Atasi Gas Beracun Industri, Mahasiswa ITS Kembangkan Membran Baru

Mahasiwa Departemen Kimia ITS berhasil menggabungkan material membran karbon dan membran zeolit. (Foto: ITS/Youngsters.id)

youngster.id - Gas karbon dari aktivitas industry memiliki andil besar pada terjadinya pemanasan global. Melihat kondisi tersebut, menarik mahasiswa ITS mengembangkan membran dengan material baru yang dapat menyaring gas racun dari perindustrian dengan lebih efektif.

Mereka dalah Yusuf Kurniawan, Randy Taufik Qodar Romadiansyah, dan Shinta Herdiana Suherman yang berhasil menciptakan jenis membran terbaru ini. Ketiga mahasiswa Departemen Kimia tersebut berhasil menggabungkan material membran karbon dan membran zeolit yang selama ini digunakan untuk proses pemisahan gas.

Randy menjelaskan baik membran karbon maupun membran zeolit memiliki kekurangan yang bisa tertutupi apabila keduanya digabungkan. Membran karbon memiliki kekurangan berupa pori yang tidak rata. Sementara itu kekurangan dari membran zeolit adalah tingkat selektifitasnya yang rendah.

“Kekurangan itu yang membuat kami berfikir untuk menggabungkan kedua material agar dapat menghasilkan performa membran yang lebih unggul,” ujar Randy yang dilansir laman ITS belum lama ini.

Penggabungan material membran karbon dan membran zeolit dilakukan dengan cara ditempel. Sintesis zeolit ditempel dengan karbon yang berasal dari karbonisasi sukrosa untuk menghasilkan karbon tertemplet zeolit (KZT). KZT ini merupakan material baru dan belum pernah ada yang menggunakannya sebagai material pembuatan membran.

Setelah tercipta karbon tertemplat zeolit, maka keduanya digabungkan dengan membran organik P84 untuk menghasilkan membran campuran yang memiliki kestabilan termal yang tinggi dan tidak mudah retak. Pembuatan membran sendiri menggunakan metode inversi fasa, yakni polimer yang diubah secara terkendali dari fasa cair ke fasa padat.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, membran ini terbukti memiliki daya selektifitas yang lebih baik. Dalam kandungan KTZ 0,2%, 0,3%, dan 0,4%, gas CO2 memiliki nilai permeabilitas yang lebih tinggi dengan masing-masing bernilai 4,623 Barrer; 5,619 Barrer; 41,614 Barrer. Sementara nilai permeabilitas gas O2 lebih kecil dengan masing-masing bernilai 4,111 Barrer; 5,619 Barrer; 6,604 Barrer.

Permeabilitas sendiri merupakan kemampuan membran melewatkan gas. “Dengan nilai permeabilitas CO2 yang lebih besar dari O2, menunjukkan bahwa membran ini dapat memisahkan CO2 terlebih dahulu,” jelas Randy.

Penelitian yang dilakukan selama lima bulan ini pun diakui Rendy masih butuh sejumlah pengembangan. Hal ini dikarenakan belum ada referensi yang membahas tentang kondisi optimum dalam preparasi material KTZ ini.

Ide yang diusung oleh ketiga mahasiswa ini pun telah dituangkan dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM PE) dibawah bimbingan Nurul Widiastuti MSi PhD. Hasil penelitian ini pun sukses mengantarkan mereka berkompetisi pada PKM tingkat nasional di Makassar pada 23-28 Agustus mendatang.

Rendy mengungkapkan penelitian ini diarahkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan karena sifatnya penemuan yang masih baru. Namun kedepannya ia berharap penelitian ini bisa dijadikan modul untuk membuat membran hollow fiber yang bisa digunakan untuk skala industri. “Sampai sekarang masih dalam pengujian kearah sana (hollow fiber, red) agar bisa digunakan untuk mengurangi polusi yang dihasilkan oleh pabrik” pungkas mahasiswa asal Surabaya tersebut.

FAHRUL ANWAR

Exit mobile version