youngster.id - Eknomi kreatif kelak menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, ketimbang sumber daya alam. Oleh karena itu, munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Salah satu subsektor yang mendapat perhatian lebih adalah kerajinan tangan produk kulit. Menurut Data Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) produk kulit dan alas kaki Indonesia menempati posisi kelima eksportir dunia setelah Tiongkok, India, Vietnam dan Brasil. Bahkan market share-nya di pasar internasional mencapai 4,4%.
Sayangnya di dalam negeri sendiri masih banyak orang yang malah lebih memilih brand dari luar dibandingkan produk lokal. Tertantang akan hal itu sejumlah anak muda dari Bandung menghadirkan produk kerajinan kulit dengan desain modern yang berkualitas dengan brand Monze.
“Monze itu diambil dari gabungan kata mountain dan sea. Kenapa mountain and sea, karena kami menanamkan value pada brand ini semangat untuk meraih kesuksesan itu bagaikan menaklukan puncak gunung dan mengarungi laut,” ungkap Jordy Adith Praditya, founder dan CEO Monze kepada youngster.id di Jakarta.
Monze menawarkan sejumlah produk berbahan kulit, mulai dari tas, dompet, ID card holder, hingga clutch bag. Target pasar mereka adalah anak muda dan profesional muda di usia 25-45 tahun. “Sasaran kami adalah yang punya kesamaan dengan kami, yakni mereka yang sedang berjuang untuk sukses,” ujarnya.
Meski baru diluncurkan pada 2016 lalu, namun pamor Monze mulai menarik perhatian masyarakat. Bahkan Jordy mengaku mereka kerap diundang berpameran di sejumlah pusat perbelanjaan mewah dan pameran tingkat nasional seperti pameran Telkom Craft beberapa waktu lalu.
Rupanya, produk yang ditawarkan Jordy unggul dalam kualitas bahan baku dan proses pengerjaannya yang menggunakan tangan (handmade). Selain itu mereka punya layanan custom yang tidak dimiliki pelaku industri serupa.
“Kami berani menyatakan bahwa produk kami memiliki kualitas yang baik dan strategi yang tidak dimiliki pemain lain,” tegas Jordy.
Tampaknya, kelebihan dari produk Monze terletak pada kualitas kulitnya. Maklum, kulit yang asli mampu bertahan lama jika digunakan. Juga, tahan terhadap air dan goresan. Selain pada kualitas kulitnya yang bagus, kerajinan kulit handmade Monze ini memiliki nilai yang tinggi jika digunakan. Tak heran jika produk Monze cepat ditangkap pasar, bahkan pembeli datang dari Aceh, Sulawesi dan Bali.
Tak hanya itu. Untuk produk sabuk atau gesper, Jordy juga menawarkan layanan custom yang bisa dibuat berdasarkan pesanan. “Pelanggan kami dapat memilih jenis kulit, menentukan ukuran dan kepala dari sabuk untuk kami buatkan. Dengan begitu, sabuk yang mereka miliki memiliki ukuran yang tepat, lubang yang sesuai dan model yang diinginkan,” jelasnya.
Menurut Jordy, konsep ini jarang dilakukan oleh produsen produk leather lain. Bahkan, produk custom ini dapat selesai dalam waktu sekitar 15 menit. “Kami sadar, kami pendatang baru di industri ini, dan kami berkompetisi langsung dengan pelaku industri yang sudah ada dan sudah besar. Oleh karena itu, kami mencari strategi dan peluang yang dapat membedakan, sekaligus memperkenalkan produk kami ke masyarakat,” ungkap pria kelahiran Jakarta, 13 Oktober 1993 itu.
Kesamaan Hobi
Usaha rintisan ini sesungguhnya berawal dari kesamaan hobi para pendirinya, yakni sama-sama suka produk leather. Padahal kalau ditilik dari latar belakang pendidikan mereka, masing-masing tidak ada yang benar-benar mendalami industri kulit. Jordy adalah sarjana computer sains dari ITB. Sedang kedua rekannya Muhammad Taufan dan Muhammad Taufik masing-masing berlatar pendidikan di bidang industri dan teknik kelautan di kampus yang sama. Namun hobi menyatukan mereka.
“Kami bertemu di kelas MBA di ITB dan cocok. Apalagi kami sama-sama suka dengan produk dari leather. Dan akhirnya terpikir ide untuk membuat usaha dari kulit. Apalagi salah satu dari kami mengerti tentang sertifikasi kulit, yang lain paham tentang bisnis retail. Akhirnya kami putuskan untuk menjalani bisnis ini,” kisah Jordy sambil tersenyum.
Keputusan itu diakuinya tidak mudah. Karena membutuhkan modal yang tidak sedikit, sementara mereka masih muda. Mereka baru mulai kuliah S2, dan juga baru membangun keluarga. “Kami punya motivasi, yakni meraih sukses bersama. Dan, untuk itu kami akan berjuang bersama. Itu menjadi kunci semangat kami membuat Monze,” tegas Jordy.
Mereka pun patungan untuk modal awal sebesar Rp 9 juta. Langkah pertama yang mereka kalukan adalah mencari pemasok bahan baku. Dan, itu ternyata tidak mudah. Pasalnya, Monze ingin bahan baku dengan ketebalan dan kekuatan yang baik. Bahan itu ada pada kulit sapi terbaik. Tetapi bahan itu belum banyak tersedia di Indonesia. Untuk menutupi kekurangan, mereka akhirnya harus menggunakan bahan impor.
“Produk Moze kami mix, dengan bahan impor dan bahan lokal. Karena sejujurnya, untuk menemukan kulit yang bagus buat belt itu di Indonesia masih susah. Kami mendapat bahan dari Malang dan Yogya. Sedangkan sisanya campuran dengan bahan impor,“ ujarnya.
Akibatnya, biaya produksi mereka membengkak. Tidak menyerah, para founder mencari inovasi agar produk mereka bisa mencapai volume lebih besar. Untuk itu, mereka juga mengembangkan produk seperti dompet, dan tas. Harga yang mereka tawarkan mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Salah satu keunggulan Monze adalah layanan custom. Dengan layanan ini produk Monze cepat dikenal masyarakat. Pasalnya, jarang produsen sabuk yang menyiapkan bahan untuk dipilih dan diukur oleh konsumen. Konsep ini yang membuat Jordy dan kawan-kawan yakin Monze dapat meraih pasar.
“Dalam menghadapi persaingan kami mencari peluang, dan untuk membedakan peluangnya itu dengan cara memperkenalkan produk yang berbeda yang belum pernah orang lain lakukan,” kata Jordy.
Tentu saja upaya tersebut dibarengi kegiatan promosi, dengan rajin mengikuti sejumlah bazaar dan pameran kerajinan berskala nasional. Langkah itu terbukti efektif, karena setiap mengikuti pameran booth mereka selalu ramai dikunjungi orang. Jordy mengklaim, rata-rata transaksi penjualan mencapai Rp 25 juta per hari selama pameran berlangsung. Rata-rata 100 barang terjual per harinya. “Tas kulit paling banyak terjual dengan harga Rp 800 ribu hingga Rp 1,5 juta,” ungkapnya.
Perluas Pasar
Dengan pengelolaan yang tepat dan inovasi Monze pun dapat cepat berkembang. “Kami jadi tahu ada musim panen, seperti awal tahun misalnya orang belanjanya kencang. Dan ada musim paceklik. Tapi paling tidak setiap bulan omzet bisa mencapai ratusan juta,” ungkap Jordy.
Mereka juga memanfaatkan pemasaran digital dengan menggunakan media sosial Instagram. “Lewat media digital banyak yang menghubungi kami dan minta dibuatkan produk dengan pemesan hingga ratusan piece. Pembeli juga datang dari berbagai daerah, dari Aceh, Bali, hingga Sulawesi,” katanya.
Menurut Jordy, meski permintaan terus meningkat, pihaknya tetap menjaga kualitas Monze. Bahkan, sejauh ini belum ada complain terhadap produknya. “Komplen bagi kami adalah bagian dari proses belajar. Biasanya komplen itu mengenai model. Misalnya dulu ketika pelanggan beli nggak ada resleting dan sekarang ada. Dari hal ini kami belajar untuk menangani produksi,” jelas Jordy.
Selain itu, Monze juga memberi garansi kepada konsumen untuk produk sabuk. Jika rusak atau putus maka Monze akan mengganti. “Kalau rusak fotoin, balikan ke Moze dan kami siap mengganti yang baru. Dan hingga kini yang sudah membeli sabuk dari Monze belum ada yang minta ganti. Berarti hal ini terbukti bahwa produk Monze bisa dipercaya kualitasnya,” klaimnya.
Sejauh ini, diklaimnya, perkembangan bisnis Monze telah melamapui ekspektasi mereka. Apalagi mereka telah mendapat dukungan dana pinjaman lunak dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) untuk mengembangkan usaha. Termasuk mendapt bimbingan ilmu tentang cara memperluas bisnis, pemasaran hingga kemasan.
“Kami telah mendapatkan tawaran dana dari Telkom untuk lebih membesarkan usaha. Selama satu tahun, pinjaman dana tersebut berhasil dengan lancar kami kembalikan. Maunya sih kami bisa meminjam kembali dengan dukungan dana yang lebih besar lagi untuk lebih mengembangkan usaha kami ke skala yang lebih luas,” ucapnya berharap.
Jordy berharap Monze bisa terus berkembang dan dapat sejajar dengan brand yang sudah ada. Bahkan, diharapkan bisa memperluas pasar hingga pasar internasional. “Kami ingin produk Monze suatu saat bisa mendapat tempat di pasar internasonal karena kualitas yang kami tawarkan dapat bersaing,” pungkasnya.
================================
Jordy Adith Praditya
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 13 Oktober 1993
- Pendidikan Terakhir : Master of Business Administration Entrepreneurial and Small Business Operations Institut Teknologi Bandung
- Nama Brand : Monze
- Mulai Usaha : Oktober 2016
- Modal awal : Rp 9 Juta
- Jumlah karyawan : 5 orang
- Omset : Sekitar Rp 100 juta per bulan
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia