youngster.id - Media sosial tidak hanya digunakan untuk bersosialisasi, tetapi juga sebagai sarana untuk berjualan dan mengembangkan bisnis. Peluang ini dimanfaatkan pelaku startup membangun bisnis social commerce. Salah satunya adalah Grupin, yang menawarkan pengalaman belanja interaktif berbasis komunitas.
Berdasarkan laporan DataReportal, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 160 juta per Januari 2020 dengan penetrasi sebesar 59%. Laporan McKinsey menyatakan sekitar 40% dari pasar e-commerce di Indonesia merupakan social commerce. Artinya cakupan e-commerce di Indonesia tidak hanya terbatas pada marketplace atau website saja tetapi juga termasuk social commerce.
Untuk diketahui, social commerce adalah pemanfaatan media sosial untuk promosi, menjual, dan membeli langsung di aplikasi media sosial. Pengguna tidak cuma merasakan pengalaman bersosialisasi di dunia maya, tapi sekaligus mencari produk yang diinginkan, mencari toko terbaik, memilih dan membeli produk, hingga melakukan transaksi langsung lewat aplikasi media sosial. Pengalaman inilah yang ditawarkan oleh Grupin.
Melalui Grupin, sekelompok orang dapat menggabungkan pembelian mereka untuk mendapatkan harga yang sangat kompetitif. Konsumen juga mendapatkan akses ke berbagai penawaran yang selalu disesuaikan berdasarkan lokasi, perilaku penelusuran, preferensi pembelian, dan daya beli mereka.
“Dengan menjamurnya e-commerce, terutama sejak awal pandemi COVID-19, konsumen menginginkan pengalaman berbelanja yang berbeda, namun juga memiliki aspek yang mereka temukan secara offline, yaitu pengalaman yang bukan hanya memberikan produk dengan harga kompetitif, namun juga memiliki interaksi sosial. Di Grupin, kami menawarkan pengalaman belanja tersebut, yang sangat menarik bagi pelanggan di Indonesia, karena memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai gotong royong, yaitu bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama,” ungkap Kevin Sandjaja CEO sekaligus founder Groupin kepada youngster.id.
Kevin menjelaskan, e-commerce di Indonesia berkembang pesat dan menyumbang 20% dari penjualan ritel pada tahun 2020. Diperkirakan angka itu akan terus meningkat dan mencapai US$60 miliar atau setara dengan Rp840 triliun pada tahun 2025.
Namun, di sisi lain konsumen harus membayar harga yang lebih tinggi ketika melakukan pembelian secara individual dibandingkan apabila mereka melakukan pembelian secara kolektif. Pembelian secara kolektif ini juga menguntungkan bagi produsen, UMKM, dan petani, untuk dapat menjual dan mengirimkan hasil produksi mereka dalam jumlah besar dalam kurun waktu yang singkat, sehingga biaya operasional dan pemborosan persediaan dapat dikurangi secara signifikan.
“Visi kami adalah membawa pengalaman belanja offline dengan teman dan keluarga menjadi online. Kami memulai dengan menawarkan cara-cara untuk pelanggan menemukan penawaran-penawaran bagus, produk-produk baru dan berbagi dengan orang-orang terdekat,” ujarnya.
Kehadiran Grupin sebagai social commerce memberikan angin segar bagi pelaku usaha karena secara proaktif memberikan penawaran baru dengan memperkenalkan brand-brand yang belum diketahui masyarakat luas.
Model Bisnis
Grupin didirikan di Indonesia oleh Kevin Sandjaja dan Ricky Christie pada bulan Januari 2021. Kevin pernah menjabat sebagai CEO dari Pegipegi, dan telah juga mengemban berbagai peran di Traveloka, P&G dan Philip Morris International. Sedangkan Ricky, berpengalaman membangun sistem berskala besar termasuk di Traveloka.
“Kami percaya pada kombinasi kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang tepat untuk menjalankan misi Grupin, yaitu membangun sebuah ruang agar banyak orang dapat mencari, menemukan dan bergabung untuk mendapatkan penawaran bagus secara konsisten, sembari membagi pengalaman mereka melalui media sosial,” ungkapnya.
Menurut pria kelahiran Solo itu, Grupin secara proaktif memberikan penawaran baru kepada konsumen, memperkenalkan brand-brand baru. Juga, memproduksi dan bahkan produk buatan lokal yang mungkin tidak mereka ketahui atau tidak mereka pikirkan, menciptakan pengalaman belanja yang berbeda dari situs e-commerce berbasis pencarian.
Hal inilah yang membuat Kevin dan Ricky memutuskan menggunakan nama Grupin. “Kami mau menekankan kekuatan kolektif dari konsumen individu dengan kata yang paling dikenal dan dimengerti, dan kami temukan Grup adalah kata yang tepat. Kami mau menekankan kegiatan yang dilakukan oleh konsumen kami (sebuah kata kerja, daripada kata benda). Jadi kami menemukan bahwa kata yang tepat untuk digunakan adalah Grupin,” ucap Kevin.
Tak hanya itu, Grupin juga menawarkan efektifitas dalam berbelanja, dimana produk yang dipilih pelanggan secara otomatis dapat dikirim ke rumah masing-masing. Hal ini yang membuat nuansa aspeks sosial Grupin berbeda dengan platform e-commerce.
“Kami tidak hanya memberikan nilai yang lebih besar kepada pelanggan untuk uang mereka, tetapi juga memungkinkan produsen, UMKM, dan juga petani untuk menjangkau konsumen baru,” ujar pria berusia 33 tahun itu.
Untuk menggunakan layanan ini, setelah mengunduh aplikasi dan mendaftarkan diri di dalamnya, pengguna dapat memilih barang yang dibutuhkan. Kemudian, pengguna diminta untuk mengajak teman untuk bergabung di grup dengan cara membagikan tautan khusus. Setelah grup tersebut memenuhi syarat minimal jumlah orang, produk tersebut dapat dibeli dan akan dikirim ke alamat rumah masing-masing anggota.
Setiap penawaran barang memiliki ketentuan jumlah anggota grup yang berbeda-beda. Grupin juga menyediakan fitur penawaran yang selalu disesuaikan berdasarkan lokasi, perilaku penelusuran, preferensi pembelian, dan daya beli.
“Selain itu, pelanggan dapat berbagi penawaran dan produk terbaik dengan teman dan keluarga mereka di dalam aplikasi itu sendiri, memberikan pengalaman berbelanja yang unik yang memiliki nuansa aspek sosial yang berbeda dari apa ditawarkan oleh beberapa platform e-commerce lainnya,” imbuhnya.
Model bisnis ini diyakini cocok dengan pasar Indonesia, khususnya untuk menyasar pengguna di daerah tingkat 2 dan 3 yang belum dimasuki e-commerce. Model belanja kolektif ini turut dapat menjaring kalangan konsumen yang belum familiar untuk melakukan belanja secara online. Selain itu, kuatnya jaringan komunitas antartetangga di daerah-daerah dinilai cocok untuk pembelian kolektif seperti ini – apalagi bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau.
Pendanaan dan Strategi Bisnis
Kevin mengungkapkan, bisnis Grupin dimulai dengan modal sekitar US$1 juta yang bersumber dari angel investor. “Dana tersebut digunakan untuk membangun sebuah tim yang kokoh yang terdiri dari profesional berpengalaman dan kami juga melakukan banyak percobaan produk yang membantu kami menemukan strategi bisnis yang tepat,” katanya.
Hasilnya, meski layanan Grupin baru tersedia di Bandung dan Jakarta, startup ini tumbuh pesat. Sejak Januari 2021 mereka telah berhasil menjual ratusan SKU mulai dari makanan kemasan hingga elektronik. Kevin mengungkapkan, hal ini membuktikan bahwa model bisnis ini memiliki kemampuan dan fleksibilitas untuk menjual banyak kategori produk yang berbeda.
“Strategi pertumbuhan kami sudah bekerja dengan baik. Kami sudah dapat menumbuhkan angka pengguna kami dengan cepat dan menjaga engagement rate yang tinggi. Kami juga sudah dapat memperkenalkan variasi kategori produk yang luas, seperti makanan kemasan, produk segar, produk bayi, peralatan dapur, dan elektronik, yang menunjukkan betapa fleksibelnya platform kami,” ucapnya.
Tentu sebagai usaha rintisan mereka juga menghadapi masalah. “Tantangan terbesar kami saat ini adalah menemukan talenta yang tepat. Untuk itu, kami terus menaikkan batasan untuk perekrutan talenta yang berkualitas, dan kami juga mencari orang-orang yang memiliki kultur kuat yang cocok,” kata Kevin.
Perkembangan bisnis yang tumbuh pesat membawa Grupin mendapatkan pendanaan awal senilai US$3 juta atau sekitar Rp 42 miliar dari putaran pendanaan yang dipimpin Surge dari Sequoia Capital India. Grupin merupakan bagian dari kohort keenam program akselerator Surge. Pendanaan ini juga diikuti oleh Skystar Capital dan East Ventures.
“Sekarang fokus kami adalah membangun Grupin menjadi lebih efektif dalam mengumpulkan demand. Kami akan terus membuatnya lebih mudah untuk menggabungkan kekuatan kolektif dari konsumen individu. Artinya, lebih banyak investasi di penelitian dan pengembangan, dan kami juga akan memperluas jangkauan ke kota-kota dan negara-negara lain untuk menjangkau lebih banyak konsumen dan supplier,” pungkas Kevin.
=====================
Kevin Sandjaja
- Tempat Lahir : Solo, 1989
- Pendidikan Terakhir : Bachelor of Computer Science Binus University
- Usaha yang dikembangkan : Membuat platform social commerce
- Nama Platform : Grupin
- Mulai usaha : 2021
- Modal Awal : sekitar US$1 Juta
===================
STEVY WIDIA
Discussion about this post