youngster.id - Startup bidang financial technology (fintech) memiliki peluang berkembang yang besar di Indonesia. Pasalnya, potensi pasar untuk fintech ini sangat besar. Maklum, fintech dapat bersentuhan langsung dengan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Di sisi lain, fintech dapat mendukung pertumbuhan dan menjadi jembatan yang menghubungkan dunia perdagangan online dan offline dari para pelaku UMKM.
Berdasarkan ASEAN Banks: Fintech Opportunity and Threat pada Maret 2017 hanya 36% orang dewasa di Indonesia yang memiliki akun bank. Namun dalam lima tahun mendatang diprediksi 41% masyarakat menengah ke atas. Transaksi e-money sudah mencapai US$ 683 juta pada 2016 di Indonesia.
Hal itu berpengaruh pada perkembangan fintech. Saat ini total transaksi fintech di Indonesia mencapai US$ 15 miliar. Hal ini mengantar Indonesia sebagai negara dengan nilai transaksi fintech tertinggi di Asia tenggara. Terkait dengan itu, diprediksi pada 2021 jumlah UMKM akan bertambah bila didukung dengan fintech.
Salah satu startup yang bergerak di industri fintech adalah KUDO—singkatan dari Kios untuk Dagang Online. Berbeda dengan model startup lainnya yang mengedepankan online, KUDO melakukan hal yang sebaliknya.
Menurut Albert Lucious, Founder & CEO KUDO, startup yang didirikan dengan Agung Nugroho (bertindak sebagai COO) ini bertujuan untuk mengembangkan solusi praktis bagi marketplace dan ekosistem pembayaran di Indonesia. Keduanya sudah bersahabat sejak masih sekolah. Mereka merupakan lulusan MBA dari Haas School of Business, University of California Berkeley.
Dengan pengalaman sebagai analis dan konsultan, keduanya ingin mencoba menyelesaikan masalah masih banyaknya orang Indonesia yang belum memiliki rekening bank dan kesulitan melakukan belanja online.
“Dalam proses perjalanan bisnisnya KUDO banyak bekerjasama dengan perusahaan lain yang memungkinkan perbelanjaan e-commerce kepada jutaan masyarakat Indonesia yang tidak memiliki akses atau tidak mau bertransaksi online. Jadi kami menawarkan beragam produk apapun yang bisa Anda temukan melalui online kepada konsumen kami. Selain itu, mereka bisa melakukan transaksi secara konvensional dengan metode pembayaran,” papar Albert kepada Youngster.id.
Pada dasarnya, layanan yang mereka kembangkan ingin menjembatani antara dunia perdagangan online dan offline. Dengan model bisnis yang diusung KUDO, memungkinkan siapa saja menjadi agen atau reseller untuk menjual berbagai produk dari toko online yang telah jadi mitra KUDO.
Konsep ini menjadikan KUDO sebagai platform Online-to-Offline (O2O) terkemuka di Indonesia. Sejak diluncurkan bulan Januari 2015, KUDO sekarang sudah memiliki ribuan agen yang tersebar di seluruh Jawa.
Bukan Marketplace
“Sebenarnya kami bangun KUDO ini awalnya hanya dari project class room. Saat itu kami berdua kepikiran ingin membantu orang Indonesia untuk bertransaksi online. Kalau melihat populasi 4 dari 5 orang tidak memiliki akun bank, bagaimana caranya mereka bisa mau melakukan transaksi online, gitu. Sudah punya smartphone, sudah punya data plan, sudah punya aplikasi, tapi belum tentu bisa bayar juga. Belum lagi kalau dengan orang yang berada di luar kota. Makanya waktu itu, kami terpikir buat model yang memang membantu masyarakat tersebut yang masih agak gaptek, belum percaya dengan bayaran online, dan belum punya akun bank, bisa dan dimudahkan dalam bertransaksi,” papar Albert.
Lelaki yang mengaku fans klub sepakbola Machester United ini mengklaim, KUDO berbeda dengan startup marketplace lainnya. Maksudnya, ketika semua usaha menggunakan cara offline go to online. Justru KUDO melakukan hal yang sebaliknya.
“Sistem ‘online go to offline’ adalah konsep yang ditawarkan KUDO. Contohnya, meskipun smartphone sudah semakin murah bukan berarti orang berkeinginan untuk belanja secara online. Karena alasan keamanan adalah salah satu faktornya, dan tidak semua pemilik smartphone merasa aman jika melakukan transaksi di dunia maya. Ini peluang yang lihat, yaitu sebagai Agen KUDO,” ujarnya.
Model Bisnis KUDO bisa dibilang pionir dalam bisnis O20 di Indonesia. Sayangnya, saat disinggung berapa besar modal awal yang dikeluarkan ketika membangun bisnis rintisan berbasis teknologi ini, Albert enggan membeberkannya.
“Modal awal kami dari venture capital. Tapi jumlah yang dulu jika dibanding denga yang sekarang beda banget. Seiring berkembangnya ekosistem startup di Indonesia funding save semakin besar di Indonesia. Jadi ya normallah, gitu,” kilahnya.
Ada beberapa alat utama yang dibagikan KUDO kepada para agennya, yaitu tablet, aplikasi KUDO, dan fitur pembayaran online. KUDO membuat tablet Android sendiri yang bekerjasama dengan vendor asal China untuk menyediakan perangkat komunikasi kepada para agennya. Namun, sejauh ini KUDO tidak memberi tahu vendor apa yang mereka manfaatkan untuk membuat tablet.
Sementara itu, aplikasi mobile KUDO dikenal bisa berjalan walau di jaringan EDGE alias 2G. KUDO harus melakukannya untuk menjawab kemungkinan para agen mereka sedang menawarkan produk-produk ke daerah di pedalaman. Termasuk untuk fitur pembayaran dan transaksi.
Model bisnis yang diterapkan KUDO terbilang sukses disejumlah negara seperti China, Jepang, Thailand, dan Rusia, yang warganya punya budaya pembayaran tunai yang sangat kuat. Hal inilah yang membuat para investor tertarik untuk mengakuisisi KUDO yang sebelumnya telah diberi pendanaan oleh EMTEK, East Ventures, GREE Ventures, Singapore Press Holdings, IMJ Investment Partners, 500 Durians, Beenext, dan SkyStar.
KUDO juga menghadirkan teknologi pembayaran mobile. Fitur inilah yang kemungkinan membuat Grab tertarik untuk mengakuisisi KUDO. Keunggulan jangkauan KUDO yang luas di kota-kota kecil akan memperkuat dan memperluas layanan GrabPay, serta menghadirkan solusi pembayaran non-tunai yang nyaman dalam meningkatkan pengalaman berbelanja online.
Saat ini, KUDO telah memiliki 300 ribu agen yang tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah konsumen mencapai 1,6 juta. Perusahaan itu menargetkan punya 1 juta agen di tahun 2018 nanti.
“Target ke depan ingin membesarkan jaringan mitra-mitra. Pastinya core yang sudah ada tetap akan jalan. Jaringan tambah luas dan bertambah banyak. Lalu, berintegrasi dengan Grab. Artinya, produk dan service kami harus masuk ke Grab, sehingga service Grab juga bisa dijalankan sama orang-orang KUDO. Nah, integrasi di antara dua perusahaan ini sekarang sedang kami jalankan,” paparnya.
Menurut Albert, saat ini memang belum ditemukan masalah yang berarti. Namun, ketika perjalanan hal itu terjadi, ia hanya menyiasati cukup melakukan pendekatan komunikasi yang sangat efektif.
“Masalah yang paling besar yang saya rasa disini adalah komunikasi. Komunikasi antara KUDO dan Grab. Jadi saat ini kami lebih sering memadukan ide melakukan kolaborasi secara bersamaan. Ini sama seperti dua orang yang baru pertama kali bertemu. Kadang-kadang kalau kita kurang komunikasi bisa saja salah mengerti. Sebenarnya itu saja dan ini sangat normal. Solusinya yaitu kami harus sering melakukan event secara bersama, kolaborasi lebih banyak sehingga bisa mencapai apa yang diinginkan oleh kita semua nantinya,” jelas Albert.
Kekuatan Baru
Albert mengakui kesuksesan yang didapatnya hingga mencapai titik tertinggi saat ini tak mungkin dilakukan sendiri tanpa ada dukungan dan kolaborasi dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan bagi para startup dan founder, penting mengingat hal ini: ketika titik terendah telah dilalui, agar tidak melupakan orang-orang di sekeliling yang turut mendapatkan titik tertinggi itu nantinya.
“Ini kembali ke orang-orangnya sih, kita really believe on a people. Kami percaya, nggak akan bisa mencapai titik ini jika kalau orang-orang yang sudah berkolaborasi dengan KUDO tidak percaya sama misi dan visi kami. Jadi tips saya untuk para founder, percaya pada misinya itu, ciptakan misi tersebut dalam rekrutmen, dan jangan lupakan tim yang membantu kita ketika telah mencapai kesuksesan nantinya. Intinya jangan lupa orang-orang tersebut selalu bersama untuk tumbuh sehingga keinginan perusahaan bisa berkembang sesuai yang diinginkan,” ucap Albert mengingatkan.
Diakui Albert, memang tidak mudah menyatukan pemikiran dengan yang lain. Tetapi, dengan visi dan misi bisa mengikat bersama. Selain itu, harus respect satu sama lain. “Kami memperlakukan orang lain seperti yang kami ingin orang lain lakukan pada kami. Dengan semua itu ada respect, dan itu that really-really strong,” ujarnya.
Pria yang pernah bekerja sebagai analis di Goldman Sachs dan product engineer di Apple ini mengakui diakusisinya KUDO oleh Grab membawa pengaruh besar. Dengan ini dirinya yakin untuk membawa startup ini semakin berada di posisi terdepan. Apalagi dirinya begitu yakin bahwa pangsa pasar di Indonesia masih sangat besar.
“Yang pasti pasar Indonesia masih sangat menjanjikan. Indonesia negara keempat terbanyak populasinya. Nggak ada lagi populasi yang seperti di Indonesia, dimana kaum mudanya sedang grow mencapai ke arah berikutnya. Ini cuma ada di Indonesia. Cina, Brasil dan Amerika sudah melewati masa itu. Tinggal kita yang berikutnya,” ucapnya.
Dengan kekuatan baru, maka Albert ingin mengembangkan KUDO lebih besar lagi agar manfaatnya bisa dirasakan lebih banyak orang.
“Jadi, sekarang orang bisa mengakses market melalui aplikasi KUDO yang di miliki oleh partner-partner kami. Ke depannya, sesudah menjadi bagian dari Grab, kami melihat market juga secara consumer centric. Artinya, kami eksplorasi bagaimana caranya bisa memasukan service-service KUDO melalui aplikasi Grab. Aplikasi Grab telah dipakai oleh konsumer yang besar di Asia Tenggara, artinya kami juga punya akses ke pelanggan-pelanggan tersebut. Nah itu yang akan kami masukan service-service ke depannya,” jelas Albert.
Toh, Albert berharap dapat tetap bisa mengembangkan layanan yang benar-benar membantu masyarakat Indonesia untuk bertransformasi ke dunia digital. “Sekarang yang melek teknologi itu barulah kalangan menengah ke atas yang tinggal di kota-kota besar. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia yang lainnya. Nah, itulah misi kami untuk membawa mereka ke arah ekonomi Indonesia yang semakin berkembang,” pungkas Albert bersemangat.
========================================
Albert Lucious
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 1984
- Pendidikan Terakhir : MBA dari Haas School of Business, University of California Berkeley
- Usaha : KUDO
- Mulai Usaha : Januari 2015
- Jumlah Pengguna : 1,6 juta
- Jumlah Agen : 300 ribu
=======================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia