Monica Mulanisari: Bawa Tas Kulit Jogjakarta Melenggang Ke Negeri Sakura

Monica Mulanisari, Co-founder & Presiden Direktur Kias Leather (produsen tas kulit merek Mahogre) (Foto: Fahrul Anwar/Youngsters.id)

youngster.id - Di tengah gempuran produk-produk tas kulit dari luar negeri, perajin tas kulit lokal masih bertahan. Bahkan, ada yang sanggup menembus pasar internasional.

Salah satunya adalah tas dengan merek Mahogre. Tas produksi Kias Leather, sebuah usaha kecil dan menengah (UKM) dari Yogyakarta ini menjadi salah satu produk yang diburu di ajang pameran Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2017 yang berlangsung di Jakarta Convention Center 28-30 April 2017.

Keunikan dari tas Mahogre adalah menggunakan bahan kulit natural vegetable tanned leather. Dinamakan kulit nabati karena kulit ini didapat dari penyamakan dengan bahan-bahan nabati bukan buatan. Jenis kulit ini berwarna putih agak kemerahan, atau dengan kata lain pink, tapi tidak pure pink. Sebab, terkadang ada juga yang terlihat putih, tergantung keberhasilan pada proses penyamakan.

Namun uniknya untuk tas Mahogre, yang diproduksi umumnya berwarna cokelat. Hal itu karena penyamakan dengan bahan alami seperti kulit pohon atau sayuran. Selain itu, produk ini memiliki tampilan kulit tidak kaku, tapi lembut.

Hal ini membuat produk tas ini menjadi incaran para pecinta fashion berbasis lingkungan. Bahkan produk Kias Leather telah sampai ke mancanegara, seperti Jepang dan Inggris.

“Setiap bulannya kami ekspor ke Jepang dan Inggris. Permintaan ekspor paling besar produk Mahogre adalah dari Jepang,” ungkap Monica Mulanisari, Co-founder Kias Leather kepada Youngster.id di Jakarta.

Menariknya lagi, produk Mahogre ini adalah produk handmade yang terbatas. Oleh karena itu, produk ini hanya dibuat berdasarkan  pesanan. “Setiap produk tas kami dibuat sangat individu dengan pengerjaan yang teliti,” klaim Monica.

Meski demikian, Monica mengaku telah mendapatkan orderan 700 hingga 1000 pieces setiap bulan. Ia pun mematok harga mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 2,5 juta per produk.

“Cuma untuk saat ini kapasitasnya penuh untuk memenuhi permintaan ekspor ke Jepang itu. Mungkin kalau kapasitas sudah naik kami akan melakukan pengembangan ke Asia Tenggara yang lain. Selain itu, kami ini masih UKM, masih kecil. Dan melihat jumlah karyawan kami baru berjumlah 20 orang untuk produksinya,” kata Monica.

 

Diferensiasi

Usaha memproduksi tas kulit telah ditekuni Monica sejak tahun 2009. Sebelumnya dia banyak belajar dari sang ayah yang bergelut di bidang mebel, dan memproduksi tas koper kulit di Yogyakarta.

Ketika memutuskan jadi pengusaha, wanita kelahiran Yogyakarta 20 Agustus 1982 ini memilih diferensiasi usaha. “Jujur saja, pembuat leather bag di Jogja itu sudah banyak banget. Oleh karena itu saya memutuskan untuk membuat diferensiasi produk supaya mendapatkan dan memenangkan pasar,” kata Monica.

Dengan bermodalkan uang Rp 30 juta dan pinjaman alat dan mesin-mesin dari sang ayah,  Sudono Mulyo, ia pun mulai memproduksi tas Mahogre. Monica pun belajar mendesain tas sesuai perkembangan zaman. “Saya ingin Mahogre memiliki model yang trendi dan tidak ketinggalan zaman,” tegasnya.

Toh, langkah itu bukan tanpa kendala. Alumni universitas Atmajaya Yogyakarta itu awalnya  juga sulit menemukan bahan baku kulit nabati. “Kendalanya, agak susah mendapatkan kulit nabati terutama di Jogja. Kalaupun ada harganya mahal. Ada juga juga kulit nabati dengan kualitas bagus, tetapi kami bigung kalau mau menggunakan kualitas yang bagus itu, tentu harga tas yang kami buat ini akan lebih mahal harganya,” ungkapnya.

Sampai akhirnya dia mendapatkan suplai bahan baku dari Jawa Timur. “Kulit yang digunakan produk Mahogre ini menggunakan kulit nabati, yang diproses dengan menggunakan kulit kayu makanya disebut dengan vegetable tiens. Memang ada proses kimianya, tapi tidak terlalu banyak dan kami meremdamnya dengan kulit kayu untuk proses pewarnannya,” sambung Monica.

Dengan menggunakan bahan baku itu produk Mahogre memiliki karakter yang berbeda dari produk berbahan kulit lainnya. Dengan bahan baku kulit natural tersebut warna cokelat dari produk ini terlihat lebih matang, dan elegan.

Butuh waktu delapan tahun bagi Monica untuk bisa memperkenalkan produk Mahogre. Dia juga ikut sejumlah pameran internasioanl di Eropa, Jepang dan Asia. Bahkan, ikut serta di Hong Kong Fashion Access, Import Shop Berlin, Internationale Lederwaren Messe Offenbach, MIPEL, Thessaloniki International Trade Fair, Tokyo Gift Show and Osaka Gift Show.

Perlahan tapi pasti produk Mahogre pun mulai diterima masyarakat. Dia juga memperluas pasar lewat pameran, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Bahkan, belakangan Monica mulai menggunakan jalur pemasaran lewat online, sehingga pemesanan produknya pun meluas hingga ke mancanegara. Pembeli yang terbanyak datang dari Jepang.

 

Produk tas kulit merek Mahogre yang dikembangkan Monica Mulanisari sudah mampu menembus pasar Jepang dan Inggris (Foto: Fahrul Anwar/Youngsters.id)

 

Filosofi

Sebagai pelaku UKM, Monica mengaku tidak ingin bisnisnya jalan di tempat. “Filosofi aku, kalau jadi pengusaha itu jangan berhenti dan jangan putus asa. Tanpa menjalani, kita tidak akan pernah tahu,” ujarnya dengan raut muka serius.

Tak sedikit aral yang ditemui ibu satu orang putra itu. Misalnya, ketika produk Mahogre di ekspor ke Jepang, produk tasnya sempat mengalami beberapa kali penolakan. Toh, karena ia mau menerima masukan, maka akhirnya persoalan itu bisa diatasi.

“Sebelum kami kirim ke sana maka pihak pembeli dari Jepang dapat melakukan quality control (QC) di tempat produk kami. Jadi semua barang yang dikirim ke Jepang telah lolos QC,” ungkapnya.

Selain itu, Monica juga memberikan garansi seumur hidup atas produknya. Sehingga ketika produknya lepas benang atau lem dapat dikirim kembali untuk diperbaiki. “Begitu barang kami terima akan langsung kami perbaiki, sesudah itu langsung kami kirim kembali. Itu berlaku buat semua konsumen kami, lifetime guaranteed,” janji Monica.

Saat ini, dalam sebulan leather bag Mahogre dari Kias Leather ini mampu memproduksi sebanyak 700 sampai 1000 pieces.  Monica mengaku bisa meraih omset hingga Rp 100 juta per bulan. Namun Monica tidak mau berhenti sampai di sana. Dia ingin memperbesar kapasitas bisnisnya.

Untuk itu, ke depan ia akan lebih gencar berpromosi yang selama ini belum digarap secara optimal. “Kami belum memaksimalkannya. Karena untuk saat ini kami masih disibukkan dengan urusan produksinya. Jadi belum fokus ke situ, karena kapasitas kami untuk eksport kan dan kami baru aktif di pasar lokal itu baru melalui Inacraft,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Monica berharap dengan keikutsertaan di pameran seperti Inacraft, produk Mahogre bisa  lebih diterima pasar lokal di Indonesia. “Aku kepingin produk ini bisa di terima di Indonesia dan bisa direspon dengan bagus sama khalayak,” ucapnya penuh harap.

 

==========================================

Monica Mulanisari

============================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version