youngster.id - Pandemi Covid-19 telah mengubah pola perilaku masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi, baik di sisi konsumen maupun merchant. Bahkan ada kenaikan jumlah konsumen digital hingga 21 juta selama pandemi. Untuk itu para pelaku usaha perlu percepatan adaptasi ke ranah digital dalam rangka pemulihan ekonomi di Indonesia.
Hal ini disampaikan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Dudi Dermawan Saputra dalam webinar bertema “Akselerasi Digital untuk Pemulihan Ekonomi Indonesia” yang digelar Xendit Indonesia baru-baru ini.
Dalam paparannya, Dudi mengungkapkan, terjadi kenaikan jumlah konsumen digital hingga 21 juta selama pandemi. Menariknya, 72% dari konsumen baru ini berada di luar kota-kota besar.
“Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha masa kini untuk memperluas jangkauan ke daerah-daerah non-urban, terlebih karena Indonesia memiliki wilayah geografis yang luas dengan karakter konsumen yang beragam. Perluasan ini bisa dilakukan lebih mudah melalui kanal-kanal penjualan online yang kini banyak tersedia,” katanya.
Menurut data Bank Indonesia, transformasi digital perbankan, pembentukan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD), dan pesatnya inovasi diperkirakan akan terus mendorong akselerasi pembayaran digital. Pada tahun 2022, penggunaan sistem perbankan digital (digital banking) diperkirakan meningkat menjadi Rp48,6 ribu triliun dari Rp40 ribu triliun pada tahun 2021. Sementara itu, penggunaan uang elektronik berpotensi naik hingga Rp337 triliun dari Rp289 triliun tahun lalu. Industri e-commerce juga diperkirakan mencatatkan peningkatan 7,5%, year-on-year, menjadi Rp530 triliun tahun ini.
Selain itu, pada tahun 2022, kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia berupaya untuk mempercepat integrasi ekosistem ekonomi dan keuangan digital, terutama dengan metode pembayaran non-tunai. Salah satu cara utamanya adalah dengan meningkatkan adopsi QR untuk semua pelaku bisnis.
“QRIS menjadi metode pembayaran nirsentuh yang memberikan banyak keuntungan bagi UMKM, karena bisa digunakan di toko offline, e-commerce, dan jual-beli melalui media sosial. Selain itu, QRIS juga bisa dicetak di pos, lanyard, struk, mesin EDC, dan sebagainya. Diproses secara digital, pelaku usaha tidak perlu repot mencari kembalian, terhindar dari uang palsu, lebih higienis dan tanpa kontak fisik, dan dana pun bisa langsung masuk ke akun dengan semuanya tercatat secara rapi di sistem,” ungkap Dudi.
Untuk beradaptasi dengan tren yang dinamis dan selalu berubah, saat ini banyak pelaku usaha dan lembaga pemerintah yang menunjang ekosistem pendukung untuk UMKM di Indonesia. Kehadiran pihak-pihak ketiga ini bertujuan untuk membantu para UMKM agar bisa semakin cepat mengadopsi transformasi digital, baik dalam hal pembayaran, sistem operasional, hingga logistik.
“Sebagai startup unicorn pertama di bidang pembayaran digital, Xendit memiliki misi untuk menyediakan infrastruktur pembayaran canggih, yang dapat diakses oleh semua UMKM di Indonesia, bahkan tanpa perlu keahlian khusus di bidang IT ataupun keuangan. Kami terus berinovasi memberikan nilai tambah, misalnya dengan menghadirkan Aplikasi Xendit Bisnis, yang membantu UMKM menyediakan >20 metode pembayaran bagi para pembeli dan mengatur manajemen pesanan toko dengan serba otomatis,” ungkap Tessa Wijaya, Co-Founder dan COO Xendit.
Sementara itu, Teguh Anantawikrama, Ketua Umum Gerakan Nasional UMKM Bangkit dan Wakil Kepala Badan Ristek KADIN Indonesia mengatakan, selain pembayaran digital, modernisasi pada rantai pasok juga harus dioptimalkan.
“Inilah waktu yang tepat untuk mendukung para pengusaha, terutama UMKM. Semua orang memiliki peran penting dalam mendukung kesinambungan jalannya usaha. Jika setiap orang menyadari hal ini dan dapat memaksimalkan peran mereka, maka dengan bergandengan tangan kita bisa membangun ekosistem yang baik untuk UMKM. Indonesia bisa bangkit hanya dalam kebersamaan,” katanya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post