youngster.id - Mayoritas masyarakat Indonesia memilih mengutamakan kebutuhan keluarga di atas kebutuhan dan ambisi pribadi. Demikian kesimpulan yang mengemuka dari fakta-fakta yang tersampaikan melalui studi terbaru HSBC bertajuk The Power of Protection, Facing the Future.
Sebanyak 94% masyarakat Indonesia mengaku memberikan dukungan finansial secara regular kepada lingkungan keluarganya – 89% untuk anaknya yang berusia di bawah 18 tahun, 87% untuk anaknya yang berusia 18 tahun ke atas, 74% untuk pasangan, dan 64% untuk orang tua.
“Masyarakat Indonesia menjadikan keluarga sebagai sumber kebahagiaan dalam kehidupan mereka. Memberikan dukungan finansial kepada orang tua, anak, serta saudara telah menjadi komitmen yang membudaya. Sebanyak 58% masyarakat Indonesia mengaku merasa bersalah jika pengeluaran untuk dirinya melebihi pengeluaran yang ditujukan untuk membantu keluarga yang membutuhkan. Bahkan, 48% masyarakat Indonesia menyatakan rela mengorbankan aspirasinya demi mendukung kebutuhan finansial anggota keluarga lainnya,” ungkap Steven Suryana, Head of Wealth Management, PT Bank HSBC Indonesia belum lama ini.
Menurut dia, masih rendahnya jumlah masyarakat Indonesia yang memiliki pengelolaan keuangan yang baik (35%) menjadi tantangan yang harus dihadapi saat ini. Pasalnya, di kalangan orang tua, kebutuhan pendidikan untuk anak menjadi prioritas utama. Dari 77% orang tua yang memiliki anak berusia 18 tahun ke atas, 67% mengatakan akan mengutamakan kebutuhan pendidikan untuk anak. Selanjutnya, sejumlah orang tua juga mengaku menyisihkan pendapatan atau tabungannya untuk keperluan pernikahan anak (38%), biaya hidup sehari-hari anak (28%), tabungan dan investasi anak (27%), serta membantu anak dalam pembelian rumah (26%).
“Padahal, pengelolaan keuangan berperan penting dalam menentukan keberlangsungan dukungan finansial mereka kepada anggota keluarga lainnya. Sejumlah masyarakat mengaku kestabilan keuangan mereka akan terganggu dan tidak akan bisa memberikan dukungan finansial kepada keluarga jika terjadi peningkatan biaya hidup secara drastis (43%), atau jika mereka tiba-tiba mengalami PHK (42%), pendapatannya berkurang (33%), terjadi krisis ekonomi (26%), serta apabila keuangan mereka tersedot secara signifikan akibat penyakit kritis ataupun kecelakaan yang tak diduga yang kesemuanya membutuhkan biaya besar,” papar Steven.
Terhadap kejadian tak terduga yang bisa berdampak signifikan pada stabilitas keuangan jangka panjang, sebagian besar masyarakat Indonesia ternyata belum memiliki antisipasi yang memadai. Sebanyak 73% tidak memiliki kesiapan jika mereka tiba-tiba didiagnosa terkena penyakit serius seperti kanker. Sebanyak 71% juga mengaku tidak memiliki kesiapan finansial yang mencukupi jika secara tak diduga mereka terkena musibah kecelakaan yang menyebabkan cacat permanen dan tidak bisa bekerja kembali.
Ketidaksiapan dalam perencanaan keuangan jangka panjang di kalangan mayoritas masyarakat Indonesia menjadikan mereka harus menghadapi pilihan atas kebutuhan-kebutuhan yang memiliki kepentingan setara. Jika dihadapkan pada kebutuhan pendidikan anak, 78% orang tua rela mengorbankan kesiapan dana pensiun mereka. Mengorbankan dana pensiun juga dipilih oleh 70% masyarakat Indonesia ketika orang tua mereka harus mendapatkan perawatan kesehatan berbiaya besar.
“HSBC senantiasa mendorong setiap individu untuk memiliki perencanaan keuangan yang strategis yang berorientasi pada kebutuhan jangka panjang. Layanan kami di bidang Retail Banking dan Wealth Management mampu membantu setiap individu untuk mengelola dengan cerdas keuangannya agar dapat mewujudkan aspirasinya yang beragam tanpa harus mengorbankan kebutuhan-kebutuhan penting lainnya. Kedisipilinan, perencanaan yang matang berlandaskan pertimbangan yang komprehensif, menjadi nilai-nilai yang kami tawarkan sebagai budaya baru membangun kesejahteraan bagi setiap individu di mana pun,” pungkas Steven.
STEVY WIDIA