youngster.id - Bukalapak mencatatkan pertumbuhan transaksi pada tahun lalu sebesar 60% dibanding tahun sebelumnya. Bukalapak juga mencatat gross merchandise value (GMV) hingga penghujung 2019 senilai US$ 5 miliar. Potensi UMKM untuk masuk ke ekosistem Bukalapak ke depannya masih terbuka lebar.
“Masih ada 95% transaksi yang belum dilakukan dengan online, itu jadi peluang buat Bukalapak,” kata Rahmat Kaimuddin CEO Bukalapak dalam keterangannya, Jumat (10/1/2020) di Jakarta.
Bukalapak mencatatkan pertumbuhan transaksi pada tahun lalu sebesar 60% dibanding tahun sebelumnya. Bukalapak juga mencatat gross merchandise value (GMV) hingga penghujung 2019 senilai US$ 5 miliar. Adapun laba kotor Bukalapak di pertengahan 2019 naik tiga kali lipat dibandingkan periode sama 2018 dan berhasil mengurangi setengah kerugian dari EBITDA selama delapan bulan terakhir.
Capaian itu membuat Bukalapak memperoleh nilai valuasi total hingga US$ 2,5 miliar. Ditambah lagi, tahun lalu unicorn Tanah Air itu mendapatkan pendanaan dari investor Korea Selatan, Shinhan Financial Group Co Ltd.
E-commerce yang didirikan pada 2010 itu juga sudah menjadi unicorn yang nilai valuasinya lebih dari US$ 1 miliar. Menurutnya, Bukalapak menjadi bagian dari 433 perusahaan di seluruh dunia yang nilai valuasinya lebih dari US$ 1 miliar.
“Dua milestone sudah tercapai di Bukalapak. Tinggal satu lagi, Bukalapak ingin bisa bertahan sampai 100 tahun,” ujar Rahmat.
Bukalapak mencatat 2 juta transaksi setiap hari dengan 70 juta pengguna dan dikunjungi oleh 420 juta per bulannya. Ada 5 juta penjual di Bukalapak dengan 900 lebih official brand.
Co-Founder dan Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid mengatakan saat ini produk fesyen dan elektronik masih mendominasi kategori terfavorit di platform-nya. Namun, konsumen juga mulai tertarik membeli produk makanan, kerajinan, dan berbagai produk khas suatu daerah melalui e-commerce.
“Perubahan ini didorong kepercayaan konsumen yang semakin yakin dengan keamanan dan kemudahan melalui platform tersebut. Belanja di e-commerce lebih aman, nyaman, dan mudah untuk mendapatkan produk yang diinginkan konsumen,” kata Fajrin.
Dia mencontohkan, pada awal Bukalapak berdiri, setengah transaksi perusahaan hanya terjadi di Jabodetabek. Sebab, mayoritas pembeli maupun penjual produk berasal dari wilayah tersebut. “Lalu dua tahun terakhir, (transaksi produk UMKM) di Jabodetabek hanya 30%, artinya bukan berkurang tetapi karena daerah lainnya itu justru tumbuh lebih pesat,” ungkapnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post