youngster.id - Rendahnya minat anak muda menekuni bidang pertanian tidak hanya disebabkan karena penghasilannya rendah. Terbatasnya akses terhadap lahan, membuat anak muda memilih pekerjaan lain ketimbang menjadi petani. Namun belakangan pertanian telah membawa sejumlah anak muda meraih sukses.
Data usia petani di Indonesia menunjukkan umur yang semakin tua. Dalam 30 tahun terakhir, kelompok usia petani di bawah 35 tahun menurun dari 25% menjadi 13%. Sementara petani yang berusia di atas 55 tahun meningkat dari 18% menjadi 33%. Padahal, di sisi lain, Indonesia akan segera menikmati bonus demografi pada 2030-2040 mendatang. Artinya angkatan berusia muda akan mendominasi penduduk.
Sesungguhnya demografi ini akan menjadi tantangan, terutama dalam ketersediaan lapangan pekerjaan. Salah satu yang seharusnya jadi pilihan adalah profesi sebagai petani. Peluang ini yang ditangkap oleh Muhammad Salman, pemuda asal Majalaya Bandung, Jawa Barat. Pemuda berusia 19 tahun ini memutuskan untuk menjadi petani dengan usaha pertanian Kapulaga.
Kapulaga dikenal sebagai rempah (bumbu) untuk masakan, dan orang Inggris sering menyebutnya grains of paradise. Di Indonesia, tanaman kapulaga ditanam di daerah perbukitan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bumbu ini punya nama beraneka ragam, seperti kapulogo (Jawa), kapol (Sunda), kapolagha, palagha (Medan), kapulaga, karkolaka (Bali), kapulaga, garidimong (Sulawesi selatan), pelaga, puwar pelaga (Sumatera), palaga, puwa palago (Minangkabau), kapulaga, kardamunggu (Betawi).
Salman mengatakan alasan dirinya memilih menjadi seorang petani dan wirausahawan dikarenakan melihat banyaknya lahan yang tak terpakai di desanya. Belum lagi, orang-orang muda yang ada di desa tempatnya tinggal, lebih memilih bekerja di kota ketimbang bekerja menjadi seorang petani.
“Usai pulang sekolah, di rumah saya melihat banyak lahan kosong yang tak tergarap dengan baik. Dikarenakan orang-orang yang dari desa pada pindah ke kota, terutama anak-anak mudanya untuk mencari kerja. Di situ banyak lahan di desa yang tidak terurus. Terus dari situ saya kepikiran untuk mengolahnya, dan melakukan kerja sama dengan pemilik lahan yang tidak diurus itu. Keinginan itu timbul, karena melihat lahan yang saya miliki dengan keluarga juga nggak terlalu besar,” ungkap Salman, Founder & CEO Karamat Alam, saat ditemui youngster.id baru-baru ini di Jakarta.
Tanaman yang dipilih adalah kapulaga, yang telah ditekuni oleh ayahnya sejak lama. Pertanian tanaman ini memang belum populer, tetapi budidayanya tergolong mudah. Selain itu harganya juga sangat baik, bahkan di pasar dunia bisa mencapai US$30 per pound.
“Budidaya rempah-rempah ini terbilang mudah karena perawatannya tidak sulit dan kecil kemungkinan gagal panen,” ujarnya.
Salman memanfaatkan lahan kosong yang tidak digarap untuk budidaya kapulaga.Selain itu, untuk pengembangan usaha kapulaga ini tidak memerlukan modal telalu besar ketimbang jenis rempah lainnya. Bahkan usahanya berkembang cukup cepat. Dalam waktu dua tahun terakhir, Salman sudah menguasai pasar induk di wilayah Bandung, sebagai salah satu pemasok bumbu dapur kapulaga.
Kolaborasi
Menariknya Salman melibatkan para santri dari pesantren yang ada di desanya. Hal itu berangkat dari tingginya permintaaan akan hasil kapulaga. Sementara tenaga kerja yang tersedia masih terbatas. Banyak anak muda yang di desa lebih memilih urbanisasi ke kota.
“Jujur aja, susah jaman sekarang ini mengajak teman sebaya saya untuk bekerja menjadi petani,” ujarnya.
Salman lalu memberanikan diri untuk belajar wirausaha melalui program Skilled Youth yang digelar oleh Citi Indonesia. Salman mengaku sebelumnya kurang percaya diri dalam menjelaskan usaha yang ditekuninya tersebut. Informasi tentang usahanya hanya dia ceritakan ke masyarakat dan penadah kapulaga lokal sekitar tempat tinggalnya. Usai mengikuti pelatihan soft skill, Salman terdorong untuk berani menyebarluaskan informasi tentang usahanya ke pasar industri.
Hal itu yang membuat dia berhasil mengajak para satri di pesantren yang ada di desanya. Mereka tak sekadar menggarap lahan, tetapi juga bersama-sama belajar pemasaran digital.
“Saya dulunya kurang percaya diri, pemalu. Tidak berani untuk cerita di depan orang banyak. Makanya usaha kapulaga ini hanya saya ceritakan kepada orang-orang sini saja, masih lingkungan pasar lokal. Tapi di pelatihan soft skill, saya diingatkan dan dilatih untuk berbicara dan mempromosikan usaha saya di depan teman-teman peserta pelatihan lainnya. Alhasil, saya juga melakukannya di usaha saya dengan mulai memasarkan produk saya ke pasar industri di wilayah Sukabumi dan Garut,” kisahnya.
Tak sekadar bercocok tanam, Salman juga mulai mengenal pemasaran digital. Upaya untuk memperluas jejaring usahanya juga dilakukan Salman dengan membuka akun bisnis di sosial media. Sebelumnya, promosi usaha dilakukan dengan menggunakan akun sosmed pribadi saja. Sehingga usaha pertanian yang dimuali sejak 2017 kini memasuki pasar yang lebih luas di wilayah Jawa Barat.
“Digital Marketing ini memang sungguh berpengaruh bagi usaha saya. Masukan fasilitator saat pelatihan untuk membuka akun usaha di sosial media akhirnya saya lakukan. Karena itu, beberapa perwakilan industri, khususnya industri jamu mulai mengontak saya untuk bisa membeli kapulaga,” ujarnya.
Salman mengakui pola pengusahaan tanaman ini oleh petani masih bersifat sambilan dengan kultur teknis masih tradisional, menyebabkan produktivitas kapulaga rendah. Padalah sebagai tanaman obat-obatan, banyak digunakan sebagai bahan industri obat tradisional, kosmetika, farmasi, industri makanan, dan minuman. Sehingga ketika permintaan pasar meningkat Salman berusaha memenuhi dengan cara berkolaborasi. Dia mengumpulkan petani-petani kapulaga untuk bisa memenuhi permintaan bersama.
“Dari pada bersaing, saya memilih berkolaborasi dengan petani kapulaga lain untuk memenuhi permintaan pabrik tadi dan hasilnya kami jual bersama. Jadi saya juga memiliki 6 petani binaan, yang saya bina sendiri untuk menanam kapulaga,” kata Salman.
Terus Belajar
Saat ini, Salman mengaku bisa menghasilan produk kapulaga sekitar 200 kilogram yang dipasarkan di wilayah sekitar Sukabumi dan Garut. Tak berhenti sampai di situ, Salman ingin terus mengembangkan keahlian di bidang pertanian. Untuk itu Salman juga mengikuti technical skill tentang pemanfaatan gulma atau sampah organik menjadi pupuk. Pelatihan tersebut dia ikuti pada Juni 2019. Dari pelatihan tersebut, Salman mampu membuat dekomposer untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. Pupuk tersebut saat ini sudah dia gunakan untuk tanaman kapulaganya dan mampu menghasilkan buah yang lebih banyak.
Mempertimbangkan manfaatnya, Salman berniat untuk mengajarkan pembuatan dekomposer ini ke masyarakat sekitar sehingga dapat mengurangi sampah organik yang memang banyak dihasilkan di lingkungan tempat tinggal Salman.
“Jadi selain sebagai bertani kapulaga, saya juga membuat dekomposer untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. Pupuk tersebut saat ini sudah saya gunakan untuk tanaman kapulaganya dan mampu menghasilkan buah yang lebih banyak,” jelas Salman.
Saat ini, selain menjual rempah kapulaga, beberapa olahan dengan bahan dasar kapulaga berhasil disulap Salman menjadi sebuah minuman segar yang siap saji, yang terbungkus dalam sebuah kemasan.
“Jadi hasil dari pertanian kapulaga ini, selain memenuhi permintaan kapulaga untuk keperluan pabrik jamu di beberapa wilayah tadi, juga kami buatkan dalam bentuk produk olahan minuman yang segar dalam bentuk kemasan. Produk-produk minuman dari kapulaga yang sudah saya kemas ini, semua saya dapat ilmunya dari hasil selama Skilled Youth,” ucapnya.
Ke depan, Salman berencana menambah jumlah tim agar dapat lebih melebarkan sayap usahanya. “Pengembangan lain sudah ada, kami kepingin melebarkan dan menambah lahan. Soalnya lahan yang tak terurus iini masih banyak di kampung saya. Pastinya saya akan menambah sumber daya manusia agar usaha ini dapat terus berkembang, dan terutama para pemuda mau kembali jadi petani,” pungkasnya.
=================
Muhammad Salman
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 8 September 2000
- Pendidikan : SMK Rodhatul Ullum, Cimahi
- Nama usaha : agroforestry, pertanian kapulaga Karamat Alam
- Jabatan : Founder & CEO
- Mulai Usaha : 2017
- Modal : sekitar Rp 1 juta
- Prestasi : Startup Terpilih Program Skilled Youth 2019, Citi Indonesia
=================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post