youngster.id - Batik Indonesia diakui dunia sebagai kekayaan budaya sejak sebelas tahun lalu. Namun di tengah kondisi perekonomian dunia yang melambat karena pandemi telah sangat memengaruhi industri kreatif termasuk industri batik. Untuk itu, dukungan akan industri dan akses pengetahuan batik dilakukan termasuk oleh Google.
Dalam rangka merayakan Hari Batik Nasional yang jatuh setiap 2 Oktober, Google Arts & Culture bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Museum Tekstil Jakarta, Yayasan Batik Indonesia (YBI), dan didukung oleh Kok Bisa, mengumumkan tambahan terbaru untuk halaman Batik di Google Arts & Culture.
“Inisiatif ini merayakan batik, kain kebanggaan Indonesia, dengan membagikannya kepada lebih banyak audiens, memudahkan pembelajaran dan membantu industri lokal untuk berkembang. Dengan melakukannya, kami juga ingin menunjukkan rasa hormat kepada keterampilan seni, kreativitas, dan ketangguhan orang-orang Indonesia, khususnya para seniman yang melestarikan kerajinan ini,” kata Amit Sood, Direktur Cultural Institute and Art Project di Google dalam siaran langsung di kanal Youtube, Kamis (1/10/2020).
Tambahan di halaman Batik di Google Arts & Culture berisi lebih dari 1.100 tekstil Indonesia dalam resolusi ultra-tinggi yang ditangkap dengan Art Camera. Koleksinya meliputi 900 batik (45 pola batik baru), 200 tradisi tekstil Indonesia lainnya (seperti ikat, ulos, dan songket), 23 cerita digital yang imersif pilihan kurator ahli, materi edukasi yang terintegrasi dan dapat diunduh bagi para pengajar, pelajar, dan orang tua, serta sorotan UKM batik lokal.
“Selain itu, kami telah melatih lebih dari 50 pakar batik melalui lokakarya Gapura Digital untuk membantu mereka memajukan bisnis melalui media digital,” ujar Amit.
Pada sesi talkshow, Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengapresiasi dukungan Google Arts and Culture terhadap batik.
“Batik bukan sekadar seni atau kerajinan, tetapi juga bagian dari identitas kita. Diperlukan upaya bersama untuk menjaga kekayaan nasional ini, terutama selama masa adaptasi dengan kebiasaan baru sekarang. Dukungan berkelanjutan dari Google Arts and Culture akan membuat batik makin mudah dipelajari bagi lebih banyak orang Indonesia dan mendukung industrinya untuk berkembang,” kata Hilmar.
Pada bulan April, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan terjadi pengurangan 2,1 juta pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
“Industri batik sedang mengalami kesulitan karena pandemi. Yang paling terdampak adalah usaha kecil dan menengah (UKM), atau industri akar rumput. Sejauh ini, pengusaha batik telah melaporkan bahwa penjualan mereka menurun drastis hingga sekitar 30 %,” kata Tumbu Ramelan, Ketua Galeri Batik YBI Periode 2010-2019 dan aktivis Yayasan Batik Indonesia.
Menurut dia, inisiatif Google Arts and Culture di Indonesia tidak hanya dapat menunjukkan keindahan karya seni nasional, tetapi juga memungkinkan orang-orang untuk belajar lebih lanjut tentang ribuan pola batik yang ada. “Semoga ini dapat membantu industri batik, yang meliputi 200.000 pembuat batik di seluruh nusantara,” katanya.
Sejak 2016, Google aktif bekerja untuk menambahkan lebih banyak konten dari museum dan tempat bersejarah di Indonesia ke Google Arts & Culture. Di antara yang saat ini tersedia adalah Museum Tekstil Jakarta, Museum Seni Rupa dan Keramik, Galeri Batik Yayasan Batik Indonesia (YBI), Monumen Nasional (Monas), Yayasan Biennale Yogyakarta (Taman Budaya Yogyakarta), Museum Seni Agung Rai (ARMA), Museum Wayang Jakarta, Sangiran, Borobudur, dan Ciputra Artpreneur.
STEVY WIDIA