Bekraf Dorong Pendanaan di Sektor Ekonomi Kreatif

Fadjar Hutomo Deputi Akses Permodalan Bekraf pada program Bekraf Financial Club (BFC). (Foto: Bekraf/youngster.id)

youngster.id - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mendorong permodalan di sektor ekonomi kreatif melalui kerja sama dengan berbagai lembaga keuangan. Sebagai wujud komitmen itu, hadir Dana Ekonomi Kreatif (Dekraf).

Fadjar Hutomo, Deputi Akses Permodalan Bekraf mengatakan Bekraf untuk mendorong ekosistem yang mendukung bagi permodalan ekonomi kreatif. Karena itu Dekraf pun tercetus sejak tahun 2016.

“Dana Ekonomi Kreatif atau Dekraf ini tujuannya agar semakin banyak lembaga keuangan yang mempunyai portfolio di ekonomi kreatif,” ucap Fadjar baru-baru ini di Jakarta. Dia menjelaskan Dekraf menjadi payung program terkait permodalan dari Bekraf. Dalam pelaksanaannya, Dekraf menggandeng permodalan dari sisi perbankan dan non-perbankan.

Selain itu ada beberapa inisiatif yang dilakukan seperti Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) sejak 2 tahun lalu dengan total dana Rp6 miliar. Dari 16 subsektor yang ada di Bekraf, untuk program BIP terdapat dua subsektor prioritas yaitu aplikasi dan game developer serta kuliner. Selain itu, pihaknya bekerja sama dengan pihak lainnya seperti filantropi, perbankan hingga pasar modal.

Namun Fadjar mengatakan kebutuhan pendanaannya sangat bervariasi. Selain itu, kesiapan dari sisi bisnis di masing-masing subsektor juga beragam. “Kami berikan dalam bentuk grant, total nilainya masih kecil, karena ini trial, total Rp6 miliar, per entitas bisnisnya maksimum Rp200 juta. Tahun ini belum diluncurkan,” ujarnya.

Dia mengatakan untuk mendapatkan bantuan permodalan tersebut, pelaku usaha harus melewati proses kurasi dan pemilihan oleh tim ahli. “Jurinya dan kuratornya ada tim yang lebih mewakili industri dan pelaku di industri terkaitnya,” ujarnya.

Dia menjelaskan ada sektor yang secara sisi komersial belum siap seperti seni pertunjukan khususnya yang bersifat tradisional, sehingga kerja sama yang dilakukan dengan cara menggaet filantropi untuk menyalurkan modal dalam bentuk hibah.

Kemudian, ada sektor-sektor yang sisi komersialnya sudah ada atau memiliki reguler cash flow seperti subsektor kuliner, fesyen, dan kriya. Untuk ini, program yang dilakukan melalui KUR ekonomi kreatif. “Ini yang kelihatan produknya.”

Fadjar mengungkapkan dari data yang dimilikinya, minat pemberian modal pada sektor ekonomi kreatif semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari nilai kredit usaha rakyat (KUR) yang disalurkan oleh lembaga keuangan kepada pelaku usaha ekonomi kreatif.

“KUR ekonomi kreatif pada 2015 itu Rp 3,5 triliun lebih, [pada] 2017 Rp 5 triliun lebih. [Jadi] lembaga keuangan sudah melihat investasi di industri ekonomi kreatif,” jelasnya.

Sementara itu, ujarnya, ada beberapa subsektor yang sulit masuk dengan ketentuan kredit perbankan, seperti bisnis rintisan atau startup yang masuk ke subsektor aplikasi digital dan game, serta film, musik.

“Tidak bisa karena beda nature dan bisnis model, bisnis cycle-nya, yang bisa masuk investor mulai dari angel investor, venture capital, sampai ke pasar modal. Itu yang harus kami siapkan ekosistemnya,” kata Fadjar lagi.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version