youngster.id - Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi Indonesia. Kondisi tersebut di perburuk dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan. Sesungguhnya jika dikelola sampah masih memiliki nilai ekonomis dan membuat lingkungan jauh lebih bersih dan nyaman.
Baru-baru ini laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, Indonesia akan menghasilkan sampah sekitar 66-67 juta ton di tahun 2019. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 64 juta ton.
Bahkan, berdasarkan data The World Bank tahun 2018, 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1,27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton, dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik. Ini sungguh kondisi yang memprihatinkan.
Permasalahan ini pun semakin bertambah rumit di wilayah urban. Jumlah penduduk serta struktur jalan yang semakin padat menyebabkan sulitnya proses penguraian sampah. Persoalan ini telah mendorong banyak pihak untuk berbuat sesuatu dan memberi solusi. Salah satunya adalah Adi Saifulah Putra yang mendirikan platform daur ulang sampah bernama MallSampah.
Ya, berbeda dengan platform berbasis lingkungan lain, Mallsampah ini dapat mempertemukan penjual dan pembeli sampah dengan beragam model dan layanan, seperti Jual Sampah, Buang Sampah, hingga layanan zero waste seperti gerakan mendaur ulang sampah untuk komunitas, instansi atau individu.
“Kami mencoba menciptakan suatu sistem dimana masyakat tidak usah pusing lagi dimana harus membuang sampah atau barang bekas itu sendiri. Dengan cara menciptakan layanan untuk menjual dan mendaur ulang sampah melalui online,” papar Adi, CEO Mallsampah saat ditemui youngster.id di Jakarta.
Pemuda asal Pulau Muna, Kendari Sulawesi Tenggara ini mengaku ingin mengubah persepsi masyarakat akan sampah. Dari barang yang tak berguna menjadi bernilai ekonomis. Sekaligus mengurangi masalah sosial, yaitu lingkungan yang kotor dan tidak nyaman.
“Masyarakat pada umumnya melihat sampah sebagai sesuatu yang kotor, jijik dan tidak bernilai sama sekali. Kami memilih untuk mengubah pola pikir itu. Dengan teknologi, sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi,” ujar Adi.
Dengan menggunakan nama Mallsampah, Adi pun mulai mengampanyekan aktivitas jual beli sampah yang relevan terhadap isu lingkungan, serta berdampak terhadap kehidupan sosial para pengepul dan pemulung. Terutama di kota tempat dia tinggal, Makassar.
Diklaim Adi, saat ini ada 20-50 transaksi harian sampah dengan rata-rata penjualan di atas Rp 20 ribu. “Perkiraan sampah yang berhasil kami kelola sejauh ini di atas 10 ribu kg,” katanya.
Dari Kost
Alumni Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar ini awalnya tidak berencana untuk terjun sebagai sosiopreneur. Namun masalah sampah di lingkungan sekitar yang mendorong dia untuk berbuat sesuatu.
“Ide mendirikan Mallsampah ini datang ketika saya tinggal kost saat kuliah. Tempat kost saya dekat dengan tempat pembuangan sampah. Hampir setiap hari bau yang tidah enak selalu tercium. Apalagi tempat tinggal saya nge-kost waktu itu berada di lingkungan yang sulit dijangkau oleh truk pengangkut sampah milik pemerintah kota Makassar. Sehingga, warga pun terbiasa untuk menimbun dan mengurai sampah mereka sendiri,” kisahnya.
Adi yang aktif berkegiatan sosial semasa kuliah mengamati kebiasaan warga tersebut. Lalu terlintas ide bahwa kebiasaan masyarakat di lingkungan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bisnis “simbiosis mutualisme” yang potensial bila dipertemukan dengan pihak yang tepat. Ia lalu melakukan riset dan mengikuti kegiatan seminar bisnis berbasis gerakan peduli lingkungan dan gerakan hijau. Dari sana, Adi mulai memikirkan konsep marketplace pembuangan sampah, yang memungkinkan pihaknya mempertemukan pengepul/pemulung dengan pemilik sampah di lingkungan sekitarnya.
“Akhirnya tahun 2015 lalu saya dirikan recycling platform atau pendeknya platform jual beli sampah online yang saya beri nama MallSampah. Jadi melalui platform ini masyarakat bisa menjual secara online sampah rumah tangganya yang telah dipilah. Kebetulan, tahun 2015 lagi booming marketplace. Jadi saya mencoba hubungkan ide tersebut dengan industri sampah ke e-commerce, jadilah MallSampah,” tutur anak ketiga dari empat bersaudara ini.
Nama Mallsampah sendiri dipilih karena dianggap mewakili keseluruhan konsep dari layanan mereka, yaitu sebuah platform yang dapat mempertemukan penjual dan pembeli sampah dengan beragam model dan layanan. Tetapi tantangan terbesar di awal pembuatan platform ini adalah teknologi. “Saya bukan orang IT, yang tidak tahu coding. Di sisi lain, saya juga kurang paham tentang proses daur ulang,” katanya.
Kemudian, Adi bertemu dengan Muhammad Faris, mahasiswa informatika UMI yang akhirnya menjadi co-founder Mallsampah. Keduanya selain membangun platform juga melakukan riset langsung ke para pengempul dan pemulung. Hingga akhirnya Mallsampah diluncurkan pada tahun 2015.
“Saya senang karena kehadirnya platform MallSampah menjadi peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan lewat aktivitas jual beli sampah yang relevan terhadap isu lingkungan. Dampaknya bisa turut dirasakan, terutama dalam kehidupan sosial bagi para pengepul dan pemulung terutama dalam memperbaiki dan menambah perekonomian mereka,” ungkapnya.
Dijelaskan Adi, layanan MallSampah meliputi lima hal. Pertama, jual sampah, yaitu layanan untuk menjual sampah dengan cara memesan ke pengepul terdekat untuk menjemput dan membeli sampah. Kedua, donasi sampah, yaitu layanan untuk mendonasikan sampah secara gratis kepada pemulung untuk didaur ulang. Ini biasanya untuk sampah dalam jumlah sedikit. Ketiga, gerakan hijau, yaitu layanan program daur ulang sampah untuk komunitas atau instansi. Keempat, produk hijau, yaitu layanan yang merupakan marketplace untuk produk-produk daur ulang dan ramah lingkungan. Kelima, zero waste, yaitu layanan premium bulanan MallSampah dengan menyediakan wadah sampah (kotak daur ulang) yang terhubung dengan sistem MallSampah. Semua sampah yang dimasukkan ke dalam kotak daur ulang itu akan dijemput oleh pengepul untuk didaur ulang, sehingga tidak menyisakan sampah untuk dibuang.
Monetize
Tantangan yang juga dihadapi Adi adalah edukasi dan pemahaman akan Mallsampah kepada para mitra, yang terutama adalah pengepul dan pemulung. Adi mengaku, dalam dua bulan pertama mereka tidak berhasil mendapatkan mitra yang bersedia bergabung.
“Kami menyisir Makassar dari ujung ke ujung untuk mengedukasi dan memberi pemahaman terlebih dahulu kepada mereka tentang MallSampah, sebelum akhirnya tertarik bergabung sebagai mitra. Perlahan dari pengepul yang sudah bergabung merekomendasikan ke pengepul lain hingga akhirnya efektif untuk merekrut pengepul mitra,” kisah Adi lagi.
Sebelum ada MallSampah, pengepul dan pemulung biasanya menghabiskan 6-8 jam sehari hanya untuk berkeliling mencari sampah. Mereka juga tidak tahu tempat yang tertarik menjual atau memberikan sampah mereka. Dengan adanya MallSampah, mereka cukup menunggu orderan yang masuk sehingga lebih praktis, mudah, serta menghemat waktu, tenaga, dan uang mereka. Selain itu, pemasukan mereka meningkat dari sebelumnya.
Melalui Mallsampah, Adi lalu mengumpulkan pemulung dan pengepul sampah kecil ke dalam satu jasa layanan digital yang menawarkan solusi dari segala aspek pengolahan sampah. Dengan bantuan tenaga mereka, Mallsampah menghadirkan tiga layanan pengelolaan sampah meliputi Jual Sampah, Buang Sampah, hingga layanan zero waste (gerakan mendaur ulang sampah untuk komunitas, instansi atau individu) bernama Gerakan Hijau.
Seluruh layanan tersebut memiliki pola yang sama, di mana pihak Mallsampah akan menghubungkan pemilik sampah dengan pengepul dan pemulung terdekat agar lebih mudah dalam menjual dan mengelola sampah. Seluruh proses tersebut melibatkan interaksi data secara digital dan didukung infrastruktur memadai agar dapat diakses secara online.
Seiring berjalannya waktu, Adi melihat bahwa kegiatan ini tak sekadar sosial tetapi bisa dijadikan bisnis. Setelah mempelajari dan mengikuti berbagai seminar wirausaha, ia mendapat insight bahwa bisnis kesehatan lingkungan punya masa depan yang cerah. Di sisi lain, kehadiran startup satu ini turut memberikan dampak yang lebih besar kepada lingkungan sekitar, yaitu dapat meningkatkan angka daur ulang maupun dapat menyejahterahkan para pengepul sampah.
“Memang MallSampah sendiri bukan NGO. Jadi kami ini make money untuk sustain. Kami mencoba bisnis ini harus profit dan menciptakan dampak yang lebih besar karena kami bisnis dan meningkatkan angka daur ulang. Bisa menyejahterahkan para pengepul lokal dan bisa menjadi sebuah bisnis yang sustain,” ungkapnya.
Adi dan timnya juga memberikan seragam berupa rompi dan topi MallSampah serta pelatihan, sehingga mereka akan lebih profesional ketika melayani pelanggan. “Visi kami adalah meningkatkan martabat dan kesejahteraan hidup mereka, karena mereka adalah kunci rantai daur ulang di Indonesia,” ujarnya.
Untuk monetize, menurut Adi Mallsampah, menerapkan model sharing economy. Namun dia enggang mengungkap revenue yang mereka dapatkan. Termasuk pembiayaan dari angel investor, dan dari layanan premium Zero Waste Office dan Zero Waste Home.
Berkat upaya keras startup di bawah bendera PT Mallsampah Indonesia ini, Adi berhasil meraih sejumlah penghargaan, termasuk Indonesia Green Award 2018 dan ASEAN Rice Bowl Startup Awards untuk kategori Most Social Impact Startup di Malaysia 2017.
Saat ini sudah 1.500 hingga 2.000 pengguna aktif dan terdapat sebanyak 100 mitra pengepul sampah setiap bulannya yang menggunakan platform besutannya ini di wilayah Sulawesi Selatan. “Saat ini baru kota-kota di Sulawesi yang memanfaatkan platform ini. Ke depan, kami ingin bisa menjangkau ke Indonesia Timur lainnya,” ujarnya.
Selain itu, target ke depan, Adi akan memberdayakan lebih banyak pengepul dan pemulung di Makassar ataupun kota-kota lain di Indonesia. Tahun ini, ia mempunyai target merekrut 1.000 mitra pengepul dan meluncurkan aplikasi versi Android dan iOS. Adi berharap dapat membuka layanan MallSampah di Jakarta dan kota-kota lain di Pulau Jawa.
“Rencana ke depannya, kami akan menghadirkan Mallsampah ke dalam aplikasi di bulan Juli 2019 ini. Hal ini kami lakukan supaya memungkinkan layanan kami bisa dipesan lewat aplikasi layaknya kebutuhan transportasi on-demand,” ucapnya.
Menurut Adi, ekosistem dari bisnis berbasis sampah ini masih perlu dibangun. Saat ini sejumlah daerah punya layanan sendiri seperit Sampah Muda di Semarang, MallSampah di Makassar, CleanUp di Pontianak, Mulung di Jakarta, dan sebagainya. “Kehadiran semua ini sangat membantu dalam memberikan edukasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Adi menempatkan MallSampah sebagai platform sircular untuk ekonomi. “Jadi hasil dari kami ujung-ujungnya adalah sampah diolah jadi bahan baku kembali. Jadi, tujuan kami hadir untuk memberikan akses bagi masyarakat untuk belajar dan memilah sampahnya sehingga proses daur ulang itu jadi meningkat dan sampah plastik pun semakin lama semakin berkurang,” pungkasnya.
=======================
Adi Saifulah Putra
- Tempat Tanggal Lahir : Pulau Muna, Kendari 15 Oktober 1994
- Pendidikan : Master bidang Hukum Lingkungan, Universitas Muslim Indonesia Makassar
- Nama Usaha : Mallsampah
- Mulai Usaha : 2015
- Jabatan : Founder & CEO Mallsampah
- Modal Awal : sekitar Rp 500 ribu
- Jumlah Tim : 7 Orang
- User : sekitar 2.000 users aktif setiap bulan
Prestasi :
- Indonesia Green Award 2018
- ASEAN Rice Bowl Startup Awards 2017 untuk kategori Most Social Impact Startup di Malaysia
===========================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post