Saldi Rahman dkk : Tebar Semangat Wirausaha Bagi Penyandang Disablitas

Saldi Rahman, Co-founder & CEO Kito Rato (Foto: Fahrul Rahman/youngster.id)

youngster.id - Keterbatasan fisik tak menghalangi semangat para penyandang disabilitas untuk berkarya. Bahkan semakin banyak dari mereka berani terjun ke dunia usaha dan menjadi pebisnis sukses. Semangat ini pun menjadi pendorong bagi mereka turut berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Data Bank Dunia menunjukkan bahwa pada tahun 2011, terdapat sekitar 15% atau satu miliyar orang penyandang disabilitas di seluruh dunia. Menurut studi International Labour Organization (ILO) apabila para penyandang disabilitas ini dimanfaatkan dengan baik dan efisien, dapat memberikan nilai tambah yang lebih bagi perekonomian suatu negara.

Di Indonesia sendiri, hal lebih jauh telah dilakukan melalui Pasal 53 Undang-Undang (UU) No.8 tahun 2016 yang mewajibkan perusahaan mengakomodasi penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 1% dari angkatan kerja untuk sektor swasta, dan 2% untuk sektor publik.

Data sistem wajib lapor Kementerian Ketenagakerjaan terdapat 440 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sekitar 237 ribu orang. Dari jumlah itu, tenaga kerja disabilitas yang terserap baru sekitar 2.851 orang atau sekitar 1,2% yang berhasil ditempatkan dalam sektor tenaga kerja formal.

Sementara mengutip data Sakernas tahun 2016, tercatat bahwa jumlah penyandang difabel untuk penduduk di Indonesia dengan umur di atas 15 tahun adalah 12.15% (sekitar 22.8 juta). Itu artinya daya serap sektor tenaga kerja formal masih kecil.

Tak ingin berpangku tangan dan menunggu, empat anak muda penyadang disablitas asal Sumatera malah berinsiatif untuk terjun berwirausaha. Mereka membuka bisnis makanan dan minuman bernama Kito Rato dengan konsep foodtruck.

“Kami ingin menunjukkan bahwa kami mampu berwirausaha seperti anak muda lainnya, tidak ada batasan dan alasan bagi kami untuk menggapai cita-cita yang sama,” kata Saldi Rahman bersama ketiga rekannya saat ditemui youngster.id baru-baru ini di sekotr 1.1 BSD, Serpong, Kota Tangerang Selatan.

Kedai kopi yang unik ini dibangun Saldi bersama Wahyu Alistia asal Lampung, Rendy Agusta asal Pekanbaru dan Oktra asal Palembang, yang juga penyandang disablitas.

Menurut Saldi, inspirasi nama Kito Rato datang dari latar belakang asal mereka yang sama-sama dari Sumatera. Mereka menggunakan bahasa melayu Kito Rato, yang artinya sama rata.

“Kito Rato itu sama rata. Kalau bahasanya dari Melayu memang. Nah, di sini tanpa disengaja kita dari Sumatera. Kami sudah mencari nama tetapi setelah kami pikir-pikir yang sama dengan tujuan kita, ya Kito Rato,” ceritanya.

Saldi menjelaskan, filosofi sama rata itu adalah mereka ingin tidak ada pandangan miring terhadap mereka sebagai penyandang disabilitas. Rupanya, selama ini Alistia dan kawan-kawan sering mendapat pandangan berbeda yang mengarah kepada kasihan ketika melihat kondisi keistimewaan mereka. Hal itu terasa tidak nyaman.

“Sama rata itu kami  yang disablias dengan yang tidak itu bisa jalan bareng dan dapat pandangan yang sama,” ujarnya.

 

Saat ini, kedai kopi foodtruck Kito Rato sudah memiliki 3 unit mobil. Selain itu, Saldi dan kawan-kawan mengembangkan Kampus Bisnis KitoRato (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Bangkit dan Termotivasi

Saldi bercerita dia menjadi penyandang disablitas akibat kecelakaan yang membuat kakinya terpaksa diamputasi. Pemuda asal Padang itu mengaku peristiwa itu membuat dia nyaris putus asa.

“Kalau ingat dulu sehabis kecelakaan yang sebabkan kaki saya diamputasi, saya sempat putus asa. Semua yang dicita-citakan, saya anggap selesai. Namun berkat motivasi dari orang tua, apalagi saya melihat kedua adik saya, siapa nanti yang akan membiayai mereka. Akhirnya saya memutuskan untuk bangkit,” kisahnya.

Pertemuan dia dan ketiga rekannya itu bermula dari program pelatihan disablitas di Cibinong Bogor semakin memperkuat semangat Sadli. Mereka terlibat Permata Disable Assosiate Program (DAP), program penerimaan karyawan disabilitas PermataBank.

Sebelumnya Alis pernah ikut pendidikan di akademi Prof Dr. Soeharso, lalu sekolah ex militer korban perang di Solo, kemudian lanjut mengadu nasib ke Surabaya menjadi fotografer studio dan keliling. Sedangkan Saldi bekerja sebagai telemarketing di salah satu bank swasta, Rendy  pernah bekerja di bengkel, dan Oktra bekerja sebagai team IT di salah satu bank swasta.

Namun seiring waktu mereka ternyata punya panggilan untuk berwirausaha. Untuk mewujudkan hal itu, mereka memberanikan diri melepas pekerjaan.

“Kami ingin menunjukkan bahwa kami mampu berwirausaha seperti anak muda lainnya, tidak ada batasan dan alasan bagi kami untuk dapat menggapai cita-cita yang sama. Kami ingin keluar dari zona nyaman, keluar dari rutinitas dan pekerjaan sehari-hari. Kami tidak ingin hidup biasa saja, karena kami ingin mendapatkan kesempatan yang sama seperti anak muda lainnya,” ucap Sadli.

Usaha kopi menjadi pilihan, lantaran mereka melihat prospek dari bisnis yang marak di masyarakat ini. “Kami melihat tren pasar dan kebutuhan yang meningkat, sejalan dengan gaya hidup kekinian, dan juga menjawab bisnis model kebutuhan pasar,” ujarnya.

Bermodalkan mobil hibah dari salah satu rekan, dan uang urunan sebesar Rp 10 juta maka mereka pun membeli peralatan dan mesin untuk kopi. Hingga akhirnya Kito Rato bisa dibuka pada Juli 2019. “Kopi kita racik sendiri. Salah satu kopi unggulan kita adalah es kopi susu gula aren,” ucapnya.

Alhasil, usaha kedai kopi foodtruck yang dibangun Sadli dan kawan-kawan itu cepat berkembang. “Alhamdulillah sekarang kami sudah memiliki sebanyak 3 mobil yang membantu usaha kami. Rata-rata 1 mobil omsetnya dalam sebulan bisa mencapai Rp 25 juta. Kalau sebulan 3 mobil kurang lebih omsetnya Rp 75 juta,” kata Saldi lagi dengan bangga.

 

Saldi Rahman bersama ketiga koleganya Wahyu Alistia, Rendy Agusta, dan Oktra, mengembangkan bisnis Kito Rato untuk menginspirasi para penyandang disabilitas lainnya (Foto: Fahrul Rahman/youngster.id)

 

Ajak Berwirausaha

Diakui Saldi, sebenarnya awal menjadi pengusaha itu tidak mudah. Kendala utama adalah pada keterbatasan fisik. Dia yang tak terbiasa membawa beban berat harus mengangkut peralatan dan bahan untuk kedai. Hal itu sangat melelahkan dan menguras tenaga. Tetapi semangat dia dan teman-temannya yang besar mampu mengalahkan rintangan itu.

“Kami memahami keterbatasan fisik ini membuat kami tak terbiasa dengan membawa beban berat. Paling kalau sudah menemui hal itu, kami harus meminta bantuan sama orang lain. Kami juga harus mengubah mindset untuk memiliki tanggung jawab dengan usaha baru yang kami lakukan ini. Dan kami harus tetap semangat dengan mengingat lagi visi bahwa kami mau menginspirasi teman-teman yang ada di luar sana: daripada berdiam diri mending berwirausaha,” tutur Saldi.

Oleh karena itu, Saldi dan teman-temannya tidak ingin berhenti sampai di sini. Dari bisnis kedai kopi ini mereka ingin menularkan semangat entrepreneur ke para penyandang disabilitas lain melalui edukasi.

Untuk itu mereka membuka Kampus Kitorato, kampus bisnis di Ciater, Serpong, Tangerang Selatan. Kampus Bisnis ini dimaksudkan guna membantu teman-teman penyandang disabilitas agar memiliki keahlian dan ide baru, sehingga dapat memulai hidup mandiri.

Di Kampus Bisnis Kitorato, kata Saldi, para penyandang disabilitas akan diberikan keterampilan handycraft, percetakan, serta desain. Saldi menegaskan, Kampus Bisnis Kitorato ini merupakan wadah bagi penyandang disabilitas untuk belajar bersama, khususnya dalam bidang wirausaha atau bisnis.

“Untuk pelatihan di Kampus Bisnis Kitorato bisa disesuaikan dengan minat peserta. Dan, saat ini ada 20 rekan disabilitas yang menjadi peserta pelatihan di Kampus Bisnis Kitorato,” ujar Saldi.

Dia melanjutkan bahwa nantinya di tempat ini akan diadakan pelatihan bisnis khusus bagi dan dari penyandang disabilitas.

Pelatihan yang diselenggarakan meliputi pemberian materi kewirausahaan dan praktik keterampilan, “Seperti pelatihan pada umumnya, tapi ini untuk teman-teman disabilitas. Nanti kita coba hadirkan juga pementornya dari penyandang disabilitas,” imbuhnya.

Melalui kampus ini Sadli dan teman-temannya berharap dapat melibatkan lebih banyak penyandang disabilitas yang bergabung dan berkarya bersama. “Di kampus ini kami ingin mengajak kawan-kawan yang punya semangat untuk bareng-bareng berkarya dan membuktikan bahwa kita juga bisa. Bahwa sebagai manusia dengan segala kekurangannya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk dapat menggapai impian. Kami memang berbeda, tetapi kami sama-sama memiliki hidup, sama-sama memiliki mimpi dan sama-sama memiliki tujuan,” pungkasnya.

 

===================

Saldi Rahman

====================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

 

Exit mobile version