Inilah 5 Fintech dengan Pendanaan Terbesar di Indonesia Tahun 2025

pendanaan Fintech

Inilah 5 Fintech dengan Pendanaan Terbesar di Indonesia Tahun 2025 (Foto: ilustrasi)

youngster.id - Sektor fintech (financial technology) di Indonesia telah muncul sebagai salah satu ekosistem startup paling dinamis dan paling banyak mendapat investasi di Asia Tenggara.

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia—lebih dari 270 juta jiwa—dengan penetrasi smartphone yang tinggi serta populasi besar yang belum memiliki akses perbankan atau kurang terlayani, Indonesia menjadi lahan subur bagi solusi keuangan digital.

Tak mengherankan, perusahaan fintech pun tumbuh di Indonesia. Jumlah fintech di Indonesia telah meningkat enam kali lipat dalam dekade terakhir, dari 51 perusahaan pada tahun 2011 menjadi 336 pada tahun 2023.

Pada kuartal IV 2024, terdapat 300 perusahaan fintech yang menjadi anggota Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH). Angka ini menunjukkan pertumbuhan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, dengan beberapa subsektor seperti pendanaan digital dan sistem pembayaran digital mengalami pertumbuhan yang pesat.

Subsektor pendanaan alternatif (terutama peer-to-peer lending/P2PL) dan pembayaran digital (e-money dan QRIS) menjadi pendorong utama pertumbuhan.

Selama satu dekade terakhir, fintech di Indonesia telah menarik perhatian besar dari para investor modal ventura global dan lembaga keuangan. Bahka, fintech merupakan usaha rintisan yang paling banyak mendapat pendanaan dari investor. Nah, siapa saja perusahaan fintech dengan pendanaan terbesar di Indonesia?

Media khusus keuangan digital fintechnews.id (di bawah Fintech News Network) telah merangkum 5 fintech dengan pendanaan terbesar di Indonesia hingga 2025. Peringkat ini didasarkan pada total dana yang berhasil dihimpun. Kelima perusahaan ini mencakup sektor-sektor terpenting dalam industri fintech Indonesia, seperti kredit digital, infrastruktur pembayaran, pinjaman peer-to-peer, dan dompet digital—menunjukkan luasnya kepemimpinan fintech Tanah Air.

  1. Kredivo Holdings

Peringkat teratas ditempati oleh Kredivo Holdings, induk dari platform BNPL (beli sekarang, bayar nanti) Kredivo dan Krom Bank Indonesia. Hingga kini, perusahaan ini telah menghimpun total dana sebesar US$660 juta, termasuk dari putaran ekuitas dan beberapa fasilitas pinjaman.

Kredivo beroperasi terutama di Indonesia, meskipun entitas induknya berbasis di Singapura. Produk utamanya mencakup kredit instan untuk pembelian online dan offline, pinjaman pribadi, serta layanan perbankan digital melalui Krom Bank. Mereka juga mengoperasikan platform P2P lending bernama KrediFazz.

Kredivo berfokus pada perluasan akses kredit konsumen dengan menggunakan penilaian kredit real-time berbasis AI milik sendiri.

Investor mereka termasuk Mizuho Financial Group, Square Peg Capital, Jungle Ventures, Openspace Ventures, Naver Financial, Mirae Asset, Victory Park Capital Advisors, MDI Ventures, dan Alpha JWC Ventures.

Pendanaan terbesar Kredivo adalah putaran Series D senilai US$270 juta yang dipimpin oleh Mizuho Bank pada Maret 2023.

Setelah Kredivo berhasil mendapatkan investasi yang signifikan dalam putaran pendanaan seri D, yaitu sekitar US$140 juta (sekitar Rp2,1 triliun), pada bulan Oktober 2022, fitech ini telah menyandang status unicorn dengan valuasi diperkirakan mencapai sekitar US$2,5 miliar.

  1. Xendit

Xendit menempati posisi kedua dengan total pendanaan sekitar US$538 juta dalam bentuk ekuitas.

Didirikan oleh Moses Lo dan Tessa Wijaya, Xendit menyediakan infrastruktur pembayaran di seluruh Asia Tenggara. Perusahaan ini memungkinkan bisnis menerima berbagai metode pembayaran dan melakukan pengiriman dana dengan mudah. Kliennya termasuk Grab, Wise, Traveloka, Samsung Indonesia, dan ShopBack.

Lulus dari program akselerator Y Combinator, Xendit kini menjadi salah satu pilar utama infrastruktur pembayaran digital di kawasan ini.

Investornya mencakup nama-nama besar seperti Coatue, Insight Partners, Tiger Global Management, Accel, Kleiner Perkins, EV Growth, Intudo Ventures, dan GMO Venture Partners.

Pendanaan terbesar Xendit adalah pada pendanaan seri D sebesar US$300 juta pada Mei 2022, dan pendanaan seri C sebesar US$150 juta pada September 2021.

Selesainya putaran pendanaan tersebut sekaligus mengokohkan valuasi Xendit di atas US$1 miliar (Rp14,2 triliun), dan berhak menyandang status startup unicorn di Indonesia.

  1. Akulaku

Di posisi ketiga adalah Akulaku, dengan total pendanaan sekitar US$430 juta. Bersama Xendit, Akulaku merupakan salah satu dari dua startup fintech paling banyak didanai di Indonesia.

Awalnya sebagai penyedia kredit konsumen dan BNPL, kini Akulaku telah merambah ke sektor investasi digital (Asetku) dan neobank melalui akuisisi Bank Neo Commerce.
Akulaku menargetkan populasi underserved dan unbanked di Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Investor mereka termasuk Ant Group, HSBC, MUFG, Siam Commercial Bank, Peak XV Partners, Eight Roads Ventures, DCM Ventures, dan IDG Capital.

Pendanaan terbesar Akulaku salah satunya adalah pendanaan seri E pada 2022 sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,43 triliun), yang dipimpin oleh Siam Commercial Bank. Menurut CB Insights, Akulaku telah mencapai status unicorn dengan valuasi sekitar US$2 miliar.

  1. Investree

Peringkat keempat diisi oleh Investree, salah satu pelopor di segmen pinjaman UKM berbasis P2P di Indonesia. Perusahaan ini telah menghimpun dana sekitar US$254 juta dalam bentuk ekuitas.

Didirikan pada tahun 2015, Investree fokus pada pembiayaan faktur dan pinjaman usaha, serta telah berekspansi ke Thailand dan Filipina. Investree juga mengambil alih saham di Bank Amar untuk memperluas jangkauan layanan pinjaman.

Investree sempat masuk dalam daftar “30 Most Promising Growth-Stage Startups” dan dianggap memiliki potensi untuk menjadi unicorn di regional.

Namun, perjalanannya belakangan diwarnai kontroversi. Laporan tahun 2024 menyebutkan masalah likuiditas, pendanaan seri D yang tertunda, dan rasio kredit bermasalah (NPL) yang melonjak hingga 16%, memicu pengawasan regulator.

Masalah ini diperparah oleh skandal yang melibatkan Co-Founder dan CEO saat itu, Adrian Gunadi, yang dilaporkan diberhentikan pada 2024 karena masalah keuangan dan tata kelola perusahaan.

Akhirnya, pada Oktober 2024 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha Investree karena sanksi administratif. Langkah itu dilakukan karena perusahaan penyelenggara fintech lending tersebut telah melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022. Tak hanya itu, OJK juga menyatakan kinerja Investree memburuk hingga mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.

Beberapa nama investor besar yang mendanai Investree adalah SBI Group, BRI Ventures, MUFG Innovation Partners, dan Kejora Ventures.

  1. DANA

Di posisi kelima ditempati DANA, salah satu dompet digital terbesar di Indonesia, dengan total pendanaan sekitar US$250 juta.

Didirikan pada tahun 2017 dan diluncurkan pada 2018 oleh mantan pimpinan Alipay Indonesia, Vincent Henry Iswaratioso, DANA berkembang pesat di seluruh Indonesia. Platform ini mendukung pembayaran QRIS, transfer antar pengguna, serta transaksi online dan offline.

DANA dilaporkan memiliki 115 hingga 170 juta pengguna dengan rata-rata 10 juta transaksi harian, menjadikannya pemain penting dalam ekosistem pembayaran digital nasional.

Layanan dompet digital DANA memperoleh pendanaan terbesar senilai US$200 juta atau sekitar Rp2,87 triliun dari Grup Sinar Mas dan Lazada Group (anak usaha Alibaba) pada Agustus 2022. Investor awalnya termasuk Ant Group dan Emtek.

DANA juga telah mencapai status unicorn dengan valuasi antara US$1,04 miliar hingga US$1,2 miliar.

Meskipun kelima perusahaan tersebut telah meraih pendanaan terbesar hingga saat ini, vertikal-vertikal baru mulai menarik perhatian investor. Sektor seperti wealthtech dan insurtech yang diwakili oleh pemain seperti Ajaib dan Qoala diperkirakan akan menjadi gelombang inovasi fintech berikutnya.

Gelombang baru ini kemungkinan besar tidak akan terbatas pada pinjaman atau pembayaran saja, tapi memadukan layanan keuangan dengan personalisasi berbasis data, embedded finance, dan kolaborasi lintas sektor yang lebih kuat. (*AMBS)

Exit mobile version