalah akurasi yang jauh lebih tinggi. Ketiga, kemampuan regulasi emosi yang lebih baik. Dan, keempat adalah kepribadian yang tidak impulsif dan tidak rentan stres.
Ketua CAW Lab Fakultas Psikologi UI Agnes Nauli S.W. Sianipar, M.Sc., Ph.D. menambahkan, aspek-aspek tersebut merupakan bekal yang kuat dalam mengembangkan kepribadian yang baik bagi individu.
“Aspek kognitif seperti fungsi kontrol respons, juga merupakan hal yang mendasar dalam berbagai proses belajar akademik, olahraga, dan musik,” ujarnya.
Agnes mengatakan, saat ini terdapat anggapan bahwa generasi muda sekarang adalah generasi yang lembek. Meski begitu, menurutnya, mereka menemukan bahwa esports justru dapat meningkatkan grit pelajar.
“Dalam psikologi, grit dapat ditingkatkan bila seseorang memiliki tujuan, minat terkait tujuan tersebut, dan usaha yang kuat. Ketiga aspek tersebut terdapat di esports. Hasil riset juga menunjukkan bahwa grit dapat meningkatkan kemampuan regulasi emosi melalui esports,” imbuhnya.
Sementara, Aziz Hasibuan, CEO dan Co-Founder Mabar.com mengatakan, wadah esports dapat menjawab kekhawatiran orangtua maupun guru terkait dampak bermain game. Kata Aziz, ada sejumlah perbedaan mendasar dari bermain game secara kompetitif dan kasual.
Dalam game kompetitif atau esports, sebuah tim pelajar perlu bekerja sama, menjalankan strategi, dan mengasah akurasi, dimana aspek-aspek tersebut dinilai kurang terasa pada pemain kasual.
Aziz pun merekomendasikan, berdasarkan riset ini, sekolah dapat melakukan intervensi pada minat bermain game pelajar dengan memfasilitasi dan menjadikan sekolah sebagai Esports Development Center untuk Student Athlete.
“Dengan demikian, pelajar bisa memahami bagaimana mengarahkan hobinya bermain gim untuk mengembangkan karakternya, bukan sekadar kebutuhan hiburan,” kata Aziz.
STEVY WIDIA
Discussion about this post