Lapangan Kerja Inklusif Melalui Digitalisasi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Bawah Indonesia

Evermos x IFC

Lapangan Kerja Inklusif Melalui Digitalisasi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Bawah Indonesia (Foto: Istimewa)

youngster.id - Tingginya biaya yang diperlukan dan permasalahan logistik di Indonesia, merupakan hambatan utama untuk masyarakat agar bisa turut berpartisipasi dalam sektor e-commerce yang sedang berkembang ini.

Itulah temuan utama dari laporan yang dilakukan IFC (bagian dari kelompok Bank Dunia) dan startup connected commerce Evermos, yang bertajuk “Inclusive Employment: Advancing Economic Opportunities at the Base of the Pyramid”.

Indonesia memiliki 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk yang masuk kelompok miskin, hidup dalam penghasilan rendah dan memiliki akses yang sangat terbatas terhadap kebutuhan dan kesempatan ekonomi. Kaum pekerja dalam kelompok masyarakat bawah ini cenderung memiliki pekerjaan informal atau berketerampilan rendah, memiliki keterbatasan untuk mendapatkan penghasilan, perlindungan sosial atau kesempatan karir dan untuk memajukan ekonomi keluarganya.

Di sisi lain, pesatnya perkembangan e-commerce di Indonesia, dengan kisaran pengguna internet baru 50 juta orang Indonesia dalam rentang 2015-2020, memiliki potensial untuk membuka banyak kesempatan pertumbuhan ekonomi. Sayangnya masih banyak juga calon penjual dan pembeli yang masih terasingkan di e-commerce, karena adanya penghalang-penghalang seperti literasi digital, ketersediaan akun bank dan kurangnya rasa percaya terhadap produk-produk online.

Evermos merupakan salah satu solusi yang telah berhasil menjawab permasalahan tersebut dengan menumbuhkan jaringan reseller untuk menjual produk yang diminati di masyarakat ekonomi bawah, mendapatkan penghasilan dan memperluas akses marketnya.

“Sektor swasta sebagai yang memiliki kunci terhadap lapangan kerja pastinya memiliki peranan sangat penting,” kata Alexis Geaneotes, Operations Officer, Gender and Economic Inclusion IFC, Senin (23/10/2023).

Laporann itu menyebutkan bahwa solusi diawali dengan diadakannya sebuah wadah digital atau platform yang bisa diakses oleh orang-orang di daerah-daerah berpenghasilan rendah.

Platform reseller Evermos memudahkan masyarakat untuk mendapatkan kesempatan bekerja  meraih penghasilan tambahan sebagai reseller yang menjual produk-produk dari UMKM, di mana totalnya mencapai satu pertiga dari sumber penghasilannya, terutama untuk ibu rumah tangga. Sebanyak 10% Reseller dengan performa paling bagus bisa meraih penghasilan tambahan sampai 2.7juta per bulan, ekuivalen dengan rata-rata upah minimum nasional.

Iqbal Muslimin, Co-founder dan Chief of Sustainability dari Evermos menyatakan, dalam mempromosikan lapangan kerja inklusif ini ada tiga bagian: Participation, Advancement, dan Empowerment.

Praktek pembukaan lapangan kerja inklusif kemudian membutuhkan participation atau partisipasi, di mana perlunya menyediakan akses platform digitalisasi yang fleksibel bisa dibuka kapan saja, tanpa perlu modal dan prasyarat, hanya dengan handphone. Advancement atau pemajuan kemudian diberikan lewat adanya pelatihan-pelatihan dan pengembangan profesional, melalui program-program untuk meningkatkan dan melatih skill berjualan maupun skill informal lainnya. Empowerment atau pemberdayaan kemudian berperan sebagai ruang dialog dan umpan balik, disajikan dalam konsep kumpul komunitas dan grup-grup online sesama reseller.

“Bagian terpentingnya dalam mempromosikan lapangan kerja inklusif terletak pada peran komunitas di daerah-daerah untuk merangkul sesama reseller dan pengadaan pelatihan,” kata Iqbal.

Didirikan tahun 2018, Evermos telah menghubungkan dengan digitalisasi lebih dari 1,200 UMKM agar produknya bisa dijual secara mudah oleh lebih dari 700,000 reseller-reseller terutama di masyarakat kelas bawah, kemudian mendapatkan penghasilan dan memajukan ekonomi keluarganya. (*AMBS)

 

Exit mobile version