VIDA: Mayoritas Penipuan Digital Berawal dari Lemahnya Verifikasi Identitas

penipuan digital

VIDA: Mayoritas Penipuan Digital Berawal dari Lemahnya Verifikasi Identitas (Foto: ILustrasi)

youngster.id - Penyedia layanan identitas digital dan pencegahan penipuan, VIDA, menilai mayoritas kasus penipuan digital yang kian marak berawal dari lemahnya proses verifikasi identitas secara digital. Modus penipuan dinilai semakin canggih seiring berkembangnya teknologi kecerdasan buatan (AI), mulai dari akun palsu, foto hasil manipulasi AI, hingga panggilan video berbasis deepfake.

Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, mengatakan kualitas konten manipulatif meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir sejalan dengan kemajuan teknologi generatif. Menurut dia, manipulasi visual yang relatif mudah dikenali pada 2023 berkembang menjadi high quality deepfake pada 2024, dan pada 2025 teknologi seperti Stable Diffusion mampu menghasilkan gambar menyerupai foto profesional.

“Untuk membuat deepfake clone atau voice clone secara profesional, hanya dibutuhkan rekaman suara sekitar 15 menit. Dengan satu prompt, foto palsu dapat dibuat seolah-olah nyata,” ujar Niki, dikutip Rabu (17/12/2025).

Niki menjelaskan, banyak kasus deepfake berawal dari penggunaan virtual camera yang memanipulasi tampilan wajah saat proses verifikasi berlangsung. Jika sistem verifikasi tidak mampu membedakan input asli dan hasil manipulasi, identitas palsu dapat lolos dan dimanfaatkan untuk berbagai aksi penipuan.

Ia juga menyinggung temuan kasus fraud device farm yang terhubung dengan sekitar 48 juta rekening secara global, serta peretasan aset kripto senilai sekitar US$1,5 miliar oleh kelompok peretas yang diduga didukung negara. Menurut Niki, kejahatan siber di sejumlah negara bahkan telah menjadi sumber pendapatan kelompok tertentu.

VIDA menilai berbagai modus penipuan digital bermuara pada satu persoalan utama, yakni identitas yang tidak diverifikasi secara kuat. Untuk itu, perusahaan mengembangkan teknologi verifikasi dan autentikasi berlapis yang menempatkan identitas sebagai fondasi kepercayaan di ruang digital.

“Yang kami lihat, hampir semua persoalan penipuan sebenarnya berawal dari masalah identitas,” ujar Niki.

Teknologi VIDA memastikan proses verifikasi dilakukan melalui kamera fisik perangkat pengguna, bukan hasil manipulasi perangkat lunak. Data wajah yang diambil kemudian dicocokkan dengan basis data kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), termasuk kesesuaian wajah, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan rekam identitas lainnya.

Selain itu, VIDA memanfaatkan AI dan deep learning untuk mendeteksi anomali selama proses verifikasi, seperti gerakan tidak alami, penggunaan emulator, pola device farm, serta karakteristik visual manipulasi AI. Jika terdeteksi kejanggalan, proses verifikasi akan dihentikan secara otomatis dan data diamankan dengan enkripsi berlapis.

STEVY WIDIA

Exit mobile version