youngster.id - Peraturan validasi international mobile equipment identity (IMEI) akhirnya diresmikan. Mulai April 2020, Ponsel black market (BM) tidak bisa akses provider. Pemerintah memberikan waktu transisi enam bulan sejak aturan disahkan sebelum benar-benar diberlakukan.
Pengesahan aturan ditandatangani oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
”Kita semua memiliki visi sama bahwa peredaran perangkat ilegal yang beredar di dalam negeri harus dapat ditekan sehingga industri dalam negeri mampu memiliki daya saing yang tinggi dan penerimaan negara pada sektor ini dapat dioptimalkan,” ujar Airlangga belum lama ini di Jakarta.
Regulasi itu terdiri atas peraturan menteri perindustrian tentang sistem basis data identitas perangkat telekomunikasi bergerak, peraturan menteri komunikasi dan informatika tentang pengendalian alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang tersambung ke jaringan bergerak seluler melalui identifikasi international mobile equipment identity (IMEI), serta peraturan menteri perdagangan tentang perubahan Permendag Nomor 38 Tahun 2019 tentang ketentuan petunjuk penggunaan dan jaminan layanan purnajual bagi produk elektronika dan produk telematika.
Kemenperin menegaskan bahwa mundurnya pengesahan aturan itu disebabkan banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh tiga kementerian. ”Untuk pemutakhiran data, kami sedang melakukan perundingan dengan Global System for Mobile Association (GSMA), itu ada kesepakatan yang akan kami bangun untuk transferring dan uploading data,” terang Harjanto Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin.
Hal itu dimaksudkan untuk memberikan waktu sosialisasi dan penyempurnaan sistem sebelum aturan berlaku. Jika dihitung mulai bulan ini, aturan akan berlaku mulai April 2020. Mulai saat itu, semua ponsel yang tidak berasal dari distributor resmi di Indonesia tidak akan bisa mengakses jaringan komunikasi dan internet.
Diperkirakan, saat ini ponsel ilegal yang beredar di dalam negeri berjumlah 9–10 juta unit per tahun. Bagi industri, dikhawatirkan berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan serta terjadi depresiasi pabrik dan komponen lokal senilai 10% dari biaya langsung produksi atau setara Rp 2,25 triliun. Sementara itu, potensi kerugian penerimaan negara dari pajak Rp 2,81 triliun per tahun.
STEVY WIDIA
Discussion about this post