youngster.id - Sumber daya manusia (SDM) merupakan prioritas utama dalam menghadapi era persaingan yang semakin ketat sekarang ini. Sayangnya, Indonesia masih dibayangi masalah gizi. Bonus demografi yang diprediksi terjadi di tahun 2030 akan menjadi sia-sia jika masalah ini belum teratasi.
Pemenuhan gizi memang masih jadi momok menakutkan. Pasalnya, kurangnya gizi menjadi faktor dari tinggi angka anak menderita stunting. Pada tahun 2019 balita stunting di Indonesia mencapai 27,7%. Selain itu, angka kematian ibu hamil juga masih belum memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 110 kematian per 100 ribu kelahiran.
Ironinya, Indonesia adalah negara yang memiliki banyak sumber kekayaan alam yang dapat memenuhi kebutuhan gizi. Salah satunya adalah tanaman kelor (moringa). Pohon kelor belakangan ini dikenal dunia sebagai ‘pohon ajaib’ atau pohon kehidupan karena telah ditemukan kaya akan vitamin dan mineral penting. Daunnya, bunga, biji, buah, kulit kayu dan bahkan akarnya bisa dimakan dan memiliki kandungan gizi.
Belakangan mulai banyak yang mengolah tanaman ini untuk dikonsumsi.Mulai dari menjadi campuran masakan, menjadikan sebagai smoothie atau jus, bahkan menjadikannya sebagia bahan kue. Peluang itu juga ditangkap oleh empat perempuan muda yaitu Goei Diana, Agustinus, Rae, dan Nadya untuk membangun bisnis produk makanan berbahan kelor dengan merek Morimom Moringa Cookies.
“Kami melihat permasalahan kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah masalah stunting yang cukup tinggi. Dan itu terkait dengan kondisi ekonomi di masyarakat. Salah satu daerah yang jadi fokus adalah NTT. Di sana angkat stunting-nya tinggi, padahal mereka memiliki banyak tanaman kelor yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut,” ungkap Nadya, selaku COO Morimom Moringa Cookies kepada youngster.id pada acara Sun Pitch Competition beberapa waktu lalu di Jakarta.
Nadya menjelaskan, alasan mereka memilih moringa alias daun kelor karena tanaman ini memiliki nutrisi yang jauh lebih tinggi dibandingkan sejumlah makanan lain. Misalnya 4 kali lebih banyak vitamin A dibanding wortel, 14 kali lebih banyak kalsium dibanding susu, 2 kali lebih banyak protein dibanding kedelai, dan lainnya.
Oleh karena kandungannya itu, Food Agriculture Organization (FAO) sangat merekomendasikan daun kelor untuk dikonsumsi oleh ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak. Bahkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization – WHO) menobatkan daun kelor sebagai superfood.
“Karena kami melihat gizi mikro yang sangat tinggi yang dimiliki tumbuhan ini, maka kami pun membuat makanan ini agar bisa dikonsumsi terutama untuk ibu hamil dan anak-anak. Selain rasanya enak, juga mengandung asuapan gizi yang baik,” ucapnya.
Khusus Bumil
Morimom lahir dari kegiatan Diana untuk pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan daun kelor dari NTT. Dari sana kemudian dia mengajak Rae Hutapea dan Nadya untuk membangun tim yang lebih kuat. Mereka lalu mengikuti ajang Young Changemaker Social Enterprise, yang memberikan mereka banyak ilmu tentang membangun bisnis sosial (social enterprise).
“Tak disangka kami terpilih menjadi 20 besar usaha sosial rintisan anak muda dan diminta untuk membaut profil di aplikasi Campaign. Awalnya kami masih ragu untuk bisa melanjutkan, tetapi kami percaya bahwa kesempatan seperti ini diberikan oleh Yang Maha Kuasa untuk menjadi jalan yang harus kami tempuh,” ungkapnya.
Dengan modal sekitar Rp 20 juta mereka pun memulai mewujudkan bisnis ini. Untuk memproduksi Morimom ini mereka mengambil bahan baku dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Pasalnya, tanaman kelor (moringa olefera) tumbuh melimpah di dataran kering di sana. Bahkan saking banyaknya, tanaman ini dijadikan pakan ternak. Padahal tanaman ini banyak manfaat bagi tubuh manusia.
Menurut penelitian, satu porsi daun kelor mengandung kalium 3 kali lebih banyak dibanding pisang. Juga, mengandung vitamin A sebanyak 4 kali lebih banyak dibanding wortel. Sedangkan untuk zat besi, satu porsi daun kelor setara dengan 25 ikat bayam. Terakhir, vitamin C daun kelor 7 kali lebih banyak dibanding jeruk.
Melihat sudah banyak produk dengan kelor, maka Morimom fokus membuat produk yang ditujukan bagi ibu hamil. “Kami fokus untuk membuat produk khusus untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil dan yang cocok dengan lidah mereka,” kata Nadya.
Untuk itu, butuh waktu cukup lama dalam pengembangan produk. “Di sisi lain kami juga mau memberdayakan produk ini di NTT agar dapat juga memberdayakan masyarakat di sana. Dan ini tidak mudah,” ungkapnya.
Untuk itu, alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan rekan-rekannya fokus mengembangkan produk di NTT, terutama di Kabupaten Kupang dan TImur Tengah Selatan. Mereka melakukan pendekatan kepada para pemimpin desa untuk dapat mengembangkan bahan baku kelor. Selain itu, mereka juga mengajak masyarakat dalam proses produksi produk.
“Kami berharap akan ada desa yang mau bekerjasama dengan kami dalam hal produksi. Sehinga produk yang kami buat dapat langsung di produksi di NTT sehingga akan memberi dampak ekonomi langsung kepada masyarakat di sana,” ungkapnya.
Selama ini, menurut Nadya, mereka baru mengambil bahan baku berupa daun kering dan bubuk kelor di NTT. Sementara produksi dilakukan di Jakarta. Hasilnya sudah ada tiga produk dari Morimom yaitu, moringa tea, moringa oatmeal, dan moringa cookies. Moringa tea dapat menggantikan kopi yang dapat disantap bersamaan dengan moringa cookies atau dikonsumsi ketika sarapan bersama moringa oatmeal.
Ia bersyukur dalam sebulan sebanyak 2 ton kelor dihabiskan untuk memnuhi produksi Morimam dalam satu bulannya. “Kalau untuk produksi kami belum membuat produk yang massal. Sekarang kami mengolah paling sebanyak 2 ton kelor dalam sebulan membuat produk-produk,” ungkap Nadya.
Edukasi
Usaha rintisan yang baru didirikan di awal tahun 2019 ini mulai mendapat kepercayaan dari konsumen, khususnya wanita dan ibu hamil. Nadya mengungkapkan omzet mereka dalam satu bulan berkisar Rp 3 juta dari 3 produk tersebut.
“Kami memang baru banget soalnya. Untuk cookies dibanderol dengan harga mulai dari Rp 40 ribu sampai Rp 60 ribu. Misal untuk teh ada mulai dari 150 gram, kalau untuk oatmeal-nya tersedia saat ini ada yang 175 gram dan cookies 200 gram,” terangnya.
Untuk terus meningkatkan bisnis, Nadya mengungkapkan, Morimom juga memberikan edukasi yang cukup intens bagi ibu maupun calon ibu terkait kehamilan, gizi, dan pola asuh. “Kegiatan ini diinisiasi untuk mengetahui persepsi masyarakat mengenai informasi kehamilan, gizi,” ucapnya.
Sementara itu untuk penjualan mereka masih mengandalkan cara online melalui e-commerce dan akun media sosial.
Nadya yakin dengan bantuan edukasi yang tepat untuk memperkenalkan produk Moringa ke khalayak. Apalagi selama ini cara pemasaran melalui media sosial merupakan cara yang efektif memperkenalkan produknya ke konsumen.
“Lewat media sosial saat ini kami sudah mulai gencar memasarkan produk-produk dari Morimam. Memang untuk saat ini toko offline kami belum ada, jadi produk-produk Moriman selama in baru didapatkan melalui pesanan via online. Dalam sebulan kami baru bisa terjual sebanyak 100 pcs dan paling laku yang cookies karena orang lebih gampang mengonsumsinya,” ucapnya.
Di sisi lain, dia juga sadar akan ketatnya persaingan dari produk yang menggunakan bahan baku kelor. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk tetap fokus pada segmentasi khusus produk bagi ibu hamil.
“Saat ini, memang kelor ini sudah banyak dikonsumsi oleh orang umum. Makanya kami buat ini, kami formulasikan, kami pilih bahan-bahannya yang memang baik dalam memenuhi kebutuhan gizi untuk ibu hamil,” imbuhnya.
Di sisi lain, dia berharap produk Morimom akan dapat memberi dampak bagi peningkatan pemenuhan gizi di masyarakat, terutama di NTT. Ia dan rekannya memiliki target dan berencana untuk melibatkan satu desa di NTT di tahun 2020 mendatang untuk membantu dalam perbaikan ekonomi. Sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar dalam mengolah sember daya alam potensial sehingga memiliki nilai yang bermanfaat bagi kehidupan.
“Kami mau memberikan edukasi dengan cara memberdayakan orang asli NTT. Tahun 2020 ini kami akan fokus kepada pengembangan di satu desa, sebagai pilot project kami dan juga akan melakukan pengembangan produk sehingga dapat memberikan dampak tak hanya bagi ibu hamil di sana. Juga, pemberdayaan secara ekonomi bagi masyarakat di sana,” pungkasnya.
===================
Nadya, S.Gz
- Tempat Tanggal Lahir : Medan, 14 Juli 1997
- Pendidikan : Gizi – Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
- Usaha yang dikembangkan : Membuat produk makanan berbahan kelor
- Nama Brand : Morimom Moringa Cookies
- Mulai Usaha : 2019
- Jabatan : Co-founder & COO
- Jumlah Tim : 4 orang
- Modal : Rp 20 juta
===================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post