youngster.id - Di era digital seperti sekarang, menjadi programmer adalah salah satu profesi yang diidam-idamkan. Apalagi dengan semakin luasnya jaringan internet membuat profesi ini tidak memiliki batasan wilayah. Menariknya sejumlah perusahaan teknologi mengakui mereka masih kesulitan mendapatkan talent programmer.
Peluang ini yang ditangkap Ken Ratri Iswari, dengan mendirikan GeekHunter, sebuah startup recruitment consultan. Mengacu pada Wikipedia, Geek memiliki banyak arti, mulai dari “orang aneh”, “penggemar berat suatu hobi”, hingga “penggila komputer”.
Berbeda dengan perusahan perekrut tenaga kerja, startup yang berdiri sejak Juli 2013 ini memiliki spesialisasi di bidang teknologi dengan menyediakan tenaga profesional IT (information technology). Kini, ada 30 ribu database talenta IT atau programmer yang terdaftar di Geekhunter.
“Saat ini, perkembangan IT di Indonesia luar biasa jika dibandingkan dengan negara tetangga. Di tahun 2017 kami akan mempromosikan talenta Indonesia ke luar negeri. Klien Geekhunter dari luar negri paling banyak dari Singapura dan Malaysia, dan mereka carinya IT talent dari Indonesia. IT development team mereka kebanyakan orang Indonesia,” ungkap Ken pendiri sekaligus CEO dari Geekhunter kepada Youngsters.id.
Menurut Ken, kini saatnya talenta Indonesia mendapat kesempatan untuk mengembangkan sayap secara global. “Semakin banyak talent Indonesia mendapat kesempatan bekerja di luar negeri. Di sana mereka bisa dapat knowledge sehingga ketika balik ke sini mereka sudah jadi juara dan juga bisa share knowledge,” ungkap gadis kelahiran 18 Juli 1986 ini.
Menurut data Hacker Rank mengenai urutan negara penghasil developer terbaik di dunia, Indonesia menduduki urutan ke 40. Oleh karena itu, Ken mengakui peluang tenaga IT Indonesia sangat besar. Namun ada tantangan besar juga di dalamnya.
“Talenta tidak terlalu berarti jika Anda tidak memiliki passion. Hal tersebut sangat penting, apapun profesi Anda. Selain itu, seorang programmer juga harus selalu lapar akan ilmu pengetahuan yang baru. Seorang programmer yang memiliki banyak skill akan lebih mudah untuk di-hire oleh orang lain,” ungkapnya.
Dia menetapkan Geekhunter punya visi untuk mengambil bagian dalam membangun ekosistem IT talent di Indonesia sebagai yang terbaik di South East Asia. Kini, klien mereka tidak saja di Indonesia tetapi juga di Singapura, Malaysia, Korea Selatan dan Australia. Saat ini, ada 78 perusahaan yang menjadi klien Geekhunter. “Tiap bulan vacancy yang harus kami penuhi rata-rata 50. Pertumbuhan revenue perusahaan 120%,” ungkap Ken tanpa mau menyebutkan jumlah pendapatan yang dia peroleh.
Â
Cita-Cita
Ken mengakui keinginan untuk memasuki ranah wirausaha sudah terpupuk lama. Bahkan, bisa dibilang cita-citanya adalaah menjadi wanita pebisnis. “Bisa dibilang itu mimpi karier saya, meskipun pada saat itu belum ada bayangan startup seperti apa yang ingin saya buat,” ungkap Ken.
Ken menempuh kuliah S1 di SBM Institut Teknologi Bandung (ITB), seusai kuliah ia tidak langsung merintis bisnis, namun memilih untuk bekerja di salah satu perusahaan consumer goods sebagai Account Manager.
Bahkan, ketika melanjutkan kuliah S2 di ITB, Ken sudah menjadi recruiter untuk sebuah perusahaan minyak asal Belanda. Namun kenyamanan yang didapat dari duduk di kursi empuk perusahaan-perusahaan besar yang menjanjikan ini tidak membuatnya puas. “Dari awal cita-cita saya bukan untuk bekerja di perusahaan orang. Semua saya tinggalkan demi bisa fokus memulai karier entrepreneur saya,” kata gadis yang murah senyum itu.
Sebelumnya, Ken pernah merintis usaha di tahun 2005 bernama Don Company bersama teman-teman kuliah dengan produk CosMo yakni mozaik foto. Startup itu sempat memberi keuntungan Rp 120 juta yang dia gunakan untuk community development di salah satu desa di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Setahun berselang, Ken mencoba peruntungan di ranah fesyen dengan membuat clothing line Drama Queen. Namun, akibat adanya perbedaan konsep dengan rekan bisnis, akhirnya usaha ini terhenti. Toh, hal itu tidak membuat dia kapok. Selanjutnya di tahun 2008 ia membuat situs directory listing khusus daerah Bandung bernama Ngubek.com. Namun gagal lagi karena pendanaan yang terbatas. Apalagi kala itu orang belum melek internet. Belum kapok, Ken ikut menjadi co-founder dari inkubasi startup asal Denmark, Contenga International yang berlokasi di Bali. Sayang kembali gagal.
Perempuan yang pernah bekerja untuk Recruiter di Shell Indonesia, dan Manager di Oil Select Indonesia dan Asia Pasifik ini kemudian membangun Geekhunter bersama rekannya Yunita Anggraeni, yang kini bertindak sebagai chief operation officer.
“Geekhunter ini sebenarnya dimulai dari sebuah proyek. Tadinya belum care bakal jadi serius bisnis, bahkan jadi perusahaan. Sampai ternyata bisa menjadi besar dan tumbuh dengan sangat cepat,” ungkap Ken mengenang.
Ken bercerita, ketika membangun atau merekrut seluruh team developer untuk Contenga, di saat yang bersamaan, banyak teman-temannya yang meminta bantuan ia untuk mencarikan talenta-talenta cemerlang dari indonesia. “Dari sana baru kepikiran kenapa tidak sekalian saja membuat startup sendiri. Toh, opportunity dan skill yang ada juga sangat mendukung,” kenangnya.
Dari hanya berdua, kini Geekhunter telah dikelola oleh 15 karyawan. Pertumbuhan revenue juga mencapai 200% dalam setahun.
Tantangan
Meski berkembang pesat, Geekhunter mengalami sejumlah tantangan. “Bisa dibilang dengan usia yang masih muda, kami memerlukan energi ekstra dalam meyakinkan para klien yang meragukan kredibilitas Geekhunter,” aku Ken.
Oleh karena itu, dia terus meningkatkan kredibilitas kerja. Termasuk dengan mencari talenta kualitas terbaik. “Saat klien yang menggunakan jasa Geekhunter tidak berhasil merekrut sendiri talenta IT yang mereka inginkan, padahal mereka juga telah memasang iklan, ada pula yang telah menggunakan LinkedIn. Sehingga ketika mereka menggunakan jasa Geekhunter, kriteria talenta IT yang mereka cari ialah yang memiliki kualitas tinggi,” terangnya.
Di sisi lain, tingkat persaingan perusahaan penyedia jasa headhunter di Indonesia cukup ketat. Meskipun tidak banyak yang fokus pada talenta IT. “Kami banyak menemukan bahwa klien kami menggunakan lebih dari satu agen rekrutmen. Dan itu berakibat memperebutkan talenta terbaik. Semua klien menginginkan talenta dari universitas tertentu dan semuanya mencari dari talent pool yang sama,” ungkap peraih The Wempy Dyocta Kyoto Award itu.
Menghadapi segala tantangan yang menghadang, Ken mengaku terus mengembangkan Geekhunter meski masih mengandalkan pendanaan sendiri. Bahkan, Ken masih belum mau menerima pendanaan dari luar. “Geekhunter ini ibarat bayi, kalau bayi dikasih uang banyak disuruh lari kencang belum bisa. Jadi kami ingin fokus pada engine dulu, kalau sudah bisa jalan, barulah lari,” ungkap penggemar island hopping atau snorkeling.
Dalam pola kerjanya, startup Geekhunter ini menerapkan applicant tracking system, sebuah sistem yang dapat mengolah dan menyimpan berbagai data secara berkesinambungan. Lagipula, pertumbuhan bisnis Geekhunter juga berkat kepercayaan.
“Saya percaya hal yang tradisional yakni, good recommendation. Saya percaya dalam bisnis jasa, ketika klien happy dengan hasil kerja kita maka mereka akan merefer ke orang lain sehingga akhirnya klien malah berdatangan dan terus bertambah. Sampai kami harus menolak klien,” tutur lulusan master degree (MBA) dari School of Business and Management ITB itu.
“Menjalin hubungan yang baik dengan banyak orang dan komunitas yang ada di dunia IT, hingga turut serta membantu berbagai macam kegiatan bertemakan IT, baik di kalangan sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Hal-hal tersebut dapat semakin mematangkan kredibilitas Geekhunter sebagai andalan perusahaan dalam mencari talenta di dunia IT,” pungkas Ken.
========================================================
Ken Ratri Iswari
- Tempat Tanggal Lahir : 18 Juli 1986
- Pendidikan : MBA School of Business and Management ITB
- Usaha : Geekhunter
- Mulai : Juli 2013
- Usaha : Perekrutan dan penempatan programmer dan talent IT lain dari junior, middle, senior, managerial hingga C-Level
- Revenue : Bertumbuh 200% per tahun
Prestasi :
- The Wempy Dyocta Kyoto Award
- Perempuan muda yang sukses di bawah 30 tahun, dari Majalah Cleo
=======================================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post