youngster.id - Yellow.ai platform otomatisasi total experience (TX), menghadirkan teknologi asisten virtual untuk mengubah pengalaman pelanggan, khususnya di Indonesia.
CEO dan Co-Founder Yellow.ai, Raghu Ravinulata menguatkan, teknologi asisten virtual ini merupakan pengembangan lanjutan dari sistem bot yang telah berkembang sebelumnya.
“Jika bot obrolan dan suara ingin tetap bertahan, teknologi ini harus bekerja jauh lebih baik lagi. Di situlah Asisten Virtual Tingkat Lanjut atau yang kami sebut Dynamic AI Agents masuk ke dalam ruang lingkup ini,” kata Raghu dalam keterangan tertulis, Senin (4/4/2022).
Menurut Raghu, penggunaan bot kerap kali tidak efektif, salah satunya dipicu oleh biaya. Pihaknya menemukan, perusahaan di dunia menghabiskan US$1,3 triliun untuk dukungan pelanggan setiap tahunnya.
Dengan menawarkan keamanan, kenyamanan, intuitif, bahkan empati, Asisten Virtual Tingkat Lanjut dapat merevolusi pengalaman pelanggan karena menjadi bagian inti dari melakukan bisnis di era serba terhubung saat ini. Teknologi ini akan membawa keterlibatan hiper-personalisasi dengan pelanggan ke tahap yang lebih tinggi.
Selain itu, teknologi respons suara interaktif (IVR) juga tidak terlalu digemari oleh pelanggan. Dari 400+ miliar panggilan tahunan yang dilakukan, hanya 3% pelanggan yang melaporkan hasil IVR yang memuaskan. Namun, bot yang cukup canggih dapat membantu memperbaiki kekurangan tersebut dengan mengurangi waktu tunggu dan merampingkan transaksi. Hal ini kemudian akan makin didorong oleh Asisten Virtual Tingkat Lanjut yang dapat memberikan kemudahan yang lebih jauh dari itu.
Adapun Asisten Virtual Tingkat Lanjut sendiri didukung oleh kombinasi NLP, semantik, dan teknik pembelajaran mendalam atau deep learning. Dengan ini, Asisten Virtual Tingkat Lanjut memiliki implikasi luas untuk perusahaan global, membuka jalan baru untuk memberikan keterlibatan terpersonalisasi dengan basis konsumen yang jauh lebih luas.
Tujuannya adalah agar Asisten Virtual Tingkat Lanjut pada akhirnya dapat melakukan lebih banyak fungsi kognitif. Contohnya, jika seorang pelancong ingin menjadwal ulang penerbangan mereka, bot masih mampu untuk menangani transaksi tersebut. Namun, jika pelancong itu menginginkan jaminan tentang protokol Covid di maskapai penerbangan, dibutuhkan respons yang lebih bersifat empati, suatu hal yang tidak dapat diberikan oleh bot untuk saat ini.
Sebagai gantinya, bot mungkin hanya mampu mengoceh terkait daftar persyaratan masker dan vaksin, sedangkan Asisten Virtual Tingkat Lanjut dapat mengenali bahwa ini adalah area yang lebih cocok untuk interaksi antarmanusia dan menghubungkan pelanggan dengan seseorang dengan mulus.
STEVY WIDIA