Nur Agis Aulia : Petani Milenial Yang Optimalkan Potensi Agroindustri di Desa

Nur Agis Aulia, Founder & CEO Jawara Farm (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Sejatinya, agroindustri mampu memberi aktifitas ekonomi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, beberapa komoditas dan produk agroindustri memiliki potensi yang dapat dikembangkan di masa depan.

Agroindustri merupakan sebuah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian baik itu dari nabati maupun hewani yang diolah menjadi sebuah produk yang memiliki nilai harga yang lebih tinggi. Dalam proses kerjanya, agroindustri tentu melibatkan sumber daya pertanian, manusia, ilmu, teknologi, uang, dan informasi untuk menghasilkan suatu produk industrinya.

Dengan begitu, agroindustri merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian melalui pemanfaatan dan penerapan teknologi, memperluas lapangan pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, regenerasi petani untuk menghadirkan petani baru yang berusia muda penting dilakukan sebagai bentuk antisipasi. Peran petani milenial ini bukan hanya menjadi duta, tetapi juga menginspirasi generasi lainnya untuk terjun ke sektor pertanian. Anak muda harus diajak terjun ke pertanian dengan semangat inovasi yang mereka miliki.

Namun sejauh ini belum banyak milenial yang tertarik terjun ke agrobisnis. Di antara sedikit milenial yang terjun menekuni bisnis di agroindustri adalah Nur Agis Aulia, yang mendirikan sebuah usaha agroindustri berbasis pemberdayaan masyarakat bernama Jawara Farm.

“Yang mendorong saya mendirikan usaha rintisan ini karena melihat peluang bisnis pangan yang sangat besar dan pasarnya masih sangat luas. Kedua, saya melihat kebutuhan pangan khususnya domba kambing sapi setiap tahun meningkat. Selain itu saya ingin mengoptimalkan potensi desa utnuk membuka lapangan pekerjaan,” jelas Agis kepada youngster.id baru-baru ini.

Pria lulusan terbaik (cumlaude) PSDK Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada ini mengembangkan bisnis pertanian dan peternakan di desa Waringin Kurung, Serang, Banten sejak 2013. Oleh karena itu, awalnya usaha ini bernama Waringin Farm, yang kemudian di tahun 2017 berganti menjadi Jawara Farm. Menurut Agis, dia menerapkan cara kerja yang unik.

“Kegiatan kami dimulai dari bertani dan beternak domba atau kambing yang hasilnya semua dapat dijual, baik dalam bentuk daging maupun dalam bentuk olahan aqiqah. Selain itu, dari kegiatan ternak lain yang kami lakukan di sini, kami juga jualan susu fresh. Jadi di sini kami ada penggemukan dan pengembangbiakan,” terang Agis.

Dengan konsep agroindustri ini maka akan banyak memberikan peluang bisnis bagi masyarakat. Bahkan turut membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan konsep bisnis ini Agis memberikan kepada para petani dan peternak penghasilan harian, bulanan dan tahunan.

Lewat model pertanian dan peternakan yang ia gagas, Agis juga mengklaim sudah lebih dari 500 petani belajar di Jawara Banten Farm. Jumlah itu belum termasuk petani-petani yang setiap bulannya datang dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Yogyakarta, Jawa Barat, bahkan petani dari NTT.

 

Model Bisnis

Untuk membangun desa tempat tinggalnya agar lebih maju, Agis mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh. Dia mengklaim melakukan penelitian selama kurang lebih satu tahun. Riset ini dilakukan semata-mata hanya ingin mengetahui mencari pasar dan mempelajari pola bisnis di bidang agroindustri semakin matang ketika menjalaninya.

“Kami melakukan pembelajaran selama satu tahun untuk mencari pasar dan mempelajari pola bisnis ini,” ujarnya. Agis mengaku memulai usaha rintisan dengan modal sekitar Rp 24 juta, yang kemudian ditambah suntikan modal dari teman-temannya.

Agis pun mulai Jawara Farm dengan membudidayakan sapi, domba dan kambing perah yang bisa dijual susunya, sehingga bisa menjadi sumber penghasilan harian. “Kemudian ada domba dan kambing potong untuk akikah, sehingga bisa menjadi pemasukan bulanan. Sementara untuk penghasilan tahunan bisa didapatkan dari bertani sayuran,” jelas Agis.

Namun, awalnya model bisnis yang diterapkan Agis ini sempat dianggap berbeda. Pasalnya, petani dan peternak di sana jarang mendapatkan penghasilan harian atau mingguan. Bahkan, penghasilan per bulan pun, itu bisa 3 sampai 4 bulan lamanya.

Selama ini, menurut Agis, kelemahan petani dan peternak adalah ketergantungan mereka kepada tengkulak. Petani dan peternak jarang mendapatkan keuntungan harian. Melalui model bisnis yang ia gagas, akhirnya petani dan peternak bisa keluar dari kebiasaan tersebut.

“Model bisnis kami cukup sederhana. Di sini kita lakukan jual-beli kepada konsumen secara langsung, maupun kami kerja sama dengan vendor-vendor yang selama ini ada,” ucap lelaki kelahiran Serang, 21 April 1989.

Menurut Agis, di tahun pertama tawaran gagasan bisnis modelnya itu memang sempat dicibir. Namun, karena petani kemudian dibantu cara penjualan yang efektif, mereka yakin bisnis seperti ini menjanjikan. Selain dapat penghasilan harian, di Serang sendiri mulai lahir petani dan peternak yang mendapatkan penghasilan harian mulai dari Rp 100 sampai Rp 300 ribu.

“Banyak yang tertarik sadar dan membantu peningkatan, sekarang hampir setiap desa ada peternaknya,” kata Agis yang juga memiliki peternakan kambing.

Agis mengklaim, hal yang membedakan usaha rintisan yang dimiliki oleh Jawara Farm terlihat pada sumber daya manusianya, yaitu dengan melibatkan masyarakat sekitar untuk diajak berternak melalui sistem plasma. “Kami memberdayakan warga lokal untuk beternak dengan sistem plasma. Sistem ini yang membuat kami berbeda dari startup sejenisnya,” ucapnya.

Untuk memonetasi usaha rintisannya di bidang agroindustri ini, menurut Agis, pihaknya membentuk tim yang kemudian melaksanakan pekerjaannya. “Kami bentuk tim, kemudian tim melaksanakan jobdesk-nya,” ujarnya.

 

Bagi Agis, kepuasaan terbesar yang dirasakannya melalui bisnis ini adalah dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi mwasyarakat sekitar. Juga, memberikan peningkatkan ekonomi peternak maupun mengajak anak muda lebih percaya diri untuk menjadi petani atau peternak (Foto: Dok. Pribadi)

 

Tahan Banting

Di masa pandemi belakangan ini bisnis yang ditekuni Agis ini teruji tahan banting dan tetap menuai sukses. Keberhasilan itu berkat strategi pemasaran online yang tepat sasaran. Alhasil para petani dan peternak di Banten bisa bertahan. “Sekarang omzet kami per tahun sudah di atas Rp 2,5 miliar,” katanya dengan bangga.

Menurut Agis, untuk menjalankan bisnis ini tak bisa dilakukannya sendiri. Masyarakat sekitar dan para peternak plasma menjadi mitra yang tepat. “Dalam menjalankan bisnis ini kami bermitra dengan warga dan para peternak plasma,” imbuhnya.

Walau begitu, diakui Agis, tidak selamanya bisnis yang ditekuninya itu berjalan mulus dan tanpa masalah. “Kami juga pernah ketipu dan hewan ternak mati, tetapi kami terus ambil hikmahnya dan belajar,” kata Agis lagi.

Bagi Agis, kepuasaan terbesar yang dirasakannya melalui bisnis ini adalah dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi mwasyarakat sekitar. Juga, memberikan peningkatkan ekonomi peternak maupun mengajak anak muda lebih percaya diri untuk menjadi petani atau peternak.

Jika sebelumnya dia mendapat tentangan dari warga, terutama orang tua yang menginginkan anak-anak mereka menjadi aparat sipil negara (ASN) daripada jadi petani atau peternak. Namun dengan pendekatan dan hasil yang ditunjukkan Agis, maka pandangan itu mulai berubah.

“Pendekatan sosial lain yang kami lakukan agar usaha ini bisa lebih dikenal masyarakat khususnya untuk kalangan milenial adalah kami aktif di media sosial dan beberapa channel lainnya. Kami juga sering buat agenda agropreneur center dan lain-lain untuk sharing anak-anak muda dalam hal bisnis peternakan,” papar Agis.

Di sisi lain, Agis juga terus meningkatkan produksi untuk menghadapi persaingan usaha. Agis menyebut, inovasi dan kreatifitas hingga terus memperbaiki sisi pelayanan menjadi cara paling efektif yang selama ini diyakini agar usaha tetap berkembang dan terus berkelanjutan.

“Kami terus melakukan inovasi dan kreativitas untuk terus memperbaiki diri baik dari sisi produksi maupun dari segi pelayanan dan update ilmu. Cara ini yang selama ini kami lakukan untuk mengatasi persaingan usaha. Selain itu, kami mengoptimalkan media sosial dan IT untuk pemasaran,” paparnya.

Agis optimis bisnis pertanian dan peternakan yang dibangunnya itu akan bertahan dan berkelanjutan. Untuk itu mereka akan terus melakukan inovasi dan kreativitas serta mengoptimalkan teknologi.

“Selama manusia butuh makan, berarti potensi bisnis ini masih besar. Untuk itu tentu kami akan senantiasa melakuan inovasi dan kreativitas dalam mengembangkan diri,” pungkas Agis.

 

=====================

Nur Agis Aulia

Prestasi :

=======================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version