youngster.id - Bagi pembaca buku Laskar Pelangi, tentu tidak asing dengan tokoh Lintang, murid paling pintar di Kampung Belitong yang akhirnya putus sekolah. Tokoh ini ternyata telah menginspirasi beberapa orang untuk bisa membantu anak-anak yang senasib dengan Lintang untuk meraih kembali cita-citanya.
Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan masih banyak anak Indonesia yang tidak melanjutkan sekolah. Jumlahnya diperkirakan ada 822.177 anak di tahun 2016. Angka ini jauh menurun dibanding tahun 2014 yang mencapai 1.186.475. Meski demikian, jumlah itu tetap saja memprihatinkan.
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang digelar BPS pada Maret 2016, dari total anak usia sekolah yang tidak sekolah, 23,09% adalah anak miskin.
Sejatinya, ada banyak program yang turut mendukung penurunan angka tersebut, baik yang diinisiasi Pemerintah maupun swasta. Salah satunya adalah Yayasan Ayo Lanjut Sekolah yang digagas oleh Dedi Kusma Wijaya pada tahun 2015. Yayasan ini menggerakan masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam pembiayaan pendidikan bagi anak-anak di daerah terpencil untuk dapat melanjutkan sekolah.
“Kami berkomitmen untuk menyiapkan pemimpin masa depan yang lahir dari desa-desa terpencil dengan cara memberikan pendidikan yang baik di tempat yang dekat dengan pusat kemajuan dan memberikan pendampingan yang memadai agar mereka dapat memaksimalkan potensinya,” kata Dedi, founder Yayasan Ayo Lanjut Sekolah kepada youngster.id.
Pria kelahiran 22 Agustus 1986 ini ingin memutus mata rantai kemiskinan lewat pendidikan. Pasa;nya, menurut Dedi, pendidikan adalah salah satu cara untuk membukakan pintu yang selama ini tertutup. “Awal menyekolahkan satu anak, sekarang enam anak. Kalau banyak orang melakukan hal seperti ini, kelak kita lihat ratusan pemimpin, direktur BUMN, di bank, itu orang-orang desa. Jadi mereka bisa balik ke desa dan membangun desa dengan cara yang lain,” ucap Dedi.
Yayasan ini resmi berdiri pada tahun 2015, namun jauh sebelum itu Dedi telah mulai menyekolahkan anak-anak dari desa sejak tahun 2013. Kini Ayo Lanjut Sekolah telah membiayai 7 orang anak hingga mereka menyelesaikan pendidikan penuh. “Yang kami biayai secara full dan sudah ada dua anak yang lulus SMA. Target kami akan menambah paling tidak satu anak setiap tahunnya,” ucap Dedi.
Yayasan ini memasilitasi donator, baik perseorangan maupun donator perusahaan, melalui platform KitaBisa.com. Karena selain anak yang disekolahkan, yayasan ini juga memasilitasi kegiatan Camp Lanjut Sekolah yang membawa sejumlah anak-anak dari desa-desa terpencil untuk mendapatkan pelatihan kepemimpinan di Jakarta.
“Mereka umumnya berasal dari daerah terpencil. Bisa dibilang mereka adalah orang-orang pertama dari desanya yang pernah menginjakkan kaki ke Jakarta,” ujarnya sambil tertawa.
Menurut Dedi, selain membuka wawasan, kegiatan ini juga bisa memberikan harapan bagi anak-anak untuk bermimpi. “Saya tidak bisa mengubah dunia, tapi setidaknya saya bisa mengubah nasib satu anak,” ujarnya.
Mewujudkan Mimpi
Ketertarikan Dedi pada dunia pendidikan itu berangkat dari novel karya Andrea Hirata, Laskar Pelangi. “Saya sangat terkesan dan terhanyut dengan novel itu. Bahkan skripsi saya berdasarkan novel Laskar Pelangi. Dan yang membuat saya tidak lupa adalah bittersweet yang ada di novel itu, dimana tokoh Lintang anak paling pintar di sekolah itu harus putus sekolah. Lalu Saya sadar, saya berada di posisi bisa menulis ulang kisah itu dengan membuat akhir yang lebih bahagia, yakni dengan cara membantu anak-anak yang seperti Lintang,” ungkap Dedi.
Kesadaran itu timbul ketika Dedi terlibat dalam kegiatan Indonesia Mengajar di tahun 2010. Oleh ketika itu, dia ditugaskan menjadi pengajar muda di SD Kristen Wadankou, Maluku Tenggara Barat selama satu tahun. Selama di sana dia mendapati kehidupan masyarakat yang masih tertinggal. Tidak ada listrik ataupun sinyal telepon, membuat informasi dari luar sangat minim.
Selain itu, yang memprihatinkan Dedi bertemu dengan anak-anak yang engan bersekolah. Maklum, sekolah dengan 110 murid itu hanya punya sedikit guru. Dan jika salah satu guru pergi ke kota kecamatan, maka murid-murid bisa ditinggal sampai berminggu-minggu. Tetapi, di sekolah inilah dia bertemu dengan Nindy Rahakbau, murid yang menunjukkan semangat belajar dan kepercayaan diri yang tinggi.
“Di desa itu, ketika itu fasilitas listrik pun tidak ada. Jadi barang seperti kamera ataupun laptop terlihat sangat aneh sekaligus menakutkan. Namun Nindy memberanikan diri untuk belajar sampai dia menjadi fotografer saya selama di sana. Itu sangat berkesan buat saya,” ungkap Dedi.
Di akhir masa tugasnya, Dedi memberanikan diri untuk mengambil tanggung jawab menyekolahkan Nindy ke jenjang pendidikan selanjutnya. Dedi bertekad untuk membantu Nindy mewujudkan mimpinya untuk bersekolah yang tinggi sehingga kelak dapat berkontribusi untuk kemajuan desanya.
Setelah meminta persetujuan ibunya dan juga masyarakat desa, Dedi mencari donatur dan sekolah yang bersedia menerima Nindy. Berkat dukungan berbagai pihak, Nindy akhirnya terbang jauh ke Kota Malang untuk melanjutkan pendidikan.
Selain mencari donatur, Dedi juga berkomitmen untuk menjadi mentor bagi Nindy. Ia secara intens memonitor perkembangan pendidikan Nindy dan juga membimbing dan memotivasi Nindy yang membutuhkan adaptasi cukup besar dalam hidup di lingkungan yang baru. Dedi juga melibatkan rekan-rekannya untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan Nindy selama proses persekolahannya, baik dalam bentuk materi maupun dukungan moril.
“Tantangan terbesar adalah ketika anak ini putus asa, belum bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru atau kangen dengan rumah. Di sini sebagai mentor saya harus memberi dukungan dan membangkitkan kembali semangatnya,” aku Dedi yang telah mendampingi Nindy hingga selesai SMA.
Anak Cemerlang
Berangkat dari kisah Lanjut Sekolah Nindy, Dedi dan beberapa teman berinisiatif untuk menyebarkan cerita tentang Nindy dan mengembangkan konsep Lanjut Sekolah. Konsep ini secara sederhana dijelaskan sebagai “proyek” mengajak orang yang pernah berinteraksi secara intensif dengan anak-anak di daerah terpencil untuk menjadi mentor bagi salah satu anak cemerlang, sambil secara bersamaan mengundang orang-orang untuk berkontribusi dalam pembiayaan pendidikan dan juga pengembangan diri anak-anak ini.
Selama dua tahun ide gerakan Lanjut Sekolah dipresentasikan secara informal ke berbagai kalangan, dan juga secara formal di beberapa kegiatan. Ide Lanjut Sekolah juga diikutsertakan di dalam dua kompetisi ide yang prestisius, dengan hasil akhir yang juga lumayan memuaskan: finalis AusAid-Kopernik Social Innovator Award dan finalis Apa Idemu Pertamina. Prestasi ini mendorong para penggerak Lanjut Sekolah untuk mengeskalasi skala dari gerakan ini.
Setelah melalui usaha yang konstan sepanjang tahun, di awal tahun ajaran 2014/2015 ada beberapa anak yang berangkat dari daerahnya untuk bersekolah di sekolah berkualitas yang disiapkan oleh mentornya. Tiga di antaranya secara resmi bergabung dalam naungan Lanjut Sekolah: Alfonsina Melsasail (Foni) dan Liberata Ongirwalun (Liny) dari Kepulauan Tanimbar, Maluku; dan Paskalina Dogopia (Paska) dari Distrik Waghete, Kabupaten Paniai, Papua.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban dari meningkatnya jumlah dana yang dikelola dan juga untuk meningkatkan legitimasi dari kegiatan Lanjut Sekolah, para pegiat di gerakan ini memutuskan untuk membentuk badan hukum dalam bentuk yayasan. Karena itulah di tahun 2015 dibentuklah Yayasan Ayo Lanjut Sekolah sebagai bentuk formal dari Gerakan Lanjut Sekolah.
Yayasan ini tak sekadar membiayai, tetapi turun mendampingi anak-anak tersebut dengan menyiapkan mentor. Sebab, menurut Dedi, anak-anak itu bukan hanya menyelesaikan institusi pendidikan tapi mengembangkan diri, menjadi anak yang mandiri, punya akar di desa tapi punya wawasan luas.
“Jadi kami mencari anak cemerlang, anak yang pintar dan berjiwa kepemimpinan, serta punya mimpi. Mereka akan didampingi oleh seorang mentor yang berkomitmen untuk terus mendampingi anak ini sampai menyelesaikan pendidikan. Jadi kami memasilitasi anak, mentor dan donator,” jelas Dedi.
Tak hanya itu, mentor merupakan wali resmi untuk anak-anak di sekolah. “Karena sebagaian besar orangtua anak-anak kan jauh, beberapa daerah gak bersinyal, jadi mentor ini yang berhak nerima raport. Jadi mentor ini pengganti orangtua,” terang anak sulung dari tiga bersaudara ini.
Pria yang juga bekerja sebagai Senior Consultant Price WaterhouseCooper Consulting ini memiliki mimpi untuk yayasan yang dibangunnya ini. “Agar kita itu punya lebih banyak anak lagi yang bisa kita sekolahkan. Dan yang paling penting makin banyak orang yang melakukan inisiatif ini di luar Lanjut Sekolah. Bukan kita yang paling besar tapi semangat ini yang paling besar. Ketemu anak desa terus banyak orang mau sekolahin. Itu jangka pendek. Kalau jangka panjang, saya pengen suatu hari nanti anak-anak ini sudah jadi memimpin dan bisa membanggakan desa mereka,” tutup Dedi tersenyum.
===================================
Dedi Kusuma Wijaya
- Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 22 Agustus 1986
- Pendidikan Terakhir : S2 Universitas Edinburg, Skotlandia
- Usaha : Yayasan Lanjut Sekolah
- Mulai : 2015
- Jumlah Anak Yang Disekolahkan : 7 oran
- Relawan : 15 orang
Prestasi :
- Finalis AusAid-Kopernik Social Innovator Award
- Finalis Apa Idemu Pertamina
=================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post