Herry Nugraha : Bangun Agritech Berkonsep Sharing Economy

Herry Nugraha, Co-founder & COO Etanee (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Pangan dan pertanian akan selalu menjadi pokok pembicaraan penting selama manusia di dunia membutuhkan makanan untuk bertahan hidup. Bahkan, di era teknologi, pangan tetap jadi bagian penting. Teknologi pun mendukung industri pertanian dari hulu ke hilir.

Badan Pusat Statistik menyebut sektor pertanian memiliki peran penyumbang terbesar ketiga dalam struktur PDB Indonesia dengan porsi 12,84% per Q1 2020. Tak hanya itu, menurut data BPS, jumlah petani milenial yang umurnya 19-39 tahun itu menurun terus. Misalnya, tahun 2017 ke tahun 2018 ada penurunan kurang lebih 415 ribu petani milenial.

Pasalnya, saat ini petani-petani di Indonesia umurnya sudah mendekati kurang produktif dan umurnya banyak yang mendekati umur 56-60 tahun, dan ini fase kurang produktif. Sementara itu penambahan petani muda masih tersendat. Padahal, yang namanya pembangunan pertanian di zaman modern, apalagi di era 4.0, petani milenial itu mutlak. Pasalnya, mereka pasti melek teknologi, dan cerdas.

Kurangnya minat anak muda akan profesi petani ini disebabkan karena hak ekonomi petani di Indonesia masih kurang layak. Salah satu penyebabnya rantai produk dari hulu ke hilir yang tidak berjalan dengan baik.

Prihatin akan hal itu, lahirlah Etanee. Ini merupakan aplikasi e-commerce yang fokus pada produk pangan dan pertanian, yang dikembangkan dua anak muda: Herry Nugraha dan Cecep Mochammad Wahyudin, pada tahun 2017.

“Etanee dibuat dalam rangka untuk membangun ekonomi pangan yang lebih berkeadilan, mensejahterakan petani dan peternak, dan memberikan produk pangan berkualitas kepada konsumen dengan harga yang wajar. Sejauh ini petani dan peternak adalah pelaku rantai pasok yang paling beresiko terhadap fluktuasi harga padahal merekalah rantai yang paling banyak memberikan nilai tambah pada suatu komoditas pangan,” kata Herry, Co-founder & COO Etanee kepada youngster.id belum lama ini.

Herry menerangkan, bisnis model Etanee adalah e-commerce pangan berbasis supply-chain. Jadi secara praktik mirip dengan AirBnB di industri pangan, dimana pemasok dan penyedia gudang logistik adalah masyarakat yang bermitra dengan Etanee. Demikian juga di rantai hilir, Etanee melibatkan para ibu rumah tangga berbasis komunitas sebagai rantai pemasaran dan distribusi.

Jadi, Etanee.id merukan platform e-commerce pangan yang menjadi rantai pasok digital untuk industri pangan dan pertanian. Etanee Food Marketplace menghubungkan pemasok, infrastruktur logistik, penjual yang terhubung langsung secara online kepada pembeli. Platform digital ini pun turut andil melayani masyarakat untuk melakukan isolasi mandiri di rumah terkait wabah virus corona. Bahkan, Etanee memberikan pelayanan pesan antar untuk produk hasil pertanian dan peternakan.

“Etanee menciptakan solusi bagi kemudahan konsumen dalam memilih produk terbaik, mendapatkan harga yang wajar dan paling kompetitif, serta memberikan jaminan keamanan pangan yang memenuhi kaidah ASUH (aman, sehat, utuh dan halal),” Herry menegaskan.

 

Sharing Economy

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan yang menimbulkan masalah logistik terutama dalam sektor pangan sering menjadi masalah. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Herry dan Cecep membangun startup Agritech ini.

“Para founders berharap dalam merekonstruksi struktur ekonomi pangan di Tanah Air menjadi lebih buyer market daripada supplier market saat ini. Kemudian manfaat ekonomi dari sektor pangan lebih dirasakan oleh masyarakat banyak daripada segelintir pihak dari korporasi besar. Itulah yang mendasari kami menggunakan pendekatan sharing economy dalam membangun ekosistem supply maupun ekosistem demand melalui platform Etanee,” papar Herry.

Herry merupakan lulusan sarjana dari Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan alumni dari program studi Manajemen Bisnis Sekolah Pascasarjana. Sebelum mendirikan PT Solusi Pangan Perwiratama yang menaungi Etanee, Herry sempat bekerja di berbagai perusahan multinasional. Namun bersama Cecep, dia terpanggil dengan visi untuk membangun pertanian di Indonesia.

 

Co-founder Etanee: Herry Nugraha dan Cecep Mochammad Wahyudin (Foto:: Dok. Pribadi)

 

“Etanee memiliki visi untuk memberikan solusi atas permasalahan di sektor pertanian dan peternakan, baik dari sisi produsen sampai konsumen. Bukan hanya menjadi aplikasi digital berupa toko online bagi barang produksi pertanian dan peternakan, tetapi juga sebuah solusi digital menyeluruh yang mencoba menyelesaikan permasalahan industri pertunaian dan peternakan di Indonesia,” ungkapnya.

Sebelum platform ini diluncurkan mereka melakukan riset untuk mempelajari value-chain industri pangan dan menidentifikasi pain points serta merumuskan model bisnis selama kurang lebih 6 bulan. Alhasil, menurut Herry, mereka memutuskan untuk menggabungkan tiga rantai bisnis utama dari industri pertanian dan peternakan, yakni rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, manajemen logistik selepas panen, dan sistem distribusi hingga ke tangan konsumen, atau di bagian hilir.

Semua itu diharapkan tidak hanya membantu para pembeli seperti ibu-ibu rumah tangga yang berbelanja, tetapi juga menjaga proses produksi dan distribusi.

Dalam rangka menjamin kualitas produksi hasil peternakan, seperti daging ayam dan sapi, pihak Etanee bekerja sama dengan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) yang sudah memiliki sertifikasi halal, memiliki nomor NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dan menerapkan produksi yang sesuai standar.

Termasuk di dalamnya sistem mini ERP (Enterprise Resource Planning) yang diberi nama Farm Management System (FMS). FMS ini merupakan sebuah perangkat lunak yang memungkinkan peternak dan petani mengelola proses budi daya dan produksi secara sistematis dan terukur. Juga, untuk memprediksi potensi kerugian sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan.

Sementara itu, dalam rangka menjaga rantai distribusi, Etanee menerapkan cold-chain mulai dari hulu sampai ke tangan konsumen. Hal ini disebut menjadi salah satu nilai yang dijadikan pembeda Etanee dengan layanan lainnya. Di bagian logistik ini Etanee memiliki aplikasi Stokist Management System (SMS) yang disebut mampu mengelola pasokan ketika ada permintaan dari konsumen akhir yang membeli melalui aplikasi mobile mereka.

Di ujung, di bagian konsumen, Etanee memiliki aplikasi Etanne Logistic yang mengatur lalu lintas pemesanan konsumen. Kemudian para tukang ojek akan melakukan pengantaran dari lokasi penyimpanan produk ke lokasi konsumen.

Platform Etanee memiliki cara kerja dengan cara mendigitalisasi rantai pasok pangan dan membangun ekosistem rantai pasok dan rantai distribusi dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama. Lebih dari itu, untuk mempermudah proses pemesanan dan distribusi pangan, Etanee melibatkan masyarakat untuk ikut terlibat dalam “jejaring agen” yang mengoordinasi pesanan dan pengantaran ke lokasi rumah pemesan.

“Dikarenakan struktur pasar ekonomi pangan Indonesia adalah oligopoli, maka untuk mencapai tujuan tersebut harus diraih dengan cara mendigitalisasi rantai pasok pangan. Dan, membangun ekosistem rantai pasok dan rantai distribusi dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama (sharing economy),” ucapnya.

Sedangkan untuk proses digitalisasi rantai pasok dikelola dengan pendekatan ERP dari hulu ke hilir menggunakan cloud computing dan automation logic. “Seluruh pelaku rantai pasok bisa saling terkoneksi secara real time dengan aplikasi digital,” ujarnya.

 

Kolaborasi

Herry menegaskan, yang membedakan dan menjadi keunggulan Etanee dari platform sejenisnya adalah terdapat layanan yang meliputi pasokan pangan segar dan kering. Selain itu, aplikasi Etanee dapat dengan mudah ditemukan khalayak melalui Android, WebApps hingga versi iOS.

“Jadi, selain Etanee menggunakan pendekatan sharing economy dalam membangun ekosistem rantai pasok pangan, khususnya rantai dingin (cold-chain) untuk produk segar dan daging beku, Etanee juga dapat dengan mudah dikunjungi masyarakat melalui aplikasi yang tersedia di Android, WebApps hingga versi iOS,” kata Herry bangga.

Bahkan, meski orderan melonjak tajam, Herry menjamin ketersedian bahan pangan di Etanee tetap aman. Pasalnya, petani dan peternak yang dibina olehnya tersebar di wilayah Jawa Barat, seperti Cianjur, Bogor, Sukabumi dan Bandung. “Stockis kami saat ini tersebar di 18 wilayah dan 7 kota,” klaim Herry.

Menurut Herry, dalam monetize perusahaan, sedikit banyak pihaknya mendapat margin dari supplier. “Etanee mendapat margin dari supplier yang kemudian didistribusikan secara proporsional ke rantai logistik yang disebut stokis dan rantai distribusi, yaitu agen,” imbuh dia.

Meski demikian, tentu usaha ini menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam bentuk mencari cara yang paling tepat untuk mengadopsi user yang belum terbiasa menggunakan platform digital. Selain itu supply, mendistribusikan dan belanja kebutuhan sehari-hari juga menjadi tantangan.

“Untuk mencari cara yang paling tepat untuk mengadopsi user yang belum terbiasa menggunakan platform digital untuk men-supply, mendistribusikan dan belanja kebutuhan sehari-hari bukan hal mudah bagi kami. Etanee sampai melakukan beberapa kali pivot dalam hal bisnis proses, fitur maupun mekanisme transaksi agar terus relevan dengan preferensi user,” ungkapnya.

Selain mencari solusi untuk menjawab permasalahan yang dihadapi tersebut, Etanee juga gencar melakukan kolaborasi. Sebab, melalui kolaborasi dengan berbagai pihak itu, solusi atas permasalahan bisa diperoleh. “Kolaborasi sangat penting artinya bagi kami, terutama berkolaborasi di semua level rantai pasok, meliputi mitra supplier, mitra logistik (masyarakat), mitra delivery (pihak ketiga) dan mitra distribusi/pemasaran (masyarakat),” ungkapnya.

Diklaim Herry,hingga bulan Juni 2020 pengguna Etanee sudah mencapai 15000, dan monthly active user ada sebanyak 2000-an.

Herry menegaskan, dalam menghadapi persaingan usaha, tim Etanee selalu berusaha fokus dengan diferensiasi. Terutama dalam hal bisnis model yang nantinya dimunculkan. “Kami selalu berupaya fokus dengan diferensiasi yang kami miliki dalam hal bisnis model, channel development dan implementasi di lapangan,” ujarnya.

Kini, sejumlah rencana pengembangan lain dengan tujuan agar bisnis semakin berkembang dan berkelanjutan telah siap dilakukan. Di antaranya, melakukan ekspansi ke seluruh kota mulai dari pulau Jawa hingga Bali.

“Berkolaborasi dengan komunitas investor (VC atau PE) yang mampu memperluas jaringan kerja sama strategis maupun operasional. Selain itu, kami juga bermitra dengan berbagai komunitas dan melibatkan mereka dalam rantai pasok yang dibangun nantinya,” tutup Herry

Herry menemukan, ternyata platform pembelian bahan pangan berbasis daring menjadi alternatif channel bagi masyarakat dalam mengakses berbagai bahan pangan yang mereka butuhkan untuk tetap fit dan berstamina.

Salah satu contoh nyata yang dilakukan oleh Etanee adalah pada para petani di Puncak, Cianjur. Karena PSBB, penyerapan permintaan mereka menjadi hilang, dan akhirnya Etanee menjadi alternatif saluran yang membuat distribusi pangan mereka tetap tersalurkan.

Herry menambahkan, keterlibatan semua pihak mutlak diperlukan di masa pandemi ini.Tidak hanya menegakkan disiplin terkait PSBB, tetapi juga berbagai inovasi dan inisiatif baru dalam hal akses dan distribusi pangan pokok menjadi hal krusial.

“Jika para tenaga medis berjuang dalam hal penanganan pasien Covid-19, Etanee memilih jalan menjadi pejuang pangan dengan memasok bahan pangan segar, sehat dan berkualitas, sehingga masyarakat tetap sehat dan terhindar dari Covid-19. Tim Etanee terus berekspansi ke area baru dan tetap bekerja 24 jam untuk melayani pemesanan yang terus meningkat di masa pandemi saat ini,” pungkas Herry.

 

========================

Herry Nugraha

Prestasi

=====================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version