Inklusivitas Digital Menjadi Tantangan Bisnis Telekomunikasi Indonesia di 2024

GeekTalk dan Technologue Award 2024. (Foto: istimewa/youngster.id)

youngster.id - Badan Pusat Statistik dalam laporan Statistik Telekomunikasi Indonesia 2022, menunjukkan bahwa masih ada desa yang belum menerima sinyal telepon seluler atau bahkan belum difasilitasi menara Base Transceiver Station (BTS). Ini menunjukkan meskipun lebih dari setengah penduduk Indonesia telah mengakses internet, persebarannya belum merata. Kualitas sinyal yang diterima masyarakat juga beragam.

Head of Triota Mastel Teguh Prasetya mengatakan, inkulivitas digital ini menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi industri telekomunikasi Indonesia di tahun 2024.

“Menciptakan konektivitas dan inklusivitas digital bagi seluruh masyarakat Indonesia terutama di daerah terpencil merupakan tantangan besar. Ini termasuk mengatasi biaya tinggi pembangunan jaringan dan kesenjangan akses teknologi antara wilayah perkotaan dan pedesaan,” kata Teguh dalam acara GeekTalk dan Technologue Award 2024 bertema “Tol Langit Menjembatani Indonesia: Masa Depan Indonesia Berdaulat di Era Digital” Senin (26/8/2024) di Jakarta.

Tantangan lain, kata Teguh adalah pengaruh perkembangan teknologi 5G bagi industri telekomunikasi, implementasi jaringan dan perluasan 5G. “Upaya untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat adalah fokus utama. Ini juga termasuk kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional melalui Fixed Mobile Convergence (FMC), Internet of Things (IoT) dan kocerdasan buatan (AI) dalam hal layanan dan infrastruktur,” paparnya.

Menurut CEO Alita Praya Mitra itu, penggunaan internet di Indonesia telah melebihi kapasitas jaringan yang tersedia. Data survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) akan penetrasi internet Indonesia 2024  menyebut jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 221 juta orang atau sekitar 79,5% dari total populasi. Sementara itu, kapasitas jaringan internet yang tersedia di Inodnesia pada tahun 2020 baru mencapai sekitar 18,1 Tbps.

Teguh juga mengungkapkan, masih banyak kelompok atau daerah yang belum memiliki akses internet secara mudah dan optimal. Mereka adalah pelajar dan mahasiswa, petani dan nelayan, masyarakat pedesaan, usaha kecil dan menengah, dan penyandang disabilitas. Semua ini terhubugn dengan pertumbuhan ekonomi digital. “Karena itu, sektor-sektor krusial seperti Pendidikan dan kesehatan harus memiliki konektivitas digital sampai ke kota-kota tier-2 dan tier-3 hingga dearah terpencil,” ujarnya.

Untuk itu, Teguh menegaskan perlu peningkatan infrastruktur internet, komunikasi, data center, cybersecurity, serta pelatihan dan pengembangan tenaga kerja di bidang teknologi digital.

Hal senada juga dikemukakan Wakil Ketua Bidang Regulasi dan Advokasi APJII Syahrial Syarif yang mengungkapkan, Merujuk data APJII, daerah urban masih paling besar dengan kontribusi 69,5%, sementara daerah rural hanya berkontribusi 30,5%.

Sementara, jika dibagi per pulau, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi 57,82%, disusul Sumatera 20,69%, Sulawesi 6,47%, Kalimantan 6,12%, Bali dan Nusa Tenggara 5,12%, serta Maluku dan Papua 3,79%.

Di sisi lain, dengan jumlah pengguna internet mencapai 220 juta orang, kecepatan Internet di Indonesia hanya sebesar 29 Mbps (mobile broadband) dan berada di peringkat sembilan dari 11 negara ASEAN. Hal ini menunjukkan ketersediaan akses internet cepat dan terjangkau untuk masyarakat Indonesia masih belum merata.

“Penetrasi Internet yang tahun ini mencapai 79,5% masih dihantui oleh kendala pada peningkatan kualitas koneksi Internet dan juga permasalahan pada pemerataan jaringan Internet di daerah,” katanya.

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version