youngster.id - Pendidikan di Indonesia terus menghadapi berbagai tantangan fundamental, seperti paradoks globalisasi, kesenjangan ekonomi, kualitas yang kontradiktif, dan divergensi kesempatan yang tidak terbuka luas.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) per Desember 2023, jumlah penduduk di Indonesia adalah 280 juta jiwa. Hanya 6,68% atau 18,74 juta jiwa yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Padahal, pendidikan yang lebih tinggi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan produktivitas masyarakat yang tentunya akan berdampak pada kondisi ekonomi negara. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan.
Gita Wirjawan, Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, tak hanya menekankan peran teknologi sebagai pendukung dalam pendidikan, namun juga pentingnya berkomunikasi secara global untuk menghadapi tantangan masa kini.
“Kita harus lebih berinvestasi di apapun yang sifatnya itu scientific atau STEM (science technology engineering mathematics). Tentunya juga dibekali kapasitas berkomunikasi, karena kalau kita tidak bisa berkomunikasi, kita hanya tahu sains saja kita tanpa bisa bernegosiasi,” ujar Gita, dalam acara Talkshow-1 Cakap Blitz (Business Leadership Talks), Jum’at (12/7/2024).
Sayangnya, mengenyam pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bukanlah hal yang dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia. Seringkali, faktor ekonomi maupun geografis menjadi hambatan dalam mendapatkan ilmu yang berkualitas namun tetap ramah kantong. Hal ini tentunya merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dan mendapatkan solusi.
Tomy Yunus, CEO & Co-Founder Cakap, menggarisbawahi pentingnya peran edtech dalam mengatasi kesenjangan pendidikan di Indonesia.
“Karena memang tantangan yang kita hadapi di landscape Indonesia ini sangat unik, kita punya berbagai suku bangsa dan etnis. Jadi, sangat berbeda cara masuknya antara east part of Indonesia dan west part of Indonesia. Jadi, memang harus hyper local cara masuk ke relevansinya. Kalau mau masuk ke satu market pasti harus affordable dan accessible,” kata Tomy.
Menurut Tomy, selain memberikan edukasi, sang pelajar pun harus diberikan bayangan akan apa yang dapat mereka capai setelah mendapatkan ilmu tersebut.
“Karena ini kan menyangkut investasi juga ke diri sendiri jadi harus ada clear return invest nya apa. Dalam hal ini, the biggest motivation untuk student itu kan harus ada peningkatan taraf hidup, peningkatan potensi atau income,” tambahnya.
Memanifestasikan hal ini tentunya tidak dapat dilakukan seorang diri. Investasi juga memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan ekosistem pendidikan yang berkelanjutan. Investasi yang tepat dapat mempercepat adopsi teknologi dan memperluas akses ke pendidikan berkualitas. Di sisi lain, investasi yang berkelanjutan juga memastikan bahwa program dan inisiatif pendidikan dapat terus berkembang dan memberikan dampak jangka panjang agar berbagai ilmu yang diberikan kepada masyarakat tidak tiba-tiba terhenti di tengah jalan
Dennis Pratistha, Chief Investment Officer Mandiri Capital Indonesia, menyampaikan pandangannya bahwa dampak dari pendidikan yang didukung oleh teknologi ditentukan oleh dua hal, yaitu kualitas dan kuantitas.
“Quality definitely needs to be there but of course quantity needs to follow. Kalau kualitas saja itu idealism, of course that doesn’t really always translate to success. You need to combine both idealism and pragmatism in short,” kata Dennis.
Kolaborasi antar instansi, kemajuan teknologi, dan investasi adalah kunci untuk membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan. Ketiga elemen ini harus bekerja sama untuk menciptakan solusi yang efektif dan menjawab tantangan fundamental dalam pendidikan di Indonesia. Ketika seluruh elemen ini dapat berjalan selaras, maka kita dapat membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan dan memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih cerah.
STEVY WIDIA