Manis : Ubah Desa Jadi Mandiri Lewat Komunitas dan Kopi

Manis, Founder & Pengelola Komunitas Milenial from Village to Nation (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Dulu, secangkir kopi mungkin hanya menjadi minuman bagi mereka yang berusia paruh baya. Namun, dengan sentuhan kreativitas, kini kopi digemari anak muda. Tak hanya itu, predikat sebagai petani kopi pun naik derajat sehingga mulai banyak anak muda yang ingin jadi petani kopi dan mengubah wajah desanya.

Salah satu kawasan yang tengah naik daun berkat kopi adalah lereng Pegunungan Hyang Argopuro, Kecamatan Krucil, Kabupaten Probolingo Jawa Timur. Varietas kopi Arabika Cobra (Columbia Arabica) asal Krucil merupakan salah satu jenis kopi yang pangsa pasarnya luar biasa. Cita rasa kopi Arabika Cobra, bahkan diakui oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa sebagai salah satu produk perkebunan terbaik di Jawa Timur.

Pasalnya, kopi dari daerah ini memiliki cita rasa tersendiri dibanding kopi dari varietas yang sama dari daerah lain. Menariknya, anak muda di kawasan ini, tepatnya Desa Guyangan, berhasil mengemas “kopi desa” menjadi lebih modern sehingga dapat meraih pangsa pasar milenial. Bahkan, berkat kopi, wajah desa mereka jadi lebih cantik, instagrambel dan menjadi destinasi wisata.

Para anak muda ini tergabung dalam Milenial From Village To Nation atau Komunitas Milenial. Pengagas dari komunitas ini adalah seorang pemuda bernama Manis. “Saya ingin mengubah kehidupan saya dan teman-teman menjadi lebih baik. Caranya dengan membangun desa kami lewat produk kopi serta mengenalkan potensi-potensi wisata yang ada di desa melalui media sosial,” ungkap Manis saat dihubungi youngster.id.

Sejak didirikan pada tahun 2018, Komunitas Milenial ini fokus untuk memberdayakan perekonomian di desa. Salah satunya dengan mengajak para anak muda untuk turut bersama memproduksi produk yang menjadi keunggulan dari desa tersebut.

“Jadi yang mendorong saya membentuk komunitas ini adalah banyaknya anak yang putus sekolah dan pengangguran, sedangkan untuk bertani pemuda desa saat ini banyak yang gengsi. Sehingga komunitas ini hadir untuk memberikan semangat dan dukungan serta fasilitas bagi anak-anak desa yang membutuhkan bantuan. Misalnya, anak desa ingin membuka usaha, kami bantu cara memilih produk, cara memasarkan produk secara online dan cara mengatur keuangan,” tutur Manis.

Dari kegiatan inilah lahir toko online bernama Jualan Masboy yang menawarkan produk kopi lokal yang berasal dari para petani kopi Guyangan. Dengan ilmu wirausaha yang pernah dikecapnya saat merantau di Kalimantan, Manis membuat produk kopi petani lereng Gunung Argopura naik kelas. Kemasan kopi dibuat modern dan lebih tahan lama, sehingga produknya dapat dipasarkan lebih luas ke seluruh Indonesia.

Selain itu, Manis berhasil mendorong anak-anak muda untuk membuat produk lain seperti kain tradisional dan souvenir khas untuk para wisatawan yang datang ke desa mereka. Dia juga kerap menampilkan berbagai objek wisata desanya, terutama air terjun Guyangan di media sosial sehingga menarik perhatian wisatawan.

 

Salah satu produk unggulan sumber daya alam Desa Guyangan, Kecamatan Krucil adalah kopi. Manis mengemasnya menjadi produk siap jual. Termasuk membuat kedai kopi Pustaka Kopi Krucil (Foto: Dok. Pribadi)

 

Grup Perantau

Menurut pria kelahiran Probolinggo, 2 Agustus 1995 ini, komunitas yang dikembangkannya itu berawal dari keprihatinan dirinya dan teman-teman sedesa yang merantau atas kondisi kampung mereka yang kurang berkembang. Kondisi ini kerap dibahas dalam grup pertemanan di Whatsapp.

“Ternyata kami punya keresahan yang sama yaitu ingin memajukan desa, baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dari keresahan itu kami sering berbagi masalah dan bagaimana solusinya. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk membangun komunitas bernama Milenial from village to Nation, milenial dari desa untuk bangsa atau lebih mudahnya Komunitas Milenial,” paparnya.

Pria yang merantau ke Kalimantan ini akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung. Dia lalu mencari tahu masalah yang ada di masyarakat desa. Ternyata ada banyak persoalan yang ditemui. Mulai dari pernikahan dini, anak putus sekolah, pengelolaan lahan yang kurang optimal hingga rendahnya kesadaran masyarakat akan potensi sumber daya alam yang dimiliki.

“Kami akhirnya memilih untuk fokus ke masalah ekonomi. Produk yang paling menjadi andalan adalah kopi. Saya pun mulai merekrut anggota dan melakukan pembinaan untuk bagaimana membuat produk yang baik dan memasarkannya,” kata Manis.

Ternyata langkah ini tidaklah mudah. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini awalnya mendapat tentangan dari masyarakat. Pandangan orang desa yang masih kolot rupanya menabukan kumpulan anak muda beda jenis melakukan diskusi sampai malam. “Mereka tidak tahu menahu tentang apa yuang kami bahas, yang jelas yang mereka pikirkan apa yang kami lakukan ini aneh. Beberapa mengira saya menawarkan bisnis multilevel dan melakukan penipuan sehingga banyak warga yang menolak. Ada juga yang mengira saya mau mencalonkan diri jadi anggota dewan karena kerap berkeliling,” kisahnya.

Akibatnya gerakan mereka jadi terbatas. Akhirnya, pertemuan harus dilakukan di luar desa untuk menghindari pergunjingan. “Kami dihadapkan pada pandangan miring, primitif dan tertinggal. Tapi di balik itu semua ada sumber daya yang melimpah untuk dikelola,” ujar Manis.

Melihat potensi ini, Manis dan rekan-rekannya tetap bersemangat dan bertekad untuk mewujudkan impian mereka membangun desa. “Jadi kami memilih untuk membangun kemandirian ekonomi dulu melalui kopi yang kemudian dipasarkan secara online,” ujarnya.

Menariknya, untuk itu Manis rela berjalan kaki berkilo-kilo meter demi menjangkau kurir terdekat. Ia bahkan pernah berjalan kaki memanggul paket kopi 10 kilogram dan menempuh jarak 7 kilometer untuk mengantarkan pesanan ke kurir.

“Jalan di sini masih sangat berbatu sehingga lebih aman ditempuh dengan berjalan kaki. Terlebih kalau hujan, jalanan menjadi sangat licin. Jadi, lebih aman jalan kaki. Kalau tidak hujan, saya biasanya pinjam motor saudara untuk mengantar pesanan ke ekspedisi. Agar konsumen tidak kecewa, meskipun jauh, saya tetap semangat,” katanya.

 

Berkat kegigihan dan kerja keras Manis dan teman-temannya, kini Desa Guyangan menjadi desa wisata dan memiliki produk unggulan kopi (Foto: Dok. Pribadi)

 

Berbagi Ilmu

Manis mengaku, untuk kegiatan ini mereka menggunakan swadaya sendiri. Termasuk membobol tabungan pribadi sebagai modal awal usaha. Ada yang membantu bertani kopi, kemudian memproses menjadi bubuk kopi yang dikemas dengan brand Pustaka Kopi Krucil. Manis juga kerap menampilkan lokasi-lokasi wisata melalui akun Instagram agar Desa Guyangan dikenal di kalangan traveler. Seiring dengan itu mereka mengembangkan home stay dan produk kerajinan sebagai oleh-oleh yang dipasarkan lewat toko online bernama Jualan Masboy yang ada di Tokopedia.

“Kami berbagi ilmu dengan para anak muda di desa. Yang suka bertani kami ajarkan ilmu pertanian yang baru, yang suka berwirausaha kami ajarkan pengelolaan keuangan. Bahkan, kami berikan pendampingan pengembangan desa wisata. Kami ajarkan anak-anak muda sekitar menjadi pemandu bagi wisatawan yang datang ke tempat ini,” jelas Manis.

Dia berharap dengan ilmu yang mereka bagikan maka anak-anak muda di desanya akan dapat meningkat perekonomiannya. Dengan demikian masalah seperti putus sekolah dapat teratasi dan tentu akan mendorong sumber daya manusia yang lebih baik di masa depan.

Berkat upaya tersebut, banyak warga masyarakat mendapatkan dampak positif. Hasil kebun jadi lebih baik, pemasaran produk juga lebih lancar karena melalui online. “Kanal online membuat akses pemasaran produk para petani kopi di lereng Gunung Argopura menjadi lebih luas,” katanya.

Manis pun selalu memberikan sosialisasi kepada petani setempat mengenai cara merawat kopi dengan tepat agar bisa memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

“Apa yang kami lakukan selama ini akhirnya bisa berbuah manis. Paling tidak dampak dari ini akan bermanfaat hingga 15 tahun ke depan dan mendorong peningkatan sumber daya manusia,” ungkap Manis.

Meski pandemic Covid-19 cukup mengganggu kegiatan tetapi Manis optimis kemajuan desa mereka tetap akan berlanjut. “Harapan terdekat saya, semoga pandemi segera hilang dan kami bisa beraktivitas seperti semula.  Sedangkan harapan jangka panjang, kami akan terus menyaring para milenial agar kami mempunyai anggota yang banyak, Dan, kami akan terus membina semua anggota baru untuk memulai berjualan, jualan apapun dan dimanapun, kami mengajarkan untuk berjualan online, di sosmed, website, marketplace dan lain-lain,” tutup Manis.

 

=======================

Manis

======================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version