youngster.id - Tak bisa dipungkiri kemajuan teknologi sangat bermanfaat, terutama di masa pandemi Corona seperti ini yang semuanya mengharuskan serba minim kontak atau sentuhan. Karenanya semakin banyak restoran yang akan memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk memaksimalkan operasionalnya.
Salah satu protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Corona adalah menghindari keramaian dan meminimalisir interaksi dengan orang. Tak heran jika banyak orang masih akan khawatir untuk bersantap di restoran. Mereka lebih memilih layanan antar yang memungkinkan interaksi atau sentuhan dengan banyak orang bisa terhindari.
Selain layan antar, drive-thru atau fasilitas ambil makanan sendiri di restoran (pick-up) juga tetap diminati. Oleh karena itu, sejumlah restoran menyediakan fasilitas menu digital, pembayaran minim sentuhan, pemesanan via aplikasi, dan hal-hal menyangkut teknologi digital lainnya. Hal ini pula yang mendorong hadirnya restoran virtual.
Salah satu pionir konsep restoran virtual adalah Hangry. Abraham Viktor salah seorang founder dan CEO Hangry mengatakan, Hangry adalah bisnis multi-brand restaurant yang fokus melayani konsumen melalui kanal pesan antar (delivery).
“Di Hangry, kami percaya bahwa setiap orang, kapan pun dan di mana pun mereka berada, apa pun kegiatannya bahkan dengan waktu yang terbatas, mereka tetap berhak untuk dapat menikmati makanan atau minuman terbaik. Maka Hangry hadir untuk menjadi solusi atas kebutuhan tersebut,” kata Viktor dalam wawancara dengan youngster.id belum lama ini.
Menurut Viktor, ide dari pendirian Hangry berangkat dari keinginan untuk menghadirkan sajian kuliner yang berkualitas. Ada lima brand di bawah naungan Hangry, yaitu Moon Chicken, San Gyu, Dari Pada, Nasi Ayam Bude Sari, dan Ayam Koplo.
“Masing-masing merek dikembangkan sendiri dan secara menyeluruh untuk memastikan kualitas produk serta prosedur operasi standar yang ketat,” ucapnya.
Kelima merek ini hadir di setiap outlet Hangry. Tujuannya agar masyarakat memiliki banyak pilihan makanan dalam satu tempat. Selain itu, setiap outlet Hangry dibangun dengan infrastruktur yang dapat memproduksi dan melayani seluruh merek in-house Hangry dari lokasi yang sama. Ini menjadi salah satu ciri dari multibrand virtual restaurant.
Alhasil, bisnis yang dimulai pada akhir tahun 2019 itu telah berkembang pesat. Saat ini, Hangry telah mengelola lebih dari 40 gerai yang tersebar di Jabodetabek dan Bandung.
“Melalui analisa bisnis yang dilakukan oleh tim internal kami, telah terjadi lebih dari 2000% peningkatan aktivitas bisnis Hangry melalui layanan berbasis pesan-antar sejak awal 2020. Hal ini ditunjukkan dengan penjualan produk di bawah naungan Hangry yang terus meningkat hingga mencapai 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020. Selain itu, pada Desember 2020 silam, kami berhasil menjual 17.000 porsi makanan dalam sehari. Oleh karena itu, kami melihat bahwa minat masyarakat terhadap produk Hangry cukup tinggi dan menjadi salah satu alasan kami untuk berinovasi melakukan ekspansi dengan membuat restoran dine-in,” klaim Viktor dengan bangga.
Misi Kegembiraan
Selain Viktor, Hangry punya dua co-founder lain yaitu Andreas Resha dan Robin Tan. Awalnya, ketiga kolega ini bekerja di sebuah perusahaan fintech ternama, namun menemukan passion di dunia F&B. Menurut Victor, ketertarikan ini yang mendorong lahirnya bisnis virtual restoran yang resmi beroperasi pada 19 November 2019.
“Kami memiliki misi memberikan kegembiraan melalui kualitas produk yang disajikan. Karena kami percaya bahwa setiap orang, kapan pun dan di mana pun mereka berada, apa pun kegiatannya bahkan dengan waktu yang terbatas, mereka tetap berhak untuk menikmati makanan atau minuman terbaik. Makanya Hangry hadir untuk menjadi solusi,” papar Viktor.
Menurut Viktor, nama Hangry merupakan adopsi dari ungkapan hungry dan angry dalam Bahasa Inggris. “Nama ini diharapkan menjadi pengingat bagi kami ketika pelanggan memesan makanan di Hangry, berarti mereka dalam kondisi lapar dan biasanya galak mau marah. Maka makanan yang kami sajikan harus berkualitas, enak dan cepat. Nama ini juga bisa go global dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di seluruh dunia,” ungkapnya.
Tak ingin main-main dengan apa yang dilakukan saat ini. Viktor mengaku memerlukan waktu sepanjang 3 bulan untuk melakukan riset yang panjang sebelum Hangry diluncurkan ke khalayak luas.
“Karena, sebelum memutuskan menjalankan Hangry, kami melakukan riset terlebih dahulu selama 3 bulan. Dari riset yang panjang ini kami ingin mendapatkan hasil positif ketika Hangry diluncurkan ke masyarakat luas. Selain itu, kami juga tetap melakukan inovasi pada menu-menu agar tetap menjadi pilihan pelanggan saat mereka ingin menikmati makanan di dalam kegiatan sehari-hari,” ungkap Viktor.
Dengan konsep multi-brand ini Hangry mengikuti program akselerator Surge, dan langsung menarik investor dengan pendanaan tahap awal senilai US$3 juta atau sekitar Rp 42,7 miliar. Investasi ini didapatkan dari Sequoia dan Alpha JWC Ventures.
Sedari awal Hangry mengoptimalkan layanan pesan antar makanan dengan mengandalkan berbagai platform seperti GoFood, GrabFood dan Traveloka Eats. Saat ini, juga sudah merilis aplikasi Hangry App dimana pelanggan dapat memesan seperti halnya aplikasi pengantaran lainnya dengan sistem loyalty.
Menurut Viktor yang membedakan Hangry dengan layanan lain adalah brand builder. Jadi seluruh brand yang ada, termasuk fasilitas dan outlet dibuat sendiri. Selain itu, dengan konsep virtual dining maka bisnis fokus pada kualitas terbaik dan delightfulness secara konsisten.
“Karena dari awal kami menempatkan kualitas produk sebagai inti dari bisnis ini, kami terus melihat perkembangan pesat. Berkat Standard Operating Procedures dan Quality Control yang diterapkan, kami berhasil menjaga kualitas dan higienitas produk. Sekarang kami telah mencapai ribuan order per harinya dalam jangka waktu kurang lebih tujuh bulan. Selain itu, salah satu metrics lainnya yang amat penting bagi kami adalah rating restoran kami, yang sekarang berada di rata-rata 4.7 dari 5 bintang di semua channel online delivery. Inilah salah satu bukti komitmen kami untuk menjaga kualitas produk,” kata Viktor menegaskan.
Tantangan dan Harapan
Pria lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini mengungkapkan, bisnis yang mereka rintis ini telah melalui sejumlah tantangan.
“Dulu itu, di saat kami merintis Hangry, yang paling challenging adalah menentukan produk apa yang mau kami jual dan bisa disukai oleh pelanggan. Kemudian tantangan berikutnya, mencari tim yang sesuai dengan misi kita sebagai co-founder, karena membangun tim yang pas dan baik itu akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Hangry ke depan,” ungkapnya.
Untuk sekarang setelah berjalan lebih dari satu tahun, lanjut Viktor, tantangannya sedikit berubah. Dengan struktur organisasi yang semakin besar, sangat penting untuk bisa menyelaraskan antar tim. “Tantangan lain yang kami hadapi adalah bagaimana mempertahankan kualitas dari produk, mengingat menjaga kenikmatan dan konsistensi rasa adalah strategi untuk membuat pelanggan stay dengan produk-produk dari Hangry,” kata Viktor lagi.
Di masa pandemi ini Viktor mengakui bisnis mereka juga terdampak. Bahkan di awal penerapan PSBB, Hangry mengalami penurunan hingga sekitar 30%. Tapi, setelah sekitar sebulan, dengan konsep virtual terjadi kenaikan di jumlah pesanan.
“Selama pandemi ini, growth kami masih aman. Mungkin karena banyak orang yang belum mulai makan di luar. Dari Januari sampai Maret pertumbuhannya 100%, sementara dari Maret ke Juni 30% tiap bulannya,” klaim Viktor.
Selain mempertahakan kualitas produk. pria yang masuk daftar Forbes Indonesia 30 Under 30 2021 ini mengungkapkan, Hangry melakukan pendekatan sosial agar bisa lebih dikenal masyarakat. Khususnya untuk kalangan milenial.
“Di Hangry, salah satu value yang kami miliki adalah customer obsession. Dimana kami fokus kepada pelanggan. Maka pendekatan sosial yang kami lakukan adalah bagaimana menu-menu Hangry bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, kami juga memanfaatkan packaging yang menarik sebagai pengganti dari ambience yang biasanya hadir di sebuah offline resto. Selain itu, baik untuk memasarkan produk maupun mengomunikasikan brand Hangry, kami menggunakan kanal-kanal yang dekat dengan masyarakat dan milenial. Bisa dibilang, di mana ada kanal yang bisa menjangkau pelanggan, Hangry akan hadir di sana,” paparnya.
Alhasil, upaya yang selama ini dilakukan untuk mengembangkan usaha tidak sia-sia. Pasalnya, hingga kini lebih dari 350 ribu pelanggan berhasil dibukukkan oleh Hangry.
Kemudian di Mei 2021, Hangry mengumumkan pendanaan Seri A sebesar US$ 13 juta atau setara Rp 188 miliar yang dipimpin Alpha JWC Ventures dengan partisipasi dari Atlas Pacific Capital, SALT Ventures dan Heyokha Brothers.
“Hal ini yang membuat kami membangun banyak brand dan terus mengembangkan brand kuliner kami sehigga kami dapat memenuhi perbedaan selera dan keteratrikan yang dimiliki pelanggan,” ujar Viktor.
Penggemar main game ini mengungkapkan, melalui pendanaan Seri A, Hangry akan meneruskan misinya dengan melakukan ekspansi membangun lebih dari 120 outlet secara keseluruhan, dengan target meluncurkan lebih dari 20 restoran dine-in pada 2021. “Konsep bisnis Hangry adalah multi-brand dan multi-channel untuk membawa banyak pilihan dengan berbagai jalan bagi konsumen. Membuka restoran untuk makan di tempat memang sudah ada di dalam perencanaan kami selama ini, hanya saja kami tunda karena pandemi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Viktor menjelaskan bahwa pada tahun lalu mereka memutuskan untuk fokus dengan konsep cloud kitchen dan hal ini telah menjadi kunci kesuksesan Hangry. Kini, menurutnya, masyarakat sudah mulai siap untuk kembali beraktivitas normal, termasuk untuk makan ke luar. Dan, ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan restoran Hangry.
“Saat melihat pasar online delivery dan dine-in, perbedaan terbesar pastinya adalah dining experience dan produk yang dapat disajikan melalui medium delivery dan dine-in. Namun dari sudut pandang konsumen, konsumen yang mencari pengalaman dine-in terkadang juga membeli makanan dari delivery, dan sebaliknya. Sebelumnya hal ini hanya dilakukan oleh para konsumen yang lebih muda, yang lebih terbiasa menggunakan teknologi, namun semakin hari bahkan konsumen di luar rentang usia ini pun melakukan hal yang sama,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut Viktor, dalam jangka panjang industri restoran dine-in tidak akan menghilang begitu saja, namun industri food delivery akan terus berkembang. “Kami percaya bahwa model bisnis kami akan dapat berkembang pesat maupun pre, during, dan post pandemi. Harapannya, Hangry bisa menjadi yang teratas dalam bisnis F&B di Indonesia. Apalagi Hangry punya mimpi untuk menjadi brand global,” pungkas Viktor.
=====================
Abraham Viktor
- Pendidikan terakhir : Sarjana, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia
- Usaha yang dikembangkan : Membangun virtual restoran
- Nama merek usaha : Hangry
- Mulai Usaha : November 2019
- Jumlah karyawan : sekitar 1.000 orang
- Jabatan : CEO & Co-founder
- Prestasi : Forbes Indonesia 30 Under 30 2021
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post