youngster.id - Isu sampah ini semakin tidak dapat diabaikan, terutama di beberapa destinasi wisata unggulan Indonesia yang padat akan wisatawan. Salah satunya adalah yang ditemui di pulau Bali. Berbagai langkah dilakukan untuk mencari solusi dalam meminimalisir volume sampah, termasuk mengubah sampah menjadi barang yang bernilai.
Masalah sampah masih menjadi ancaman serius buat Indonesia. Hasil survei pemantauan sampah laut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang 2017-2018 di 18 kabupaten/kota menunjukkan rata-rata timbunan sampah laut sebesar 106,38 gram per meter persegi. Selain itu, KLHK menyampaikan timbunan sampah secara nasional sebesar 175.000 ton per hari atau setara 64 juta ton per tahun.
Tentunya, masalah sampah tersebut harus diatasi dan dicari solusinya. Semua pihak dituntut memiliki peran nyata dalam menanggulangi sampah ini. Termasuk dari kalangan anak muda. Nah, salah satu anak muda yang berkomitmen dan berupaya memberi solusi atas permasalahan sampah ini adalah Putu Hermawan. Sejak tahun 2017 anak muda asal Bali ini mendirikan Wedoo Workshop, sebuah usaha rintisan workshop (pembengkelan) yang mengombinasikan teknologi dengan isu lingkungan.
“Banyaknya permasalahan sampah yang menjadi sorotan di Provinsi Bali khususnya, membuat saya terpanggil untuk memadukan teknologi dan isu lingkungan dengan membangun workshop (pembengkelan) untuk mengembangkan pengelola sampah menjadi produk bernilai ekonomis,” ungkap Putu, Founder dan CEO WeDoo kepada youngster.id.
Salah satu solusi yang ditawarkan Putu adalah membuat mesin pengolah sampah seperti, Wood Chipper (penghancur ranting kayu), Organic Waste Mill (mesin pencacah sampah organik), Plastic Crusher (pencacah sampah plastik), Cocopeat/Cocofiber (pengurai serabut kelapa), dan lain sebagainya. Menariknya, selain membeli produk jadi, konsumen juga bisa merancang sendiri mesin yang dibutuhkan, dan Wedoo Workshop akan memproduksinya secara custom.
Selain memproduksi mesin pengolah sampah, Putu juga memproduksi sepeda dengan mengunakan material bambu baik sepeda kayuh maupun sepeda elektrik. Selain dalam bentuk sepeda, transportasi ramah lingkungan juga diwujudkan dengan memproduksi motor listrik sebagai alternatif penggunaan skuter berbahan bakar diesel. Tetapi, produksi motor listrik ini masih terbatas, sehingga pembuatannya masih berdasarkan permintaan. “Itu merupakan wujud kepedulian kami akan lingkungan agar terbebas dari polusi,” tegas Putu.
Rupanya, solusi inovatif untuk penanganan sampah yang ditawarkan Putu dan timnya di WeDoo Workshop berhasil menjadi finalis pada gelaran Diplomat Success Challenge (DSC X) 2019. “Saya bersyukur menjadi finalis pada gelaran DSC X di mana insting wirausaha saya dilatih menjadi problem solver agar siap pada tantangan apapun yang mungkin akan dihadapi sebagai wirausahawan. Mentor-mentor nasional juga mebantu saya berkembang, menyuntikkan motivasi sehingga saya dapat lebih percaya diri lagi mengembangkan Wedoo Workshop”, ujar Putu.
Mulai dengan Alat Sederhana
Putu menuturkan, lahirnya WeDoo Workshop berangkat dari kecintaannya pada teknologi. Sebelumnya, di tahun 2015, dia bergabung dengan sebuah usaha di bidang teknologi, membuat sepeda berbahan bambu yang dipadupadankan dengan teknologi kelistrikan, menjadi sebuah sepeda listrik ramah lingkungan. Usaha perakitan dan pembuatan motor listrik bernama Power Throne itu berhasil dikenal luas hingga ke mancanegara.
“Namun manusia memiliki titik jenuh. Pada masa kejenuhan itulah yang membuat saya berubah haluan. Ditambah lagi dorongan dari kawan – kawan penggerak lingkungan, kami mendirikan perkumpulan Bali Rare Paduraksa,” kisahnya.
Disebutkan Putu, untuk membangun WeDoo Workshop ini ia mesti merogoh tabungannya sebesar Rp 10 juta. Biaya itupun sebenarnya tidak cukup untuk membeli peralatan, yang terpaksa harus mencicil atau mengajukan pinjaman modal.
“Saya mulai dari alat murah sederhana yang bisa saya beli, dan itu diperoleh dari keuntungan jasa service yang saya lakukan. Pengerjaannya juga dilakukan di rumah kontrakan kecil yang saya tempati. Kemudian, teman saya membantu dengan menyewakan satu tempat untuk saya selama setahun agar saya bisa melakukan pekerjaan lebih leluasa,” kenangnya.
Toh, kondisi itu tak menyurutkan semangat Putu. Dia memiliki misi untuk menyediakan mesin daur ulang sampah serta alat transportasi yang terjangkau dan berkelanjutan sebagai tanggung jawab bagi sosial dan lingkungan. Alhasil, WeDoo Workhop berhasil memproduksi Mini Shredder menjadi mesin pencacah plastik pertama.
Tak berhenti di sana, Putu terus melanjutkan dengan membuat berbagai mesin pengolah sampah, sampai ke mesin pemanfaatan hasil cacah sampah. Contohnya SheetPress yang mengubah cacahan sampah plastik menjadi papan plastik atau barang lainnya. “Bisnis yang saya jalani adalah sebuah bisnis kecil workshop (perbengkelan),” ucapnya.
Menurut Putu, butuh waktu sekitar 2 tahun untuk membentuk tim yang solid dengan visi dan misi yang menjadi satu. “Kami tetap belajar hal baru setiap harinya karena setiap order yang masuk selalu berbeda. Dan, di sinilah tantangan terbesar dan terberat kami untuk memecahkan masalah yang dibawa oleh calon pelanggan WeDoo,” ungkapnya.
Kendati begitu, diakui Putu, untuk bisa seperti sekarang, ia mesti jatuh bangun dalam mengembangkan WeDoo ini. “Karena tidak punya dasar manajemen bisnis, di awal saya merasa usaha saya seperti jalan di tempat. Bahkan ada masalah finansial yang mengharuskan saya meminjam ke sana kemari untuk menyelamatkan WeDoo. Itu sempat membuat saya down. Namun motivasi dari teman-teman dan lingkungan membuat saya bisa bangkit lagi,” ungkapnya.
Tak hanya itu. Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang juga turut berpengaruh pada bisnis Wedoo Workshop. “Sangat berdampak dari segi penjualan. Tetapi kami punya cara mengatasi sendiri, yaitu dengan cara memokuskan usaha untuk mencari pembeli di sekitaran, khususnya di tingkat desa-desa di Bali. Dan, dengan mempromosikan produk lewat digital platform yang sudah kami punya,” terangnya.
Program Pendampingan
Menurut Putu, hal yang membedakan dan menjadi keunggulan Weedo Workshop dari usaha sejenis adalah pihaknya memberikan program pendampingan kepada konsumennya. Bahkan, diklaim Putu, WeDoo merupakan satu-satunya perusahaan pembuat mesin pencacah dengan harga yang kompetitif dan yang memberikan garansi service kepada pelanggannya.
“Adanya peraturan gubernur tentang pengolahan sampah berbasis sumber yang mewajibkan setiap desa di Bali harus mengolah sampah mereka sendiri agar tidak menimbulkan masalah baru di TPA, mendorong Wedoo bekerjasama dengan pihak desa. Dengan alat kami, selain mudah untuk didapatkan, mereka juga mendapat pendampingan sekaligus menghemat biaya pemeliharaan,” ungkap Putu.
Menurut Putu, WeDoo tidak semata menjual produk mesin begitu saja, tapi juga ingin berbagi ilmu dalam pengolahan sampah kepada warga desa yang umumnya belum memahami cara pengolahan tersebut. Tak hanya itu, WeDoo memberikan penawaran untuk membeli hasil olahan tersebut untuk dijual atau dimanfaatkan lebih lanjut untuk menjadikan suatu produk yang bernilai jual tinggi. ”WeDoo tidak ingin hanya menjual produk saja dan memutuskan begitu saja. Akan tetapi, WeDoo ingin menjadi perusahaan yang bisa memberikan nilai manfaat lebih, karena dari kita, oleh kita dan untuk kita,” tuturnya.
Lelaki kelahiran Buleleng, Bali 1 Desember 1987 ini menjelaskan, Wedoo memiliki program pelatihan dan pendampingan pada pengelolaan sampah yang dikategorikan menjadi 2 yaitu organic (sampah rumah tangga menjadi pupuk organik, bahan bakar, dan lain-lain) dan non-organic (plastik dapat menjadi furnitur, aksesoris). “Untuk sampah organic, kami menawarkan pendampingan selama maksimal 3 bulan dan dapat diperpanjang apabila masih membutuhkan. Pendampingan organic ini meliputi bagaimana cara mengolah sampah menjadi pupuk cair maupun padat yang memang dibutuhkan oleh tanaman/tumbuhan dan kelebihan dari hasil olahan tersebut kami bantu untuk menyalurkanya,” paparnya.
Sedang untuk sampah non-organic, Wedoo juga memberikan pendampingan penuh. Mulai dari pelatihan hingga bagaimana cara mengolah plastik yang benar sehingga menjadi nilai jual yang tinggi. “Hal yang paling penting adalah pendampingan. Sangat jarang ada yang memberikan pendampingan, sehingga masyarakat terutama di pedesaan merasa nyaman ketika melakukan pengolahan sampah,” papar Putu. “Apabila membutuhkan manajemen dari kami, maka kami siap mendampingi. Dan, hasil dari olahan plastik atau cacahan tersebut juga akan kami beli,” katanya lagi.
Selain itu, lanjut Putu, WeDoo juga memiliki program Kerjasama mengambil atau membeli hasil cacahan dari masyarakat. Lebih dari itu, Putu juga terbuka untuk setiap anak kampus dan sekolah yang ingin magang atau PKL di workshop WeDoo. “Kehadiran Wedoo Workshop ini tentunya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat,” tegas Putu.

Mengubah Pandangan
Dalam perjalannya, tantangan berat lain dihadapi Putu, yaitu mengubah pandangan orang mengenai sampah. “Sampah tidak bisa diselesaikan oleh perseorangan, masalah ini harus diatasi bersama baik perorangan, kelompok, swasta maupun pemerintah. Untuk itu, kami melalakukan pendekatan personal dan memperlihatkan hasil pengolahan serta produk apa yang dapat dihasilkan. Bahkan, kami merangkul pesaing untuk dapat bekerja sama dalam menjalankan visi dan misi menanggulangi masalah sampah ini,” paparnya.
Menurut Putu, WeDoo melakukan pendekatan dengan pihak kepala desa di sejumah daerah di Bali untuk memberikan penjelasan mengenai usaha ini. Putu bersyukur saat ini WeDoo Worksh telah diperkuat sebanyak 8 tim yang turut membantu dan mendukung usahanya semakin berkembang. Dengan demikian, sumber daya yang dimiliki juga telah banyak membantunya dalam menghasilkan produk-produk berkualitas yang telah banyak dinikmati oleh masyarakat di seluruh Indonesia maupun mancanegara.
Produk yang dihasilkan pun cukup banyak. Mulai dari sheet press plastic dibentuk menjadi furnitur seperti meja, kursi, meja bar, meja sudut, gagang pisau, kursi anak, meja belajar,nampan dan lain-lain. Selain itu, ada juga gantungan kunci, plakat-plakat, piagam penghargaan, dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk coco fiber dihasilkan pot bunga, sikat gigi, sikat wc dan coco mill menghasilkan produk untuk pupuk, media tanam. “Terakhir untuk pengolahan sampah organik dapat menghasilkan pupuk organik,” ujar Putu bangga.
Putu juga menyebutkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pengembangan usaha menciptakan alat daur ulang limbah gabah menjadi produk kemasan makanan dan minuman. “WeDoo ingin mengembangkan segala potensi yang ada, khususnya pada alat pengolahan sampah agar lebih efisien dan lebih terjangkau. Kami ingin membuat alat daur ulang limbah gabah menjadi produk kemasan makanan dan minuman karena limbah gabah sangat banyak di Bali dan nilai jualnya sangat kecil,” ujarnya berharap.
Ke depan, Putu berharap usaha rintisannya ini bisa terus berkembang dan menjadi pelopor industri kresatif yang ada di Bali, dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi namun tetap terjangkau.
“Saya ingin WeDoo menjadi pelopor industri kreatif di Bali yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas standar yang tinggi namun tetap dapat dijangkau oleh masyarakat lokal. Target saya untuk tahun depan saya dapat berkontribusi melalui pengembangan alat untuk pengolahan berbasis sumber yang ada di Bali pada khususnya. Kami tidak menutup kemungkinan akan membuka cabang-cabang baru di setiap wilayah di Indonesia,” tutup Putu.
=====================
Putu Hermawan
- Tempat Tanggal Lahir : Buleleng, Bali, 1 Desember 1987
- Pendidikan : SMK 3 Negeri, Singaraja Bali
- Usaha yang dikembangkan : Membuka pembengkelan yang memproduksi alat pengolahan sampah
- Nama Usaha : WeDoo Workshop Bali
- Mulai usaha : Tahun 2018
- Modal awal : sekitar Rp 10 juta
- Jumlah karyawan : 8 orang
- Prestasi : Startup Terpilih Program Diplomat Success Challenge (DSC) & Diplomat Entrepreneur Network (X)
======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post