Dhamar Perbangkara : Memanfaatkan Limbah Kayu Untuk Menghargai Alam

Dhamar Perbangkara, Founder & CEO Gauri Art Division (Foto: Stevy Widia/Youngsters.id)

youngster.id - Kerajinan kayu (woodcraft) bagi masyarakat Indonesia merupakan produk yang sudah lama ditekuni dan menjadi salah satu kekayaan seni kriya yang dikenal hingga ke mancanegara.  Tak hanya kayu dari alam, kayu limbah (sisa kayu) pun ternyata masih bisa dimanfaatkan menjadi produk bernilai tinggi.

Di Indonesia sangat melimpah ketersediaan bahan baku kayu, di setiap daerah mempunyai kayu-kayu yang khas dan bisa diolah menjadi barang kerajinan dengan kualitas baik. Sayangnya, kayu seperti mahoni, jati, atau pinus tidak semuanya habis diolah. Padahal pohon-pohon itu butuh waktu untuk tumbuh.

Kondisi inilah yang menggerakan Dhamar Perbangkara untuk terjun menjadi pengusaha handicraft berbahan limbah kayu dengan label Gauri Art Division.

Usaha pengolahan limbah kayu ini dia bangun di Denpasar, Bali sejak tahun 2015. Limbah kayu yang dimaksud adalah sisa olahan kayu yang banyak berserakan di sejumlah workshop pengrajin di Bali. Menurut Dhamar kayu-kayu itu dibuang atau dijadikan kayu bakar. Padahal itu berasal dari pohon-pohon berkualitas baik, seperti pohon Jati.

“Kami di sini bukan untuk ingin mengeksploitasi alam secara berlebihan. Tetapi kami memanfaatkan secara maksimal saja. Rasanya sayang jika melihat pohon yang tumbuhnya lama lalu sisa kayunya dibuang. Kenapa tidak kami manfaatkan menjadi barang yang bisa valueable dijual di pasaran,” ungkap Dhamar saat ditemui Youngsters.id di Jakarta.

Limbah kayu tersebut dia olah menjadi berbagai jenis handicraft berbentuk peralatan rumah tangga berbahan kayu. Mulai dari sumpit, sendok, piring, gelas, mangkuk hingga nampan dan beraneka bentuk kerajinan yang menarik. Menurut Dhamar, ada sekitar 200 jenis produk yang dibuat Gauri.

Menariknya lagi, lewat Gauri, Dhamar bisa memberdayakan puluhan ibu-ibu rumah tangga di Bali. “Kami menggunakan tenaga pengrajin dari kalangan ibu-ibu rumah tangga di sejumlah desa produksi Gauri. Pekerjaan ini bisa mereka kerjakan sambil menunggui atau mengasuh anaknya,” ujarnya.

Dengan konsep ini, mahasiswa dropout jurusan arsitektur Universitas Udayana ini memberanikan diri mengikuti kompetisi wirausaha The Big Start Indonesia yang diadakan oleh Blibli.com. Dan wirausaha yang mengedepankan pengolahan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat ini berhasil meraih juara kedua.

 

Jalan Kehidupan

Sejatinya, Dhamar memulai usahanya ketika anak pertamanya lahir tahun 2013. Nama Gauri sendiri diambil dari nama anaknya: Gusti Ayu Ngurah Agung Gauri Prabha. Menurut dia, Gauri itu berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti jalan kehidupan yang baik. Rupanya, lewat usaha ini dia tak hanya berharap bisa membangun usaha, tetapi juga bisa memberi jalan kehidupan bagi banyak orang.

“Segala hal dalam hidup itu didasari dengan menghargai alam dan lingkungan sekitar, entah itu terlihat atau tidak lebih banyak hal positif. Dengan usaha ini saya mencari keseimbangan dalam hidup,” ucap Dhamar.

Menariknya, awalnya Dhamar mendirikan Gauri sebagai usaha konsultan desain. Pasalnya, ketika itu Dhamar masih bekerja sebagai supervisor di sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang furnitur. Pekerjaan ini membawa pemuda asli Bali ini ke sejumlah tempat pengolahan kayu. Di sanalah dia mendapati tumpukan limbah kayu.

“Di Bali pabrik semacam itu banyak, karena terkait dengan pertumbuhan industri pariwisata.  Sisi positif ini jadi lapangan pekerjaan. Sisi negatif adalah limbah kayu. Limbah kayu di sini bukan berbahaya, tetapi sisa potongan kayu. Dan, saya merasa sayang, karena pohon itu butuh waktu lama untuk bisa jadi bagus, tapi setelah ditebang sisanya hanya dijadikan kayu bakar,” ungkap Dhamar.

Oleh pria yang aktif bermusik ini sisa-sisa kayu yang dia temui itu dikumpulkan di rumahnya. “Waktu itu belum kepikiran mau dibikin apa, hanya dikumpulkan saja karena sayang,” ujarnya.

Seiring berjalan waktu terbersit ide untuk mengolah kayu-kayu itu menjadi barang bisa bernilai. Apalagi menurut Dhamar, permintaan ekspor produk handicraft berbahan dasar kayu sangatlah tinggi. Dan ide itu terwujud melalui perkenalan Dhamar dengan Made Astina, seorang guru yang mengabdikan hidupnya untuk membantu pengrajin lokal. “Kami akhirnya bermitra. Saya buat desain, dan dia mengajarkan para pengrajin untuk membuatnya,” ungkapnya.

Pada tahun 2015, fokus Gauri pun berubah menjadi usaha di bidang handicraft. “Di Gauri kami mengusung konsep recycle, reduce, reuse. Saya berkeinginan orang-orang itu ‘sadar perlu’ bahwa kita memang tidak bisa membatasi diri untuk memerlukan yang namanya sumber daya alam. Tetapi ada baiknya kita lebih menghargai. Jangan dikasih gratis sama alam kita eksploitasi selebih-lebihnya,” tambah Gauri.

Dia memberi contoh, potongan kecil dari kayu itu bisa dijadikan sumpit, sendok teh atau garpu untuk cocktail. Dengan konsep Gauri, Dhamar juga ingin mengajak orang kalau bisa dalam membuat sesuatu tidak menggunakan bahan-bahan baru tetapi menggunakan bahan-bahan yang ada. “Biar kita jangan seenaknya sama alam,” tegasnya.

 

Melalui Gauri Art Division, Dhamar Perbangkara ingin memanfaatkan limbah kayu, sekaligus memberdayakan para pengrajin (Foto: Stevy Widia/Youngsters.id)

 

Banyak Belajar

Semula usaha ini dikerjakan Dhamar diam-diam. Maklumlah dia masih berstatus karyawan. Namun di tahun 2015 dia semakin serius menekuni usaha ini. Apalagi jumlah pesanan untuk produk peralatan makan berbahan kayu makin meningkat. Menurut Dhamar kebanyakan pesanan dari sejumlah restoran di Bali hingga permintaan ekspor ke luar negeri seperti Australia dan Hawai.

Untuk memenuhi pesanan, Dhamar pun menggalang kerjasama dengan para pengrajin perempuan. Pasalnya, produk Gauri 70% dikerjakan dengan tangan. Bahkan, untuk lapisan akhir mereka menggunakan bahan natural yaitu lapisan minyak zaitun.

“Karena produk kami digunakan untuk makan maka kami menggunakan bahan natural. Kami tidak menggunakan oil base atau water base dengan campuran kimia,” ungkap ayah satu anak itu.

Untuk bagian finishing ini, Gauri menggunakan tenaga pengrajin dari kaum ibu yang kemudian dibina untuk bisa menjadi pekerja paruh waktu. Menurut dia, ada belasan hingga puluhan ibu-ibu di daerah Tabanan, Ubud dan Klungkung yang terlibat dalam produksi Gauri.

“Mereka selain mendapatkan penghasilan juga mendapatkan pelatihan dari kami tentang kerajinan kayu,” ucap Dhamar. Dia mengaku merasa bahagia karena bisa berbagi rezeki dengan warga sekitar.

Di sisi lain, Dhamar ingin usahanya ini berkembang. “Memperkenalkan sesuatu yang baru ke masyarakat tidak mudah. Mereka yang biasa pakai alat peralatan dari keramik atau plastik kita ajak pakai kayu tidak mudah. Butuh waktu untuk memahami ini,” ungkapnya.

Karena itu dia memutuskan untuk ikut kompetisi The Big Start Indonesia. “Saya bersyukur sekali saya dapat kesempatan belajar dan mendapat banyak masukan untuk berwirausaha,” kata Dhamar.

Menjadi juara kedua dengan hadiah sebesar Rp 300 juta semakin memperkuat tekadnya untuk terjun sebagai wirausaha sepenuhnya. Dia keluar dari tempatnya bekerja. Dia berharap dengan ilmu dan suntikan modal yang dia dapatkan, akan dapat membangun sistem Gauri lebih baik lagi, sekaligus memperluas pasar.

“Kenapa saya yang tinggal di Bali hanya jadi penonton atau pihak ketiga. Sudah saatnya saya jadi pihak pertama,” ucapnya percaya diri.

 

============================================

Dhamar Perbangkara

==============================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version