youngster.id - Sejatinya, teknologi informasi komunikasi (TIK) dan data science bisa dimanfaatkan sebagai solusi mudik dan arus balik Lebaran.
Dimitri Mahayana, Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, mengatakan, perjalanan calon pemudik sebetulnya bisa diambil. Terutama melalui mekanisme masuk ke luar tol direkam di pintu, baik dari sisi jumlah mobil yang masuk atau ke luar serta jenis kendaraannya.
“Data ini tentunya disimpan di suatu database. Para penyelenggara tol memerlukan data ini secara detil untuk memastikan pengumpulan pembayaran biaya tol. Data ini juga data dengan akurasi amat tinggi, golden accuracy. Sebab, ia merupakan data transaksional dan terkait dengan rupiah,” katanya di Bandung, Kamis (08/06/2017).
Menurut dia, dengan menggunakan data ini, semestinya bisa dikembangkan suatu model detektor kemacetan. Yakni sebuah sistem aplikasi yang bisa meramalkan peluang terjadinya kemacetan dengan merujuk data input yang berasal dari pintu tol tersebut.
“Kemajuan bidang teknologi machine learning nampaknya memungkinkan akurasi cukup tinggi untuk detektor kemacetan. Terutama, karena data-data ini bersifat data transaksional. Dalam bayangan saya, dibentuk satu tim berisikan ahli perilaku berkendara jalan tol, ahli prakiraan lalu lintas jalan tol, senior data scientist, dan ahli matematika khususnya proses stokastik (peluang,red), yang digabung tim pengembang aplikasi machine learning dan data analytics, sehingga akan muncul model prakiraan kemacetan,” sambungnya.
Dosen Teknik Elektro ITB ini menamabahkan, dengan adanya banyak aplikasi analisis saat ini yang umumnya berbasis open source, maka pengembangan model ini juga tidak membutuhkan biaya yang terlalu mahal.
Merujuk data Dishub Jawa Barat, titik kemacetan yang sekaligus potensi kecelakaan mudik dan arus balik terdapat 6 titik di jalur utara, 9 titik di jalur tengah, dan 9 titik di jalur selatan Jawa Barat. Titik rawan kecelakaan ini didominasi oleh tanjakan terjal, turunan curam, serta jalanan yang berkelok, terutama di jalur selatan.
Titik rawan kecelakaan di jalur selatan terdapat di Ciloto, Cisarua, Padalarang, Cipatat, Cimahi, Kabupaten Bandung (Nagreg dan Cijapati), Tasikmalaya (Gentong dan Ciawi), Garut (Malangbong, Kadungora, dan Leles), serta Jalan Raya Ciamis. Sementara 9 titik rawan kecelakaan lainnya di jalur tengah, meliputi Purwakarta (Jalan Cijantung, Bungursari, dan Cibatu). Majalengka (Jatiwangi dan Kadipaten), Kuningan (Bandorasa Wetan), dan Jalan Kuningan-Ciamis.
Enam belas titik rawan kecelakaan di jalur utara Jawa Barat terbagi ke dalam wilayah Subang (Jalan Johar, Jalan Tuparev KM71 dan 73, Srengseng, Patokbeusi, Tanjakan Emen, Mundingsari, dan Pamanukan), wilayah Indramayu, Karanganyar, Jangga, Kabupaten Cirebon (Jalan Susukan, Cibeberan, Plumbon, dan Pangenar), serta Kota Cirebon (Jalan A Yani dan Tol Cipali).
“Harapan saya, semoga ini (pemanfaatn TIK dan data science) sudah dikembangkan pihak berwenang agar mengurangi peluang bencana-bencana kemacetan di masa datang yang merugikan semua sektor di semua bidang,” pungkasnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post