youngster.id - Perusahaan penyedia aplikasi transportasi online Uber melaporkan kerugian mencapai US$ 8,5 miliar atau setara sekira Rp 116,2 triliun sepanjang tahun 2019 lalu. Adapun untuk kuartal IV 2019 saja, Uber menderita kerugian mencapai US$ 1,1 miliar.
“Kami menyadari bahwa era pertumbuhan dengan segala upaya sudah berakhir. Di dunia di mana investor semakin menuntut tidak hanya pertumbuhan, namun juga pertumbuhan beserta laba, kami dalam posisi yang baik untuk menang dengan inovasi yang berkelanjutan, eksekusi yang baik, dan skala platform global yang tak tertandingi,” kata Dara Khosrowshahi CEO Uber yang dilansir CNN, Jumat (7/2/2020).
Sebelumnya Uber menciptakan ‘tren’ mengumpulkan dana miliaran dollar AS dari investor dan ‘membakarnya’ guna mengejar pertumbuhan yang pesat di seluruh dunia. Akan tetapi, kini Uber tampaknya sudah menyadari bahwa era bakar duit sudah berakhir dan pendekatan bisnis harus diubah.
Dalam konferensi video dengan para analis, para petinggi Uber mengemukakan ekspektasi dalam mencapai laba pada akhir 2020. Sebelumnya mereka menyebut Uber akan mencapai laba pada tahun 2021.
Sejak melantai di bursa pada Mei 2019 lalu, Uber menderita kerugian US$ 1 miliar atau lebih dalam setiap kuartal. Ini termasuk kerugian terbesar, yakni US$ 5,2 miliar pada kuartal II 2019.
Dari angka kerugian tersebut, sebesar US$ 3,9 miliar terkait dengan beban penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO). Adapun kerugian Uber pada kuartal IV 2019 merepresentasikan kenaikan 24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun demikian, Uber membukukan pendapatan US$ 4 miliar pada kuartal IV 2019, melonjak 34% dibandingkan kuartal IV 2018.
STEVY WIDIA