youngster.id - Hingga kuartal III 2020, sudah ada sekitar Rp26,6 triliun atau setara US$1,9 miliar dana yang mengucur untuk startup di Indonesia. Data Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) menyebut dana itu mengalir ke 52 startup.
Wakil Ketua 1 Amvesindo, William Gozali mengungkapkan, pendanaan yang diumumkan pada startup di Indonesia pada 2017 mencapai US$ 2,9 miliar, turun menjadi US$ 1,4 miliar di 2018, kemudian kembali melonjak menjadi US$ 2,9 miliar pada 2019.
“Sampai kuartal III-2020 pendanaan startup di Indonesia mencapai US$ 1,9 miliar. Dengan jumlah transaksi mencapai 52. Jadi nilai lebih kecil tapi dapat dikatakan masih cukup besar. Kita asumsikan, jika bisa tumbuh di kuartal IV-2020 sekitar US$ 2 juta, itu masih kurang dibandingkan 2019. Kita sebagai PMV melihat bahwa penurunan itu lebih pada penundaan dibandingkan penurunan minat,” ucap William belum lama ini.
Menurut dia, penurunan yang terjadi pada 2018 disebabkan oleh siklus pendanaan. Selain karena pandemi, hal serupa juga terjadi sepanjang tahun 2020. Kendati nilai transaksi sempat menurun, secara jumlah transaksi tercatat terus meningkat. Jika dirinci, pendanaan pada 2017 sebanyak 67 transaksi, 71 transaksi pada 2018, dan sebanyak 113 transaksi pada 2019.
“Startup penerima pendanaan itu mayoritas berasal dari kategori fintech, education technology, software as a service (SaaS), new retail, logistic, hingga e-commerce,” ujar William.
Data yang dipaparkan Amvesindo pun menerangkan, nilai pendanaan teratas pada enam startup terbilang masih cukup besar yakni pada kisaran US$ 20-109 juta.
Pada urutan pertama yakni transaksi pendanaan Kopi Kenangan sebesar US$ 109 juta. Kemudian Cargo Technology sebesar US$ 31 juta dan Gudang Ada sebesar US$ 25,4 miliar. Sedangkan penyelenggara fintech p2p lending Investree tercatat mendapatkan pendanaan sebesar US$ 23,5 juta dan Koinworks sebesar US$ 20 juta.
Terakhir adalah pendanaan kepada Shipper sebesar US$ 20 juta. “Jadi kita melihat ini ada optimisme di tengah pandemi bahwa startup Indonesia masih mendapatkan pendanaan. Ini menggembirakan bahwa industri ini secara makro masih positif. Sekalipun ada penurunan, itu lebih pada penundaan,” ungkap William.
William berpendapat, perubahan yang terjadi di masyarakat perlu diantisipasi dan diadaptasi oleh para pelaku startup. Adapun bagi perusahaan modal ventura (PMV), terdapat tiga klaster startup yang layak untuk dilirik.
Pertama adalah klaster works for now atau lini yang saat ini digantikan secara virtual tapi tidak prospek setelah pandemi, misalnya sektor usaha fitness atau pendidikan di level dasar. Kemudian, klaster accelerated shifts merupakan perubahan kebiasaan yang berdampak jangka panjang. Misalnya sektor yang menggarap pembelajaran, seminar, atau meeting. Startup di bidang itu diakui sedang berkembang. Lalu terdapat klaster potentially here to stay, suatu sekror yang memiliki kemungkinan sama untuk terus berlanjut atau bahkan tidak digunakan pasca pandemi.
“Jadi masih banyak ruang pertumbuhan dari PMV terkait pengembangan di sejumlah sektor usaha startup. Jika sektor e-commerce, fintech, dan fesyen memiliki jumlah pertumbuhan dan pemain yang sudah banyak. Tapi masih ada ruang pertumbuhan bagi sektor lain yang lebih spesifik,” ungkap William
Dia menuturkan, sektor-sektor turunan yang dimaksud meliputi startup e-commerce B2B atau warung masih punya potensi untuk terus berkembang. Sektor tersebut sangat penting dan menarik karena Indonesia punya lebih dari 60 juta UMKM. Apalagi sangat pandemi akselerasi digital sangat terasa pada UMKM. Begitu juga pada sektor beauty dan social commerce, sektor food-tech, e-health, edutech, elogistic, dan e-grocery juga layak untuk diperhatikan.
STEVY WIDIA
Discussion about this post