youngster.id - Indonesia kaya dengan aneka kuliner lokal, termasuk untuk kudapan atau camilan. Setiap daerah memiliki menu khas yang disajikan turun temurun. Bahkan kini generasi milenial berhasil mengangkat kembali pamor camilan lokal melalui pemasaran dalam jaringan (daring).
Indonesia tak hanya memiliki kebudayaan yang beragam, tetapi juga kekayaan dalam hal kuliner. Bahkan jejak kuliner lokal Indonesia telah muncul di sejumlah prasasti sejarah dari abad 8 hingga 10 masehi yang ditemukan di Jawa dan Sumatera. Setiap pelosok negeri ini memiliki kuliner khas, baik dari segi rasa, bentuk, bahan hingga cara pengolahannya. Termasuk juga dalam sajian kudapan, camilan dan kue basah yang tersaji manis di rumah-rumah, pasar-pasar hingga pusat perbelanjaan ternama.
Belakangan dengan adanya pandemi Covid-19, usaha kuliner lokal pun terdampak. Namun banyak pelaku usaha tidak tinggal diam. Mereka memanfaatkan platform online untuk membuka bisnis, termasuk bisnis kuliner. Perubahan preferensi konsumen yang kini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah membuat transaksi lewat online menjadi lebih disukai.
Aneka produk kuliner, termasuk jajanan lokal. pun diperkenalkan dan dijajakan melalui platform online. Salah satunya aneka jajanan dari Dapur Oma Ross, yang dikembangkan oleh Eka Hafni Yuanita.
Lewat platform Instagram @dapoer.omaRoss, Eka menjajakan aneka jajanan. Mulai dari yang manis seperti kue lupis, putu mayang, ongol-ongol, onde-onde, hingga jajanan khas Palembang seperti empek-empek, dan tekwan. Selain itu, ada juga nasi kotak dan nasi tumpeng.
“Awalnya usaha ini hanya iseng-iseng, tapi ternyata banyak yang suka dan menjadi konsumen tetap. Mungkin karena kami menggunakan bahan asli, seperti pemanis dari gula putih dan gula aren asli. Selain itu, produk kami tidak menggunakan bahan pengawet,” kata Eka kepada youngster.id belum lama ini.
Menurut Eka, usaha aneka jajanan ini telah berlangsung sejak tahun 2015. Bahkan, kini Eka telah mengembangkan produk ke aneka kue kering dengan beragam rasa. Menurut Eka, hal ini terutama untuk melayani permintaan selama bulan Ramadan dan Idul Fitri.
“Untuk produksi kue saya baru berjalan dari tahun 2019. Kalau untuk kue, saya lebih fokus produksinya disaat bulan Ramadan dan menjelang Natal saja. Sedang yang rutin adalah menjajakan penganan khas Palembang. Saya juga menerima ketring lunch box anak sekolah di salah satu sekolah swasta,” paparnya.
Eka menawarkan produk dengan harga yang terjangkau. Untuk jajanan kue basar dibanderol dengan harga mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 35 ribu per box. Sedang untuk kue kering mulai dari Rp 85 ribu hingga Rp 100 ribu per toples. Selain itu untuk mendekatkan diri pada konsumen, Dapur Oma Ross hadir di dua lokasi yaitu di Cijantung dan Condet, Batuampar, Jakarta Timur.
Dua Guru
Eka mengaku dia belajar memasak itu melalui dua guru. ”Keterampilan memasak ini saya belajar dari kedua ibu saya. Ibu kandung saya yang mengajarkan tips memasak masakan biasa. Sedang untuk keterampilan kue dan makanan khas Palembang saya dapat dari ibu mertua saya,” ungkap perempuan kelahiran Jakarta, 9 Juni 1985.
Sebelum terjun sebagai pebisnis, Eka pernah bekerja di salah satu BUMN. Baru pada tahun 2015 dia memutuskan untuk serius menekuni bisnis kuliner. Dorongan dari ibu mertuanya yang membuat dia berani melangkah.
“Saya belajar banyak dari beliau, terutama bagaimana menjadi seorang istri yang produktif selain mengurus keluarga juga bisa punya usaha,” katanya.
Di awal usaha, mereka berdua bekerja keras. Awalnya sang ibu di bagian produksi, sedangkan Eka untukpemasaran sekaligus belajar membuat kue dan makanan khas Palembang. Usaha ini pun mendapat sambutan positif, mulai dari teman, kerabat hingga akhirnya masyarakat luas. Namun, ketika mereka mulai menerima banyak pesanan, sang ibu terkena serangan stroke sehingga produksi terhenti sampai beliau meninggal dunia.
Di tengah situasi yang sulit itu Eka tidak menyerah. Dia banting stir dan memutuskan menjual makanan rumahan yang selama ini sudah dia dapat ilmunya. “Saya ingin mewujudkan cita-cita beliau untuk membangun dapur kuliner. Karena itu nama brand ini Dapur Oma Ross,” ujarnya.
Dengan tenaga kerja yang terbatas, Eka kembali membangun bisnis ini. Dia mengaku modal awal tidak banyak. ”Modal saya nggak terlalu banyak untuk usaha ini. Dulu kami mulai standar dan modal sebesar Rp 1,5 juta itu sudah cukup untuk pesenan rutin per minggu tapi lama kelaman permintaan banyak, ya otomatis modal bertambah lagi. Ini untuk usaha kue kering yang sudah saya lakukan sejak tahun 2018 ya, dan omsetnya sebulan ini bisa mencapai Rp 3 sampai Rp 5 juta,” ungkap Eka.
Untuk memenuhi tenaga kerja ketika pesanan meningkat, Eka memberdayakan ibu-ibu di sekitar tempat dia tinggal. “Jika ada pesanan skala besar saya memberdayakan teman-teman terdekat dan ibu-ibu rumah tangga lainnya yang memang notabenya ingin mencari tambahan uang saku,” kisahnya.
Akhirnya, usaha ini pun bisa bertahan, bahkan berkembang. Menurut Eka, banyak konsumen telah mengakui kualitas makanan yang ditawarkan oleh Dapur Oma Ross.
“Mungkin yang bikin customer tetap setia karena rasa kami tetap konsisten. Selain itu pelayanan serta kesigapan saya bila ada customer yang terkadang minta sesuatu masakan yang unik atau jadul (jaman dulu), padahal saya belum tentu bisa membuatnya. Tapi tetap saya terima orderan tersebut sehingga saya dapat belajar sendiri dari awal agar permintaan customer terpenuhi. Dan allhamdulillah semua merasa puas,” ungkapnya.
Percaya Produk
Di sisi lain, Eka juga tidak terlalu mengkhawatirkan persaingan. Termasuk ketika dia mulai dengan produk kue pada 2019. “Saya percaya bahwa bahan baku yang berkualitas pasti akan menjadi produk yang baik dan disukai,” kata Eka lagi.
Dikatakan Eka, untuk saat ini belum ada rencana baginya mengembangkan usaha dengan nama Dapur Oma Ross dalam skala besar. Terlebih, saat menjalani usaha ini, Eka tak ingin terlalu ngoyo saat menjalani bisnis kuliner ini.
“Untuk sementara ini belum ada rencana pengembangan lain. Karena saya masih lebih fokus untuk konsentrasi mendidik dan mendampingi ketiga anak saya. Jadi untuk usaha ini saya nggak mau terlalu ngoyo. Namun, bila ada rejekinya dikasih besar atau ada pesanan besar, ya allhamdulillah saya terima. Dengan adanya pesanan tiap bulan saya sudah bersyukur. Omset sekarang alhamdulillah bisa buat gaji karyawan dan nabung untuk keperluan lain, juga bisa untuk sedekah,” ujar Eka.
Meski baru berlangsung dua tahun, kuliner atau penganan dalam bentuk kue yang dipasarkan oleh Dapur Oma Rosss sudah diminati pasar. Eka bersyukur di Ramadan tahun ini, untuk kue kering laku terjual sebanyak 480 toples yang dalam pembuatannya menghabiskan sebanyak 25 kg terigu dan 20 kg sagu selama 1 bulan penuh.
“Saya berharap produk saya dapat terus diterima masyarakat. Saya ingin membuat nama Dapur Oma Ross semakin banyak diketahui dan dikenal oleh masyarakat banyak,” pungkas Eka penuh harap.
=====================
Eka Hafni Yuanita
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1985
- Pendidikan : Sarjana Ekonomi Manajemen, Universitas Pancasila
- Usaha yang dikembangkan : Membuat aneka jajanan lokal
- Nama merek dagang : Dapur Oma Ross
- Mulai usaha : Tahun 2015
- Pekerjaan : Founder & CEO Dapur Oma Ross
- Modal awal : Rp 1,5 juta
====================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post